" kamu ngerti dong kalau kakak bilangin, kakak mau kamu sehat dulu. " Leo mencoba bersabar dan menjelaskan segalanya dengan perlahan.
Gelengan Rio terhenti ketika ia rasakan panas menyapa pipi sebelah kanannya, reflek Rio memegangi pipinya yang makin jelas memerah.
" maaf, aku nggak maksud … aku melakukan ini karena aku sayang ! aku mencoba tegas. " Leo gelagapan, ia benar-benar merasa bersalah.
Rio memilih pergi sebelum sakit hatinya memuncak sampai titik dendam.
***
Lima jam kemudian, usai perseteruan dua saudara sambung, yang tercipta keheningan, Rio sama sekali belum keluar kamar dan Leo juga di kamar sudah beberapa jam usai sarapan dan memberi makan manis.
" Rio buka pintu sayang … ayo makan ! " Ayu begitu khawatir, sudah berulangkali Ayu mengetuk pintu tetapi tidak ada jawaban.
" kenapa, mam !? " tanya Leo yang penasaran dengan suara Ayu yang lama-lama meninggi.
" oh … nggak mau dibuka … biar Leo dobrak aja !!! " Leo berujar keras, pintu kamar terbuka dan nampaklah batang hidung Rio.
" keluar kan mam !!!! " Leo menarik tangan Rio keluar dari kamar.
" lepas Leo … " Rio menarik tangannya dari genggaman Leo.
" loe takut diancamkan ? "
" nggak, kasian aja … kalau pintunya harus rusak karena Leo. " Rio menolak dibilang penakut.
" huh, pake nyangkal … " Leo menoyor kepala adiknya.
Tiba-tiba Rio mencengkram bahu Leo, sesaat Leo termakan emosi tetapi emosi itu luntur ketika Rio ambruk didepan matanya.
" astagfirullah … " Ayu beristigfar mendapati tubuh si bungsu panas tinggi.
***
Ayu akhirnya beranjak pergi setelah seharian menjaga Rio, itu juga setelah dibujuk oleh Leo yang tidak tega dengan ibunya.
" mama harus istirahat ! jangan sampai sakit nanti siapa yang menjaga Rio kalau mama dan Rio sakit. " ucap Leo lembut sambil memegang bahu Ayu yang terlelap disisi Rio yang tertidur pula.
***
Ayu akhirnya berhasil di bujuk, menyisakan kamar Rio yang sunyi.
" maafkan Leo ya … Leo tidak bermaksud memukul atau melarang mu, larangan dan ketegasan itu berbeda. " ucap Leo perlahan, ia tahu jika adiknya sedang mendengarkan.
" apa bedanya ? … " Rio membuka matanya dan memegangi tangan Leo sambil bertanya.
" ketegasan itu keras tetapi maknanya sayang kalau larangan adalah penolakan untuk sebuah kesalahan dan ini adalah sudut pandang ku. "
Leo bicara lebih dekat dengan Rio.
Rio sepertinya mulai menelaah ucapan Leo dan ia mulai mengerti maksud Leo kakak yang seumuran dan ternyata bisa berpikir lebih dewasa.
Apakah ini karena Leo jauh lebih tenang ketimbang dirinya dan karena ketenangan itu pemikiran jernih bisa menyelesaikan keruwetan masalah yang terjadi.
***
Anggraini menemui Leo yang kebetulan berpapasan di ruang tamu, mulai hari ini dia akan mengawasi Rio minum obat.
" aku mau bicara tentang Rio. " ucap Anggraini dan mengajak Leo menjauh mencari tempat sepi.
" ada apa dengan Rio ? … " Anggraini menjawab pertanyaan Leo dengan sebuah surat yang ia keluarkan dari dalam tasnya.
" kamu sudah tahu kalau kepala adik mu pernah terluka parah ? … itu adalah hasil pemeriksaannya, aku sangat menyesal untuk bilang kalau adik mu menderita kanker otak dan kankernya sudah parah. "
Leo yang tadinya kurang paham dengan angka dan istilah medis di kertas itu, mendadak pucat pasi mendengar penjelasan singkat Anggraini.
" jangan pernah bilang apapun kepada Rio ! aku takut Rio kaget dan menjadi pesimis. " Leo teringat psikologis adiknya yang pasti sangat terpukul dengan kabar ini.
" aku tidak akan bilang, yang penting Rio bisa rutin minum obatnya. " Leo
mengangguk membenarkan ucapan Anggraini yang memang ahli dibidang ini.
***
Leo masuk kamar dan langsung menghampiri rak buku, tangannya seperti menaruh sesuatu, setelah ia menyelesaikan urusannya Leo menoleh kepada Rio yang terpejam.
Ketika Leo pergi Rio membuka matanya, mengendap mengambil sesuatu yang disembunyikan Leo dirak buku.
Ia menemukan selembar kertas yang terlipat, pelan ia buka kertas itu dadaerpampang lah informasi yang membuatnya lemas terduduk di kursi depan meja belajar.
Beberapa saat kemudian Leo datang lagi dan melihat adiknya duduk lesu di kursi depan meja belajar tempat ia menaruh hasil lab Rio.
" kenapa, loe … !? " Leo membelai kepala Rio, ia biarkan Rio memeluk dan membasahi kemejanya dengan air mata.
Rio hanya diam dan terus menangis haru. Leo membiarkan Rio, ia tahu kalau Rio sedang membutuhkan ketenangan untuk jiwanya yang guncang sekarang.
Entah karena apa ?
" sekarang mending loe tidur, sudah terlalu larut. Nggak baik buat kesehatan loe juga. " ucap Leo sesaat setelah ia merasa Rio lebih tenang dan tidak menangis lagi.
" bisa katakan sesuatu yang membuat ku tenang ?! aku takut … " Rio merebahkan tubuhnya.
" memang Rio kenapa lagi ? … apa yang Rio takutkan … ? " Leo menatap Rio, tak terbersit dalam hati Leo kalau Rio sudah mengetahui segalanyeemenggeleng, " bisa buat ketegasan yang bilang kalau aku ini penting ? "
" aku tidak akan melarang mu menangis agar kamu bisa membuat hati mu plong dan aku akan buat ketegasan hanya satu dan kamu harus ingat terus. " Leo membenahi selimut Rio yang kusut.
" kamu keluarga kami ! kamu adik ku, kamu adik kesayangan kak Lena dan kami berharap yang terbaik untuk mu, tentu ini berarti kamu sangat penting dan berharga, jadi kamu harus bisa menjaga diri mu sendiri dengan baik. "
Rio tersenyum ia sekarang memiliki alasan untuk bertahan sampai batas kemampuannya.
***