Y - O - H - A - N
Adalah nama yang ditulis Erik di notenya. Perubahan ekspresi pada wajah Tuannya Ron terekam jelas oleh Erik. Melihatnya tumbuh seperti anak sendiri, membuat Erik sangat peka terhadap raut wajah anak itu. Pasti ada sesuatu dengan Yohan yang membuat mata tuan yang dibesarkannya sedari umur 5 tahun menjadi sedingin itu.
Erik tahu betul bahwa Tuannya Ron dilahirkan di keluarga yang sangat memanjakannya. Yudi Pamungkas, ayah Ronald sekaligus sahabat bagi Erik sangatlah memanjakan Ronald. Itu sebabnya setelah kepergian mereka, Ronald sangat terpukul. Ronald mulai mabuk dan melakukan hal gila lainnya. Tapi, diketerpurukannya matanya tidak pernah sedingin tadi. Jemari Erik yang memegang pena bergerak melingkari nama yang ditulisnya. Selain itu Yohan adalah satu - satunya orang yang dianggap Tuannya sebagai sahabat.
Bukan hal baru bagi Erik mendengar Tuannya Ron mengumpat. Tetapi ini pertama kalinya bagi Erik mendengar Ronald berkata dia ingin mati. Mungkinkah sebenarnya selama ini tuannya ingin mati? Mungkin sebenarnya tuannya ingin menyusul ke dua orang tuanya sejak lama. Atau mungkin saat koma, Ronald sempat bertemu dengan kedua orang tuanya, menimbulkan keinginannya untuk tidur selamanya.
Erik menggelengkan kepala lalu menghentikan prasangka yang semakin liar. Ia lalu menyisir rambutnya yang sudah beruban dengan tangan. Mungkin Erik harus mengirim orang untuk menginvestigasi Yohan secepatnya. Walaupun jika melihat dari latar belakang keluarga anak itu bukanlah hal yang mudah untuk mengirim mata - mata. Erik melirik arloji ditangannya, sudah waktunya dia menemui Yohan untuk meminta jadwal chek up lebih lanjut untuk Tuan Ron. Dia juga harus menghubungi si ular betina untuk memberi tahukan kondisi terbaru dari Tuan Ron. Banyak sekali yang harus diurus. Menjadi pembantu rumah tangga memang bukanlah hal yang mudah.
------------------------------------------------------------
[Zat beracun ditubuh host telah berhasil dibersikan]
[Nostalgia Memori dihentikan]
[Selamat kepada host]
Langit telah menjadi gelap, saat Ron terbangun dari mimpi buruk kutukan sial yang dibuat oleh iblis Baal. Suara komputer membangunkannya dari neraka dunia yang terlalu nyata untuk Ron. Selamat? Bangsat. Dia lebih memilih mati dari pada harus melewati ini. Wajah Ron pucat dan keringat dingin mengalir dari keningnya. Bayangan dimana dia melihat adik perempuannya harus bunuh diri membuat sekujur tubuhnya mati rasa. Terlebih lagi wajah orang tua Ron yang menangis membuatnya tak kuasa untuk memaafkan dirinya sendiri. Kesempatan kehidupan kedua yang diberikan menjadi sebuah hukuman baginya.
Ron mencoba menenangkan dirinya. Dia menggertakkan giginya, kerongkongannya kering kerontang. Ron benar - benar haus sekarang. Sebelum tangannya sempat bergerak untuk mencari gelas, ada tangan lain yang sudah menyodorkan gelas kehadapannya. Paman Erik sudah berdiri disamping kasur dan bersiap membantu Ron untuk minum.
Selesai membasahi kerongkongannya dengan susah payah tentunya Ron merasa seperti hidup lagi. Dia baru sadar bahwa tubuhnya sangat lemah, kalau bukan karena bantuan Paman Erik, Ron mungkin tidak akan bisa minum segelas air pun.
[Walaupun racun dalam tubuh host telah hilang, host tetaplah manusia lemah.]
