Lin Xiao Yi bangun ketika sudah pagi. Itupun setelah Fang Yin membangunkannya berulang kali. Hingga Fang Yin menyerah dengan usahanya, seperti membangunkan sebuah patung untuk hidup kembali.
Wajah Lin Xiao Yi kusam dengan rambut seperti singa yang berantakan menutupi wajahnya. Matanya sayu seperti tak lagi bersemangat untuk hidup. Pakaiannya masih sama seperti kemarin yang digunakan ketika bekerja.
"Xiao Yi, apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kenapa kau berantakan seperti ini? Apa suamimu menemukan dan mengajakmu pulang bersamanya? Sehingga kau harus frustasi seperti ini?" tebak Fang Yin dengan begitu banyak pertanyaan yang terlontar dari bibirnya. Dahinya berkerut karena Lin Xiao Yi hanya terduduk berdiam diri sudah seperti gelandangan yang berada di pinggir jalan.
"Xiao Yi, sadarlah." Fang Yin semakin kesal karena Xiao Yi tetap diam dengan pandangan kosong.
"Ini lebih menakutkan daripada bertemu dengan pria botak itu," ucap Lin Xiao Yi dengan datar.
"Xiao Yi, jangan membuatku merasa takut seperti ini." Fang Yin memeriksa dahi Xiao Yi dengan punggung tangannya. Takut jika suhu tubuhnya panas sehingga membuat keadaannya tidak waras.
"Singkirkan tanganmu," ujar Xiao Yi seraya menepis tangan Fang Yin dari dahinya. Matanya memandang Fang Yin dengan tatapan tajam.
"Tidak usah menatapku seperti itu. Lihatlah dirimu, kau sudah seperti orang yang kerasukan siluman," cibir Fang Yin sembari memegang rambut Xiao Yi yang sudah seperti gembel.
"Biarkan saja, aku sama sekali tidak peduli," ucap Lin Xiao Yi dengan datar.
"Ya sudah, terserah kau saja. Sebaiknya sekarang cepat mandi karena hari sudah siang. Kita harus pergi bekerja sebelum terlambat, apalagi kemarin kau sudah ketahuan terlambat oleh manajer Wang. Aku khawatir jika terlambat lagi maka kau pasti akan mendapatkan masalah," ajak Fang Yin sembari menarik tubuh Xiao Yi agar turun dari ranjang.
Bukannya turun, Xiao Yi justru menutupi wajahnya dengan kedua tangan kemudian menangis dengan histeris.
Fang Yin semakin bingung dibuatnya karena tidak biasanya Xiao Yi bersikap lemah seperti itu. Jarang sekali Fang Yin melihat sahabatnya menangis sampai berlebihan.
"Xiao Yi, ada apa sebenarnya denganmu? Bicaralah agar tidak membuatku bingung," ujar Fang Yin sambil mengusap punggung Xiao Yi.
"Aku dipecat," ujar Xiao Yi di sela isak tangisnya.
Fang Yin ternganga mendengar jawaban dari Xiao Yi yang rasanya tidak masuk akal.
"Kau pasti bercanda, tidak mungkin kau dipecat," ujar Fang Yin sembari terkekeh.
"Kau pikir aku seperti ini karena bercanda?" tukas Xiao Yi yang semskin mengeraskan tangisannya.
"Jadi, kau sungguh dipecat? Bagaimana bisa semua itu terjadi?" tanya Fang Yin ingin tahu. Pantas saja sahabatnya terlihat sangat frustasi, sungguh tidak terduga ternyata dipecat dari pekerjaannya.
"Ini semua gara-gara pria brengsek itu!" umpat Xiao Yi sembari mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Pria brengsek mana yang kau maksud?" Fang Yin semakin bingung dengan ucapan Xiao Yi.
"Siapa lagi kalau bukan pria yang tinggal di blok Garden Villa." Tanpa memandang ke luar, Xiao Yi menunjuk jendela kaca yang tertutup gorden berwarna putih dengan jari telunjuknya.
Fang Yin segera berjalan ke arah jendela untuk mengetahui rumah siapa yang Xiao Yi maksud. Hanya ada rumah besar milik keluarga Li Zheng Yu yang terlihat sangat jelas.
"Maksudnya tuan Li yang membuatmu seperti ini?" ujar Fang Yin tanpa mengalihkan pandangannya pada rumah besar yang mirip seperti istana dengan cat dinding yang berwarna krim coklat. Fang Yin juga dapat melihat kolam renang yang luas di halaman belakang.
"Aku rasanya ingin mati saja karena sudah tidak bekerja sebagai koki lagi." Xiao Yi meraung-raung seperti orang yang kesurupan.
"Memangnya kenapa bisa seperti itu? Kenapa gara-gara tuan Li kau dipecat?" desak Fang Yin ingin tahu lebih jauh masalah yang terjadi.
"Pria brengsek itu mengatakan jika makanan yang kubuat tidak enak padahal putrinya makan dengan sangat lahap. Ingin sekali kucincang tubuhnyan," ujar Xiao Yi dengan perasaan frustasi. Meskipun Li Zheng Yu sudah terlihat lebih dewasa darinya. Ia tidak peduli jika memaki dengan kasar.
"Benarkah? Kenapa bisa seperti itu?" Fang Yin cukup terkejut karena Xiao Yi tidak pernah gagal dalam memasak. Semua pelanggan sangat menyukai masakannya.
"Jika tidak benar, mana mungkin aku sampai seperti ini," ujar Xiao Yi dengan nada meninggi menahan kekesalannya karena Fang Yin terus bertanya tanpa mengerti dengan perasaannya sama sekali.
"Iya maksudku kenapa tuan Li melakukannya kepadamu?"
"Sepertinya karena aku menolak penawarannya menjadi pengasuh Mei-Yin," ucap Xiao Yi yang sudah menghentikan tangisannya. Ia merasa lelah sejak kemarin sudah menangis seharian hingga kini kelopak matanya terasa berat.
"Sudahlah, jangan sedih lagi. Nanti kau bisa pergi mencari restoran lain. Pasti banyak restoran yang bersedia menerimamu sebagai koki." Fang Yin berjongkok di belakang Xiao Yi lalu menepuk pundaknya. Ia tahu Xiao Yi memang sangat menyukai memasak. Wajar jika ia sampai sangat frustasi setelah dipecat.
"Kau benar." Xiao Yi mengusap air mata dengan punggung tangannya. Dia tidak ingin menjadi gadis lemah. Di dunia ini restoran tidak hanya ada satu sehingga untuk apa dirinya cemas.
"Sekarang bersihkan tubuhmu terlebih dahulu, aku ingin muntah dengan bau alkohol di bajumu," gerutu Fang Yin yang sejak semalam berusaha menutupi hidungnya.
"Baiklah, kau sangat cerewet. Seperti ibu-ibu saja," ujar Xiao Yi sembari terkekeh.
Setelah bersiap-siap hari ini juga Xiao Yi akan mencari pekerjaan. Ia yakin bisa mendapatkan pekerjaan baru. Akan membuktikan pada pria sombong itu jika dirinya bisa bertahan tanpa menjadi pengasuh putrinya.