Xiao Yi mulai menghidangkan makanan yang dibuatnya ke dalam piring yang terletak di atas meja makan. Keadaan yang gelap membuatnya hanya memasak menu sederhana saja yaitu Fuyunghai. Karena sulit memasak jika hanya mengandalkan cahaya lilin sebagai penerangan.
"Makanlah, aku hanya membuat menu ini saja. Jadi kau bisa membawa pulang semua bahan makanannya," ujar Xiao Yi dengan nada datar. Berharap setelah ini kedua orang itu akan pulang.
Li Zheng Yu tidak menjawab. Perutnya saat ini juga sudah lapar karena tadi hanya makan satu suapan saja.
"Mei-yin, makanlah yang banyak agar kau cepat besar," ujar Xiao Yi sembari memasukkan makanan ke dalam piringnya.
"Sepertinya kau sangat cocok menjadi pengasuh Mei-Yin," ujar Li Zheng Yu berharap jika Xiao Yi akan menerima tawarannya.
Xiao Yi yang sedang mengunyah makan seketika langsung menoleh ke arah pria yang duduk berseberangan dengannya. Di dalam keadaaan yang hanya samar-samar, Xiao Yi mendengus.
"Jangan pernah bermimpi karena aku tidak akan sudi melakukannya," ujar Xiao Yi dengan tegas. Dirinya merasa trauma dengan anak kecil karena mereka sangat menyebalkan.
"Dasar keras kepala," gerutu Li Zheng Yu.
Mereka kemudian melanjutkan makan dalam keadaan hening. Tidak ada yang membuka suara lagi karena mereka sama-sama mengunyah makanan. Yang terdengar hanyalah suara peralatan yang berdenting saling bersahutan satu sama lain.
Lampu tak kunjung nyala membuat Xiao Yi terus menggerutu. Setelah selesai makan Xiao Yi pikir kedua orang itu akan pergi. Namun kenyataannya mereka masih duduk di sofa padahal hari sudah larut malam.
"Apa kalian tidak berniat untuk pulang?" ujar Xiao Yi yang sudah sangat mengantuk.
"Mei-yin, sebaiknya kita pulang karena hari sudah larut malam," ajak Li Zheng Yu pada putrinya setelah menyadari jika mereu diusir.
"Tidak mau," tolak gadis kecil itu dengan tegas.
"Apa Ayah tidak kasihan pada Bibi Xiao Yi yang tidur sendirian?" imbuh Mei-yin.
"Aku tidak perlu dikasihani. Jika kalian ingin pulang maka pergilah," usir Xiao Yi.
"Apakah Bibi tidak takut sendirian di rumah ini saat gelap seperti ini?" ujar Mei-yin sembari mengerjapkan kedua kelopak matanya.
"Kau pikir aku anak kecil sehingga kau menakutiku?" Xiao Yi memutar bola matanya. Tiba-tiba saja Xiao Yi bisa merasakan jika bulu kuduknya merinding. Ada rasa takut yang perlahan menjalar di tubuhnya.
"Jika tidak ingin pulang maka aku akan tidur bersama Mei-Yin. Untuk kau tereserah saja akan tidur dimana," tukas Xiao Yi berharap pria itu segera pergi.
"Aku tidur dimanapun tidak masalah sama sekali," ujar Li Zheng Yu.
Xiao Yi terlebih dahulu naik ke lantai dua menuju kamarnya. Sedangkann Li Zheng Yu mengikuti di belakangnya bersama Mei-Yin.
Xiao Yi sudah terlebih dahulu berbaring di atas ranjang dan menyembunyikan kepalanya di bawah selimut. Begitu pula Li Zheng Yu yang langsung menidurkan Mei-Yin di sampingnya.
Suasana masih gelap sepertinya tidak ada tanda-tanda lampu akan menyala.
"Ayah, aku takut," rengek Mei-Yin karena di sebelah kirinya tidak ada seseorang. Padahal Li Zheng Yu hendak berbaring di sofa.
Xiao Yi menghela nafas panjang karena kelakuan Mei-Yin membuatnya sedikit kesal. Padahal sudah ada dirinya tapi masih saja merasa takut.
"Tidurlah, bukankah ada aku di sini?" ujar Xiao Yi dengan sangat terpaksa memeluk tubuh mungil itu.
"Ayah, kemarilah. Aku ingin tidur bersamamu juga," panggil Mei-Yin.
"Apa?" seru Xiao Yi yang terkejut dengan keinginan Mei-Yin.
"Tidak mau, aku tidak mau kita tidur bertiga," tolak Xiao Yi sebelum Li Zheng Yu naik ke atas ranjang.
"Sudahlah, turuti saja kemauan Mei-Yin. Lagi pula kita juga tidak bersentuhan," ujar Li Zheng Yu yang sudah berbaring di samping Mei-Yin.
"Ughhh, menyebalkan," gerutu Xiao Yi. Ia langsung membalikkan tubuhnya ke arah sebelah lain. Kesal karena dua malam ini tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ingin tidur di sofa tapi tubuhnya akan terasa pegal-pegal seperti tadi pagi.
"Bibi, menghadaplah kemari," ujar Mei-Yin.
"Tidak usah berisik, karena aku sudah mengantuk dan sangat ingin tidur," ujar Xiao Yi dengan rasa kesal kemudian langsung memejamkan matanya.
"Tidurlah, hari sudah larut," bujuk Li Zheng Yu pada putri semata wayangnya sembari mengusap punggungnya dengan lembut.
Perlahan ketiganya mulai tertidur hingga dengkuran halus mulai terdengar.
===============================
Ayam sudah mulai berkokok, menandakan kini sudah pagi. Lampu juga kini sudah menyala.
Xiao Yi menggeliat dengan merentangkan kedua tangannya. Dengan mata yang terpejam Xiao Yi merasa aneh karena pada kedua sisinya terasa sesak. Sehingga ia kesulitan untuk bergerak.
Dengan kesadaran yang belum pulih perlahan Xiao Yi membuka matanya.
"Aaaaaa!" seru Xiao Yi ketika mendapati Li Zheng Yu berada di sampingnya. Padahal seingatnya semalam mereka tidur berjauhan dengan Mei-Yin sebagai pembatas.
Bugh ...
Dengan kuat Xiao Yi mendorong tubuh Li Zheng Yu hingga terjatuh ke lantai.
"Aduh!" rintih Li Zheng Yu ketika tubuhnya terasa nyeri karena menyentuh lantai. Dengan rasa menahan kantuk, Li Zheng Yu berusaha untuk duduk.
"Dasar pria mesum," ujar Xiao Yi sembari melemparkan bantal ke kepala Li Zheng Yu.
"Apa yang aku lakukan? Kenapa kau justru memukulku?" ujar Li Zheng Yu.
"Dasar menyebalkan. Pria sudah tua tapi masih mesum," umpat Xiao Yi sembari bangkit berdiri kemudian pergi ke kamar mandi.
Li Zheng Yu memijat pelipisnya karena seingatnya semalam berada di sebelah Mei-Yin. Tidak mungkin dia berpindah sendiri ketika tertidur. Itu sangatlah aneh.