Chereads / CHRYSANT / Chapter 28 - Hening

Chapter 28 - Hening

Aku sudut pandang Chrystal

Jam istirahat berakhir sekitar dua jam yang lalu, tetapi sulit membangun mood yang porak poranda.

Aku ini tipe yang agak sulit, jarang marah, tetapi kalau mood ku buruk aku mudah marah, aneh kan?!

Egoisnya masih besar tapi aku paling sering mengalah, aku pengecut?!..

Mungkin saja, tapi aku bukan penakut.

Farhan melewati kubikal tempat ku bekerja, hari ini dia kebetulan ada keperluan di divisi ini, biasanya ia berpartner dengan Ermania.

" Ris ... " Dia menyapa.

" Mmmm ... " Tanpa mengalihkan pandangan dari layar.

Lima menit kemudian dia lewat lagi karena urusannya sudah selesai.

Dia berdiri disisi-sisi kubikal, melongok apa yang aku kerjakan.

" Hei, gimana ... Jadi Sabtu nonton ?! "

" Boleh, atur aja ... Ada yang bagus?! " Sahut ku datar, masih dengan tatapan fokus ke layar.

" Iya nanti Lo cari di google, kabarin gue, masih save nomor gue kan? "

" Mmmm... " Sahut ku sekenanya.

Dia berlalu dengan santai,

" shit ... " Aku mengumpat karena kalah bermain game.

Ku kembalikan PC ke tab pekerjaan ku, menyelesaikan tugas yang sempat ku gantung karena mood buruk.

Suasana sepi memaksa tangan memasang handsfree dan mengatur volume nyaris full, lagu Boyz with Fun, menghentak diikuti beat cepat.

***

Rio menarik tangan kakaknya agar bergerak cepat, dia sudah tidak sabar bertemu dengan kawan-kawan yang sudah mereguk kesuksesan.

" Kalian masih ingat kakak ku ?! "

Sambutan mereka ternyata sangat hangat dan dia tidak menyesal telah memilih keluar dari sangkar ' home sweet home '

" Kemana aja, ponsel lu ilang atau bagaimana? " Falla merangkul, menyerahkan gitar usang teman Rio dulu sebelum ia menghilang.

" Gue sibuk. " ia mulai membentuk melodi dengan gitar di pelukannya.

***

Rio menyomot sebatang rokok yang terselip di telinga Falla, ia sebentar memainkan batang rokok tersebut sampai bosan.

Ia mengapit rokok dengan kedua bibirnya, sementara tangan kanannya mengisyaratkan kepada Falla untuk memberikan rokok di tangannya yang membara.

Sesama perokok Falla paham, Rio buru-buru menyulut rokoknya dengan bara, menyesapnya dalam-dalam sampai asap menembus paru-parunya.

Asap tipis keluar pelan dari lubang hidung dan celah mulutnya, meski begitu Rio tidak melepas rokok dari mulut, malah menikmati sensasinya.

" Jangan merokok. " Tegur Leo kalem.

Rio mengapit rokok dengan ibu jari dan telunjuk, kemudian ia mendesis mengeluarkan sisa-sisa asap.

" Yang sakit otak gue, bukan paru-paru gue. " Cetusnya, ia tidak sadar karena ucapannya semua mata hanya tertuju kepadanya.

" Loe sakit ? " Falla yang paling dekat ambil suara.

Rio menoleh kaget, " nggak, perumpamaan doang. " Falla berOoh.

Leo tidak menyadari kemungkinan adiknya sudah tahu bahwa ia mengidap penyakit, dipikirannya hanyalah Rio yang menyeletuk karena tidak senang keinginannya diusik, seperti biasa terjadi.

***

Langit sudah merekah, semburat itu memecah menjadi warna seutuhnya menguasai langit, orange pekat seirama matahari beranjak turun tahta, untuk berganti shift dengan 'sang dewi' malam.

Dua kakak beradik beda beberapa bulan berjalan beriringan, menuju pulang.

Leo yang gemas dengan sikap Rio yang sebentar-sebentar berhenti, mulai menegur.

" Kepala mu sakit huh?! Obatnya kamu minum hari ini ! " Bukan pertanyaan, semacam penegasan.

" Umm ... Ayo pulang, udah mulai gelap. Ibu akan marah nanti. " Rio menghindar dan mengambil posisi terdepan.

" Hei, gimana mau sembuh, obat aja nggak pernah diminum?! " Leo ingin sekali memukulnya.

" Jangan banyak bicara, ibuku saja tidak bawel seperti mu, tuan. " Rio enggan menoleh, dia terus jalan.

" Dia juga mama ku !!! " Leo setengah berlari, merangkul dan mengapit leher Rio gemas, seulas senyum menoreh dibibir yang sejak siang manyun.

