Mobil Ronan berhenti tepat di depan sebuah rumah. Sebelum mereka turun, Ronan mengawasi dan memantau dulu zona yang akan dia datangi. Di otaknya sudah banyak bermunculan skenario-skenario bercintanya nanti dengan Selena. Tapi sebelumnya, dia harus tahu dulu tempat yang akan menjadi tempatnya menyatu dengan tubuh Selena.
Selena benar-benar hanya tinggal berdua bersama teman wanitanya di rumah dua lantai tersebut. Ronan sedikit berpikir, apa mereka tidak takut dirampok? Kota kecil sangat berbeda dengan kota besar. Kejahatan sangat mudah terjadi di tempat seperti ini.
Selena memutar lubang kunci pada knop pintu. Ketika mereka masuk, tampak ruang tamu dalam keadaan gelap gulita. Selena segera meraih saklar dan menyalakan lampu.
"Sepertinya Rose belum datang," gumam Selena yang masih dapat didengar oleh Ronan.
"Siapa Rose?" Ronan mendadak pikun. Mungkin, saking banyaknya nama wanita yang hilir mudik mengisi hari-hari Ronan, kadang dia lupa siapa nama gadis yang baru saja ditidurinya kemarin. Separah itu. Dan dia tidak dapat menjamin akan bisa mengingat nama Selena ketika mereka terbangun esok hari—dengan catatan Ronan berhasil meniduri Selena malam ini.
"Kau duduklah di sini. Aku mau ganti baju dulu sambil menelpon Rose." Selena menunjuk sofa berlapis beludu warna merah. "Oh, ya? Kau mau minum apa? Biar nanti sekalian aku buatkan."
"M ...." Ronan berpikir sejenak. "Air putih saja. Sepertinya tenggorokanku sedikit sakit setelah meminum alkohol terlalu banyak tadi."
Selena tersenyum simpul. "Baiklah. Aku ke atas dulu, ya?"
Perlahan, Selena berjalan menaiki anak tangga satu per satu. Ronan tidak dapat mengalihkan fokusnya dari dua buah bulatan besar di bawah punggung Selena. Ingin rasanya dia meremas bagian tersebut sepuasnya. Tapi Ronald harus menahan diri. Meniduri seorang gadis bukan hanya perkara memuaskan diri sendiri, tetapi juga treatment pada si pasangan.
Begitu wujud Selena tak nampak lagi di pelupuk mata, Ronan mengalihkan pandangan ke arah lain. Dia memindai ruangan seluas 4x4 meter itu penuh penilaian.
Selain satu set sofa yang salah satunya tengah Ronan duduki, di ruang tamu Selena pun ada sebuah meja setinggi pinggang bercat hitam legam. Meja tersebut digunakan sebagai penampung puluhan piala berlapis emas. Ronan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan dan berhasil mengetahui bahwa sebagian besar berasal piala tersebut berasal dari prestasi akademik Rose.
"Ternyata Rose cerdas juga, ya?" gumam Ronan sambil manggut-manggut takjub. Dia lanjutkan kembali dengan memandangi semua interior rumah Selena itu.
Di bagian dinding, Selena memberi kesan pribadi dengan cara menempelkan puluhan pigura berisi potret dirinya bersama beberapa orang lain. Ronan tebak, mereka adalah keluarga Selena.
Di antara puluhan pigura yang ditempel, tidak ada satupun potret yang menyerupai wajah Rose. Nampaknya kedekatan Selena dan Rose hanya sekedarnya saja. Tidak terlalu intim dan pastinya belum berlangsung lama. Masih sekitar satu atau dua tahun, mungkin?
Selena turun dari atas loteng tak lama kemudian. Ronan mendongak dan seketika terperangah.
Lagi-lagi Selena mengganti pakaiannya dengan kain yang jauh lebih terbuka dibanding semula. Ia mengenakan top crop berpotongan rendah sebagai atasan. Tali pusarnya yang mungil terpampang bebas, seolah mengundang para pria untuk menciumi bagian itu sepuasnya.
Lalu celana yang Selena kenakan .... Astaga.
Ronan meneguk ludah susah-payah. Secarik kain yang saat ini melingkari paha mulus Selena bahkan tak nampak seperti celana. Dia yakin tangannya takkan sulit untuk menjamah sesuatu di balik kain tersebut. Dia sudah siap ingin menikmati tubuh Selena.
"Jadi ... kamu sudah siap?" tanya Ronan serak. Dia berdeham dua sampai tiga kali. Rasanya tenggorokan pria itu bagai tertahan sesuatu.
"Siap apa maksudmu?" Selena terkekeh. "Kau tunggulah sebentar di sini. Aku mau mengambil air mineral dulu di dapur."
Ronan mengangguk. "Oke."
Selena pun berlalu menuju tempat yang dimaksud. Dia tidak tahu, diam-diam Ronan mengikuti dari belakang. Lelaki muda itu berjalan dengan seringai jahil di bibir. Jelas sekali dia merencanakan sesuatu.
"Apa iya, dia hanya ingin air putih saja?" gumam Selena seraya memilah-milah minuman yang ada di dalam kulkas. Lemari es milik Selena tersebut tampak penuh. Terisi beraneka macam makanan serta minuman yang rata-rata bersifat instan.
Selena berjengit kaget saat seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang. Mungkin dia akan berteriak andai saja sesuatu yang hangat dan lunak tidak segera membungkam bibirnya.
Ronan memagut bibir Selena dalam, dengan posisi masih saling membelakangi. Dia menggesek sesuatu yang terasa mengeras di antara kedua pahanya pada dua bongkahan bulat di ujung punggung Selena. Gadis itu mendesah nikmat di kala jemari Ronan menelusup ke balik celananya.
Perasaan ini ... Sentuhan ini ...
Ah, Selena tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Dia mencari-cari pegangan setelah kakinya berhasil dibuat lemas hanya karena sentuhan jemari Ronan. Dia menengadah, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.
Ronan memang sangat terampil membuat wanita bertekuk lutut. Dia tidak akan menyia-nyiakan malam ini bersama Selena.
Ini akan menjadi malam yang panjang. Sepanjang jalan kenangan.
===From Author ===
Chapter ini adalah dimana Ronan sebelum bertukar dengan Rose. Sampai sini, apakah pembaca sudah mengetahui runtutan kejadian mereka berempat bisa bertukar tubuh? Apa penyebabnya.
Kalau sudah mengetahui jawabannya silakan jawab di kolom komentar.
Jika belum menemukan sepertinya kalian harus membaca ulang lagi ketika mereka berempat berada di Luz Del Alba. Ada sebuah kejadian di mana itu menjadi penyebab mereka bisa bertukar tubuh.
Jangan lupa untuk memberikan vote Power Stone yang banyak. Review.