Mei-Yin ikut terbangun setelah mendengar kegaduhan yang sempat terjadi di kamar itu.
"Ayah, kenapa berada di bawah? Apakah Ayah semalam terjatuh?" tanya Mei-Yin dengan wajah polos.
Li Zheng Yu segera bangkit berdiri dari duduknya tanpa menjawab pertanyaan putrinya karena sedang kesal. Xiao begitu tega mendorongnya hingga terjatuh.
"Mei-Yin, sebaiknya kita pulang saja karena ayah harus pergi ke kantor pagi ini," bujuk Li Zheng Yu, berharap putrinya mau dibawa pulang.
"Tidak mau," tolak Mei-Yin sembari mencebikkan bibirnya.
"Ayolah, Mei-Yin. Sebaiknya kita pulang, sudah sejak semalaman kita berada di sini. Apakah kau belum puas juga?" tanya Li Zheng Yu sembari mengusap gusar wajahnya. Ingin marah-marah tapi anak sekecil Mei-Yin tidak akan mengerti.
"Aku ingin bibi Xiao Yi pulang ke rumah bersama kita," ujar Mei-Yin dengan mata berkaca-kaca.
"Sayang, lain kali kita akan kesini kembali. Pagi ini ayolah pulang."
"Jika Ayah ingin pulang, pergilah. Biarkan aku sendiri di sini bersama bibi Xiao Yi," ucap Mei-Yin dengan semua sifat keras kepalanya yang sangat berlebihan. Tetap teguh pada pendiriannya seperti semalam.
Li Zheng Yu memijat pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut. Ternyata putrinya sangat keras kepala meski mereka bahkan sudah menginap. Jika tahu dia tetap tidak mau pulang semalam seharusnya memaksa.
"Mei-Yin, sebaiknya kita pulang dulu. Nanti malam setelah bekerja kita akan datang lagi kemari," bujuk Li Zheng Yu. Seandainya Xiao Yi tidak sulit untuk diajak kerja sama pasti tidak akan sesulit sekarang ini.
Xiao Yi keluar setelah mencuci mukanya. Hatinya dongkol karena Li Zheng Yu sudah berani tidur di sampingnya.
"Kalian berdua pulanglah. Tidak usah datang kesini lagi karena aku tidak ingin bertemu dengan pria mesum sepertimu," ucap Xiao Yi dengan sarkas.
Li Zheng Yu yang sedang membujuk Mei-Yin langsung melempar tatapan tajam ke arah Xiao Yi. Ini pertama kalinya dihina oleh seorang wanita. Sehingga saat ini benar-benar merasa sangat marah.
"Kenapa kau memandangku seperti itu?" Xiao Yi merasa nyalinya menciut karena tatapan Li Zheng Yu sangat menusuk.
"Lihatlah, kau akan menyesal sudah mengatakannya. Akan aku pastikan kau akan berlutut memohon padaku," bisik Li Zheng Yu dengan seringai licik yang terukir di bibirnya. Sudah cukup menahannya sejak kemarin. Dia tidak akan membuang waktu untuk membuat Xiao Yi kapok.
Xiao Yi mengerjapkan kedua kelopak matanya mendengar ancaman pria mesum yang ada di depannya. Namun itu tidak membuat Xiao Yi merasa takut sama sekali.
"Mei-Yin, kau harus pulang karena nenek akan berkunjung ke rumah kita. Jika kau berada di sini terus, nenek pasti akan sangat merindukanmu." Li Zheng Yu lantas membopong tubuh Mei-Yin. Tidak bapa berbohong demi kebaikan mereka. Dari pada membujuknya seperti tadi yang sama sekali tidak berhasil.
"Baiklah, Bibi Xiao Yi ayolah ikut bersama kami," ajak Mei-Yin.
"Pergilah, untuk apa aku ikut bersama kalian. Sangat merepotkan," cibir Xiao Yi.
"Sudahlah, nanti kita buat dia mengemis untuk tinggal di rumah kita," bisik Li Zheng Yu pada putrinya.
Xiao Yi bisa bernafas lega karena akhirnya bisa mengusir Mei-Yin bersama ayahnya. Meski harus ada drama dan umpatan tidak jelas dari bibirnya.
"Akhirnya aku sendirian lagi di rumah ini." Xiao Yi bersorak gembira karena kini sendirian tanpa ada lagi yang merepotkannya.
Xiao Yi menghempaskan tubuhnya kembali di ranjang karena masih mengantuk dan rasanya ingin tertidur lagi.
Semalam tidurnya benar-benar sangat tidak nyaman.
"Xiao Yi, gawat!" teriak Fang Yin. Gadis itu baru saja masuk ke dalam rumah.
"Ada apa?" ujar Xiao Yi dengan mata yang masih tertutup rapat.
"Xiao Yi, bagaimana in? Rumah ini sebentar lagi akan disita oleh rentenir," ucap Fang Yin dengan histeris.
Seketika Xiao Yi langsung terduduk mendengarnya. Masih seperti bermimpi mendengar rumah itu akan disita.
"Apa maksudmu?"
"Xiao Yi, aku tidak ingin meninggalkan rumah ini. Rumah ini adalah peninggalan kedua orang tuaku," ucap Fang Yin sembari terisak-isak. Tubuhnya langsung merosot ke lantai karena lemas.
"Fang Yin, tenanglah." Xiao Yi segera bangkit kemudian membantu sahabatnya untuk duduk di ranjang.
"Xiao Yi, jika rumah ini disita dimana kita akan tinggal?" ujar Fang Yin. Wajahnya sudah bercucuran air mata.
"Aku ada sedikit tabungan. Nanti kita bisa memakainya untuk melunasi," ujar Xiao Yi. Meski dirinya juga cemas tapi berusaha untuk tenang.
"Uang kita tidak akan cukup untuk melunasinya. Ternyata rumah ini sudah digadaikan dua tahun yang lalu dan belum dibayar sedikitpun," terang Fang Yin.
Xiao Yi memijat kepalanya yang semakin sakit karena dirinya juga merasa bingung saat ini.
"Nanti aku akan mencari bantuan pada orang yang aku kenal. Semoga saja mereka mau membantu," ucap Xiao Yi dengan getir. Merasa ragu dengan ucapannya kali ini. Siapa yang akan percaya padanya jika meminjam uang dalam jumlah besar.