Chereads / Rahasia Putri Vanetta / Chapter 25 - Mabuk

Chapter 25 - Mabuk

15 Maret

"Mari kita tuntaskan di rumahmu, Sweety," bisik Ronan sensual. Sungguh dia sudah tidak tahan lagi. Selena begitu menggoda luar dalam.

Selena menahan dada Ronan, meminta pria tampan nan menawan itu untuk sedikit bersabar.

"Ayo kita lanjutkan, tapi aku ingin berdansa terlebih dahulu."

Ronan kembali menempelkan keningnya di kening Selena. "Berdansa? Bukankah kita akan melakukannya di ranjangmu nanti?" godanya dengan seringai lebar.

Wajah Selena kembali memerah. Lesung pipi Selena terukir sempurna saat tersenyum mendengar godaan Ronan. Untuk satu dan lain hal, dia rasa personaliti Ronan jauh lebih unggul dibanding Sean. Pria di depannya ini sangat pandai merayu. Rayuan maut yang entah bagaimana tidak terasa merendahkan Selena.

Sayangnya saat ini Selena benar-benar sedang ingin berdansa. Gadis itu pun berusaha melepaskan diri dari Ronan, lalu turun ke lantai dansa. Sekarang masih terlalu sore untuk bercinta. Selena tahu kapan waktu yang tepat untuk membuat seorang pria terpuaskan di atas ranjang. Dia rasa, berdansa dapat dijadikan sebagai pemanasan sebelum masuk ke permainan sesungguhnya.

Di bawah temaramnya lantai dansa, tubuh mungil Selena bergoyang mengikuti irama musik modern tetapi sangat ketinggalan zaman. Dalam kondisi sedang terbuai seperti ini, Selena mana peduli musik apa yang diperdengarkan. Yang dia tahu hanya dansa, dansa dan dansa saja. Dia menatap sayu Ronan yang masih duduk di kursi bar dan meminum kembali gelas kedua dari sang bartender. Secara tidak langsung meminta pria tersebut untuk menyentuh tubuhnya sambil berdansa.

Ronan tentu paham apa yang Selena inginkan. Dengan satu seringai di bibir, dia melangkah mendekati Selena—satu-satunya gadis yang berada di sana.

Entahlah. Klub malam ini terasa aneh. Terlihat ramai di luar, tetapi sepi di dalam—sesepi hati Ronan bila sedang libur mengencani seorang gadis.

Selena masih terus bergoyang ketika Ronan melingkarkan kedua lengannya di perut rata Selena.

"Kau begitu menggoda, Sweety," bisik Ronan tepat di samping telinga Selena.

Selena sedikit menggelinjang kegelian ketika Ronan berbisik seperti itu. Hangatnya napas Ronan di tengkuk terasa menggelitik sampai ke dalam kalbu. Rasanya bagai sekumpulan kupu-kupu tengah berterbangan di dalam perut Selena.

"Kau sangat pandai membuatku tegang," lanjut Ronan.

Dan mereka sama-sama paham, ketegangan macam apa yang dimaksud.

***

"Roselyn, kamu masih mencari siapa?" tanya Ruby.

Roselyn merasa aneh. Kenapa dia bisa berada di meja bar.

"Apa tadi ada orang yang mengantarkanku ke sini?"

"Kau jalan sendiri tadi ke sini, lalu minum segelas minuman dan langsung tak sadar!"

"Benarkah?" Roselyn masih belum bisa menerimanya dengan akalnya.

Roselyn kemudian mencari Selena dan Ronan. Tadi dia ke tempat ini bersama mereka. Dan sekarang mereka berdua sudah tidak ada.

"Mereka sedang dimabuk cinta, mereka pulang duluan. Setelah minum teman laki-lakimu itu minum dua gelas dia mengajak gadisnya pulang!" ucap penjaga bar memberi tahu.

"Apa? Mereka meninggalkanku?" Roselyn benar-benar kesal.

"Kau kemari dengan temanmu?" tanya Ruby

Roselyn mengangguk. Dia kesal tapi sedikit puas juga. Pada akhirnya Selena bisa melupakan pacarnya yang brengsek itu.

"Lalu, urusanmu?" tanya Roselyn menanyakan persoalan Ruby yang datang ke klub ini.

"Aku sudah bicara dengan bartender, kalau pesanan cawan yang pecah olehku mereka mengatakan tidak apa-apa."

"Syukurlah!"

"Aku mau pulang!" Roselyn kemudian turun dari kursinya. Namun jalannya sempoyongan. Ruby segera menahan tubuh Roselyn.

"Kau mabuk Rose. Aku antar kau mencari taksi."

Roselyn pun pasrah. Entah kenapa tubuhnya saat ini terasa lemas dan tak berdaya. Dia tidak mengingat kejadian-kejadian sebelumnya. Ruby kemudian membopong tubuhnya dan keluar dari klub. Dan dia melihat seseorang yang dikenalnya.

Sementara itu, Reino keluar dari klub itu dengan hati kesal. Ia berjalan menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari bangunan itu. Ia membanting keras pintu mobilnya, meluapkan kekesalannya malam ini.

"Damn it, Juan! Kau membawa gadis sialan itu bekerja di kedaiku. Besok hari terakhirmu bekerja di kedaiku, nona sok pintar!"

Reino sudah bersiap menginjak gas mobilnya. Ia ingin segera pulang dan menenggak bir, meluapkan kekesalannya malam ini. Tapi tiba-tiba sebuah ketukan di jendela mobilnya membuyarkan konsentrasinya.

Terdengar bunyi gemiricik hujan yang tiba-tiba mengguyur bumi. Reino menurunkan kaca mobilnya. Terlihat Ruby tengah membopong seorang gadis asing yang sepertinya mabuk. Air hujan mulai membasahi tubuh mereka.

"Bos, tidak bisakah kau memberi tumpangan!"

"Shit!"

Reino sebenarnya tidak ingin berurusan dengan mahkluk bertitel wanita. Tapi entah kenapa tubuhnya terdorong untuk keluar mobil dan menatap kedua wanita itu.

Gerimis mulai membasahi mereka. Reino sebenarnya ingin mengenyahkan mereka. Tapi …

Kelebatan bayangan mimpi-mimpinya mendatangi pikirannya saat ini. Kenapa Reino seakan sedang melihat sosok-sosok yang selalu hadir di dalam mimpinya.

Apakah dua gadis itu jawaban dari mimpi anehnya.

Tiba-tiba suara gemuruh petir menyambar dan langsung disusul oleh turunnya hujan. Roselyn tidak mengingat lagi kelanjutannya. Dia antara sadar dan tidak sadar menaiki sebuah mobil bersama Ruby.

Hanya saja Roselyn sempat mendengar Ruby dengan supir taksi itu bertengkar. Padahal dia bukanlah seorang supir taksi melainkan Reino, bosnya Ruby.