Tanggapan yang tak diharapkan dari sistem menggema didalam kepala Ron. Ron tak menghiraukan suara itu, ia lalu melihat pria tua yang berdiri disebelah ia berbaring. Erik Setiawan seorang pembantu rumah tangga, atau lebih tepatnya butler keluarga Pamungkas. Melihat sosok Erik yang terlihat elegant dalam jas hitamnya, rambut yang rapi, dan memancarkan aura misterius, semakin membuat Ron yakin bahwa ini dunia novel. Karena dalam kehidupan nyata tidak akan pernah ada pembantu rumah tangga dengan tipe seperti ini! Erik dihadapannya sekarang seperti wine, yang semakin menua, semakin terlihat mahal. Di dunia nyata pria seperti ini mungkin adalah seorang bangsawan atau CEO dan bukan pembantu rumah tangga! Sungguh potensi yang disia-siakan pikir Ron.
"Paman Erik, Terimakasih." Ucap Ron dengan suara orang sakit. Tapi dia tidak bisa menunda untuk berterima kasih. Seperti namanya Erik Setiawan adalah salah satu orang yang setia hingga akhir cerita ke keluarga Pamungkas. Dia adalah orang yang Ron bisa percaya di didunia ini.
"Tuan Ron tidak perlu sungkan, sudah menjadi tugas saya." Jawab Erik dengan nada datar. Benar - benar tidak ada perubahan emosi yang terbaca dimuka pria tua ini pikir Ron. Padahal pribadi Ronald Pamungkas yang sebelumnya tidak pernah mengucapkan terimakasih sedikitpun. Seperti butler sungguhan puji Ron dalam hati.
Sebenarnya Erik juga merasa heran dengan Ron yang mengucapkan terimakasih secara tiba - tiba. Hanya saja tidak mudah bagi Erik untuk menunjukkannya peraasannya. Pekerjaannya sebagai pembantu selama puluhan tahun membuatnya terkena penyakit face paralysis.
[DING!]
[Pesan masuk dari Iblis Baal.]
[Membuka Pesan].
Oi. Sistem. Bukannya seharusnya yang namanya sistem menunggu perintah dari hostnya, pikir Ron.
[Merubah pesan ke dalam bentuk tugas.]
"Un, Paman Eric, bisakah kau menyiapkan tablet atau laptop untuk ku sekarang." Ron langsung memutar otak, mencari alasan untuk mengusir butler dari kamarnya.
"Harus malam ini Tuan Ron? Sepertinya tubuh Tuan Ron membutuhkan istirahat" Terdengar kekhawatiran dalam kalimat Erik.
"Ada hal penting yang harus ku urus." Jawan Ron singkat.
"Baiklah akan saya ambilkan, Tuan." Mendengar jawaban Ron, Erik pun mengalah, ia menggerakkan badannya menuju pintu dengan cepat. Melihat gerak tubuh Erik sigap membuat Ron merasa harus mempersulit permintaannya agar si butler tidak cepat kembali.
"Belikan aku laptop dan tablet terbaru dan tercanggih yang ada saat ini."
"Baik Tuan Ron." Erik hanya tersenyum dan mengambil handphone disakunya seolah dia akan menelepon. Mendapatkan firasat buruk Ron memperinci lagi permintaanya.
"Aku ingin kau sendiri yang membelinya paman Erik. Aku ingin kau yang memilihkan barang - barang itu untukku."
Erik yang hendak menelepon dan menyuruh anak buahnya untuk membelikan barang permintaan Ron pun terhenti dan merasa heran dengan permintaan aneh dan tak biasa dari Ron. Erik lalu menatap Ron, belum sempat kalimat keluar dari Eric, Ron sudah menambahkan lagi dengan cepatnya, dia bahkan lupa bahwa kerongkongannya masih sakit.
"Aku ingin kau yang membelikannya karena aku ingin kau memastikan barang - barang itu tidak disadap." tambah Ron dengan menatap mata Erik. Berharap Erik percaya dengan bualannya.
Seperti mendapat pencerahan Erik menatap tuannya yang terbaring lemah di kasur dengan mata berkaca - kaca. Mungkin Tuan Ron mulai menaruh kepercayaan padanya! Setelah sekian lama Erik bekerja untuk keluarga Pamungkas, ini pertama kalinya bagi Erik mendapat kepercayaan dari Ron. Terlebih lagi, Erik sebelumnya bekerja dibawah Yudi Pamungkas, ayah Ron. Hal ini membuat Ron tidak dapat mempercayai Erik sepenuhnya. Erik berpikir selama ini Tuannya Ron selalu menyalahkan dirinya karena tidak bisa melindungi kepala keluarga Pamungkas. Sebagai pembantu rumah tangga, tidak ada keadaan yang lebih bahagia dibandingkan dengan saat dia mendapatkan kepercayaan dari tuannya.