Arsyla memandangi langit yang semakin gelap, mendung tebal bergulung dari arah selatan siap menumpakan butiran air ke bumi yang disebut hujan. Sementara ia melihat arloji di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukan pukul empat sore. Sementara angkot angkot yang membawanya pulang belum satupun lewat.
Di tengah rintikan hujan yang mulai turun, berhenti sebuah mobil Brio merah tepat di hadapannya.
Arsyla memalingkan wajah dari mobil di hadapannya. Menganggap di depannya tidak ada apa-apa. Tak lama kemudian, sang pemilik menurunkan kaca jendelanya dan meminta Arsyla untuk masuk.
"Masuklah!" teriak seorang pria tampan berdarah blasteran.
Arsyla masih beku. Bagaimana pun, ia ingat akan statusnya, tidak lah baik dia ada dalam satu kendaraan dengan pria bukan muhrim. Ini akan meninmbulkam fitnahan besar. Terlebih, dia sudah akan tunangan.
"Jika kau tak mau kuantar pulang, aku akan mengantarmu ke masjid terdekat untuk sholat!" Seru pria itu. Seolah hafal dengan kebiasaan gadis cantik berhijab lebar di depannya itu.
"Tidak perlu, aku bisa jalan kaki dari sini," ucap Arsyla lalu berjalan menjauhi Jordhan.
Baru beberapa meter dari tempat Jordhan butiran air dari langit yang semula hanya gerimis, kini kian banyak, langsung deras dan disertai angin kencang.
Tanpa pikir panjang, Jordhan langsung keluar dari mobil mengejar Arsyla. Dia khawatir Arsyila demam akibat kena ari hujan.
"Syl, hujannya sangat lebat. Kau bisa sakit nanti," Teriak Jordhan di tengah derasnya hujan.
Arsyla makin mempercepat langkahnya tidak peduli.
Merasa tidak dihiraukan, Jordhan berlari mengejar Arsyla dan menggenggam kuat pergelangan tangannya.
"Syl, kamu tidak bisa begini terus. Aku sudah tahu semuanya, kau dijodohkan dengan orang yang tidak bisa kau tolak, kan? Sementara di dalam hatimu hanya ada aku!"
"Kau salah, aku menyukainya sejak dulu." Arsyla menarik paksa tangannya dari genggaman Jordhan.
"Bohong! Kau bohong Arsyla, kau tidak pernah menyukai dia atau siapapun, kau hanya menyukaiku, iya kan Arsyla? Jawab jujur!"
"Aku benci sama kamu, Jordhan!" Seru Arsyla sambil mendorong tubuh pria di hadapannya dan berlari menembus derasnya hujan.
Arsyla berlari tanpa henti, hingga ia merasa lelah,di sebuah gang ia duduk berjongkok memeluk lutunya, dan menangis sepuasnya.
Dia berani menangis karena dia yakin tidak akan ada yang bisa melihat air matanya yang jatuh bersama hujan.
Ia bangkit, lalu merogoh saku bajunya, dan merasakan ada benda pipih di sana. Ia sadar, ponselnya tidak masuk ke dalam tas. Dengan segera ia lari berteduh dan melepas batray dan sim cartd ponselnya.
"Bagaimana aku bisa melupakan ini? Hulf ... Untung saja tidak bawa laptop," gumam Arsyla seorang diri.
Tidak lama kemudiam hujan sudah mulai reda, hanya tinggal sedikit rintikan gerimis yang tersisa. Ia memutuskan kembali ke jalan raya untuk menunggu angkot.
Jordhan merasa kian kacau. Ia mengayunkan tangan kanannya dan meninju kencang tiang reklame dan berteriak kencang.
"Kau pembohong, Syl! Aku benci kau bohongi. Katakan saja jika memang benar kau mencintaiku. Aku akan berpindah agama untukmu!" teriak Jordhan keras di pinggir jalan bersama derasnya hujan. Ia bahkan tidak peduli dengan orang-orang yang lalu lalang melihatnya. Sekalipun dia dikira gila juga tidak peduli.