***

Sudut pandang Chrystal

Seorang ibu berdiri, halte tujuannya tinggal beberapa meter lagi.

Aku segera ambil alih duduk manis disana, melupakan sejenak empati, pegal di betis dan telapak kaki yang mulai menjalar disekitar punggung membuatku menjadi apatis, bersandar di kursi dengan bus yang dilengkapi AC, seperti surga dunia.

Bus berhenti, banyak yang turun dan banyak pula yang naik, lebih berjubel. seorang wanita paruh baya, ku taksir usia menjelang lima puluh berdiri beberapa bangku dari tempat duduk ku, spontan aku berdiri dan mempersilahkan duduk dengan isyarat tangan.

Aku tidak sombong hanya malu mengutarakan dengan ucapan, dan aku irit bicara sejak duduk di bangku sekolah. Aku bawel hanya di rumah, mendebatkan sesuatu dengan adik perempuan ku, dan dihadapan Ermania tentunya.

Sebuah pesan WA masuk, ku lihat profile picture wajah Farhan dengan seorang ' calon isteri ' perempuan, mereka menampakan duck face, bahagianya.

Ku lihat isi chatnya.

To Chrystal

Gimana Sabtu jadi nggak?

Kalo nggak jadi nggak apa-apa

From Farhan

Aku mencari sandaran, mulai membalasnya sesantai yang ku bisa.

To Farhan

Terserah

From Chrystal

Aku memasang handsfree tanpa menyetel musik, menunggu respon seperti apa yang akan diberikan si Farhan.

Kami tidak memiliki hubungan apa-apa sebatas teman, tetapi heran ia suka sekali mengajak ku jalan.

Saat bersama, dia menerima panggilan kekasihnya di depan ku, kadang ia terang-terangan memamerkan kemesraan mereka.

Iya..

Dia mengirimi ku banyak foto kebersamaannya dengan beberapa wanita, bagaimana ia mencumbu, berpelukan, berciuman, ah menjijikan.

Yang terakhir dengan wanita muda seumurannya, berhijab pula.

Aku tidak peduli aku sudah bosan bertengkar dengannya, aku marah sendiri, ia santai saja.

Iya sejak ku dengar cerita dari Ermania, seperti apa Farhan menganggap ku.

Aku sudah muak dengannya, sangat muak.

Ajakan nonton pun aku tanggapi setengah hati, toh nanti aku juga yang akan membayar, peduli amat.

***

Ayu menyambut kedua puteranya yang baru kembali sehabis isya, makan malam sudah tersaji, Anggraini hanya mampir sebentar karena Rio tidak ada.

Rio diam saja melahap makanannya, bahkan telinganya ia setel mode pesawat.

Hingga sebuah dering telepon menghentikan acara makan malam bersama, Ayu pergi mengangkat telepon di dekat ruang tamu, diatas buffet dimana juga tertata lemari kaca tempat ditaruh beberapa piala Leo, Leona dan Rio semasa sekolah dan beberapa hiasan keramik berbentuk binatang.

Leo mendongak mengikuti gerakan adiknya yang menuju kamar mandi.

Perhatian Leo terpecah ketika ibunya kembali membawa berita bahwa Leona akan berkunjung Sabtu ini, kebetulan Angga sedang ada tugas keluar kota, mungkin Leona akan menginap.

" Kakak membawa si kecil ?! " Rio kembali bergabung ke meja makan.

" Pasti sayang, anaknya terlalu kecil di tinggal di rumah.

" Wah, pasti seru kalau ada si kecil. " Semenjak kelahiran keponakannya Leo dan Rio memang belum sempat berkunjung, baru Ayu saja waktu itu.

***

Rio menyandarkan punggungnya di dekat meja belajar yang ia sulap menjadi rak atau semacamnya untuk meletakan beberapa koleksi manga.

Hobby membaca manga/comic sebenarnya ditularkan Falla dan Jia sedangkan kakaknya Leo lebih suka membaca ensiklopedi.

Dan Rio sengaja meletakan ensiklopedi kepunyaan Leo kedalam laci dan kalau pun ada di rak, ia meletakan paling pojok hingga tidak terlihat.

Leo yang sudah sibuk bekerja tidak mempermasalahkannya, sekarang Rio bebas mengatur kamar mereka, satu saja Leo tidak suka Rio tidur di ranjangnya.

Matanya teralih jauh ke langit malam yang terlihat terang dengan binar bulan purnama.

Kepalanya mendadak sakit mengingat pertengkarannya dengan Leo, ia mudah emosi beberapa bulan ini, ia tidak suka ada orang lain mengusiknya apa pun alasannya, untuk kebaikan pun ia tidak suka.

***