Seolah tak puas dengan teriakannya barusan, kembali Jordhan menjerit keras "Aaaaa!"
"Plak!"
"Hujan deres gini jangan teriak-teriak di luar. Kesamher bledek kapok kau!" teriak seorang emak-emak berbadan gendut sambil mengambil sendal jepit sebelahnya yang baru saja dia gunakan melempar kepala Jordhan.
Seketika Jordhan pun menoleh ke belakang sambil memegangi belakang kepalanya yang terkena lemparan sendal jepit merk sowalo dan memandang ke aeah ibu-ibu tersebut.
"Maaf," ucap Jordhan.
Tapi, ibu-ibu itu tidak menghiraukan. Ia segera hergegas berlari ke dalam kios miliknya. Tidak berselang lama, suara geluduk dan petir menggelegar di angkasa. Buru-buru Jorhan berlari menuju ke dalam mobil.
"Ah, apakah ini karena aku tadi berteriak?" gumam Jorhan yang sudah basah kuyup.
Sepintas dia teringat seperti apa dulu saat ia masih dekat dengan Arsyla, sebelum perasaan yang rumit ini muncul. Ketika mereka sedang belajar kelompok di rumah salah satu teman, tiba-tiba hujan turun. Jhordan yang merasa panik langsung menggandeng tangan Arsyla. Gadis itu tidak menolak, mereka sama-sama berlari dan sama-sama menutup kepala dengan tas masing-masing berlari ke sebuah gardu. Tidak sampai semenit mereka terkena hujan. Tapi, karena hujan yang turun langsung deras, jadi tubuh mereka pun langsung basah kuyup.
Jordhan diam dan merasa tenang saja. Mau memberikan jaketnya di dalam tas pada Arsyla seperti pada film romantis sepertinya juga percuma, jika pakaian yang ia kenakan basah, tidak akan mengurangi rasa dingin. Memperburuk keadaan yang ada.
"Ha'syim!"
"Loh, kamu kok bersin? Flu, ya?" tanya Jordhan terkejut sambil menoleh cepwt ke arah Arsyla.
"Aku memang tidak bisa kena hujan dikit. Pasti nanti akan bersin-bersin. Itulah kenapa aku tidak pernah hujan-hujanan. Karena aku tidak mau sakit. Sebenarnya pengen bisa seperti yang lain ikut menikmati hujan. Dulu, saat aku masih kecil, aku hanya bisa mengintip air hujan turun dari balik jendela kamar. Sementara yang lain asik menikmati turunnya air hujan sambil berlarian."
Jorhan bahkan masih dapat mengingat itu dengan jelas.
"Arkk! Bahkan sedikitpun hal kecil yang pernah ada di antara kita aku tak dapat melupakan Arsyla! Tapi, kenapa kau membenciku? Itu bohong, kan? Kamu bohong padaku. Kamu mencintaiku, hanya aku seorang!" Teriak Jordhan lagi di dalam mobilnya.
Sesampai di rumah Arsyla mengetuk pintu dengan lemas, bukan karena air hujan. Tapi, dia lelah dengan pikiran dan hatinya sendiri.
"Masyaallah, Nduk! Kok kamu bisa basah kuyup gini? Cepetan mandi air hangat, ganti baju, awas masuk angin," ucap Umi Halimah terkejut mendapati anaknya pulang-pulang basah.
"Iya, Umi. Syla tidak bawa payung, tadi." Dia pun langsumg bergegas masuk kamar untuk membersihkan diri.
Usai membersihkam diri dan berganti dengan pakaian kering, Arsyla kembali mengambil ponsel yang tadi ia bongkar karna basah.
"Duh, semoga saja tidak rusak." Ia pun mulai memasang kembali batrey dan sim card nya dan menyalakannya.
"Bismillahhirrohmanirrohiim .... Alhamdulillah, bisa dan tidak rusak." Mata gadis itu nampak berbinar dan bibirnya mengukir sebuah senyuman lebar.