Hutan itu terlihat tidak terlalu menyeramkan ataupun berbahaya. Hanya saja, lumayan mencekam untuk ukuran sebuah hutan yang biasa menjadi tempat para pemburu. Serombongan pria besar berjas hitam tengah menyusuri hutan itu. Sedang rombongan yang di luar tengah mengawal seseorang.
"Tuan muda, tuan besar memerintahkan kamu untuk mengawasi tuan muda." Ujar salah satu pria besar berjas hitam.
"Itu perintah ayah. Sekarang aku perintahkan kalian untuk pergi dan tunggu di luar." Sahut pemuda itu.
"Tapi, Tuan.."
Door!!! Pemuda itu meluncurkan pelurunya ke arah pohon.
"Aku bawa pistol ini. Kalian gak usah khawatir." Kata pemuda itu sambil meniup ujung pistol itu.
"Oh ya, one thing.. kalau kalian bersikeras buat nemenin aku berburu. Aku gak segan-segan bunuh kalian depan keluarga kalian, Faham?!"
Mendengar ancaman tuan mudanya, mereka langsung menunduk dan pergi. Sedangkan, pemuda itu berjalan santai masuk ke hutan.
Ia melihat sekitar, sekiranya ada mangsanya yang tengah menyantap rumput. Namun sayangnya, semakin ia melangkah lebih jauh justru ia tak mendapatkan apapun.
"Hei, kalian kemana sih? Keluar dong! Aku ingin makan daging bakar." Teriaknya sembari menembak-nembakan pelurunya sembarangan.
"Rrr.. Roaarr!" Tiba-tiba, ia mendengar auman raja hutan itu. Dengan santainya, ia melukai tangannya agar si raja hutan menghampirinya. Benar saja, dalam waktu kurang dari 2 menit, singa itu sudah berjalan di hadapannya.
"Ahh, kamu boleh juga. Mungkin daging singa bisa jadi makan malam yang enak." Gumamnya kemudian menodongkan pistol itu. Ia menarik pelatuknya. Dalam benaknya, ia berkhayal semua orang akan memuji tindakan nekatnya karena telah memancing singa untuk dibunuh.
"Rrrr... rrrr" Pemuda itu kaget, masih mendengar geraman singa itu. Dan lebih parahnya singa itu berada di hadapannya bersiap memangsanya. Ia menelan air ludahnya.
Ternyata pelurunya habis. Seketika ia terduduk karena tiba-tiba kakinya lemas. Mau lari pun, singa ini pasti bisa mengejarnya. Keringat dingin meluncur di dahinya.
"M.. masa sih aku bakal mati mengenaskan seperti ini.." Bisiknya pada dirinya sendiri.
Singa itu membuka mulutnya lebar-lebar, makin membuat pemuda itu lemas. Ia memejamkan matanya.
"Aku masih jomblo, please. Pacar cuma sekali. Aku belum ngalahin ayah dalam hal ini, tapi kenapa langsung mati sih.. terus.. terus.." Ia terus saja mengoceh ketakutan.
"Rajul Jahil jiddan jiddan. Haqqan.. (Laki-laki ini bodoh sekali. Kebodohan haqiqi.)" Terdengar suara lain.
Suara yang lebih lembut dari suara geraman singa. Tapi, ia masih saja tak mau membuka matanya.
"Hei, kamu. Singa itu terbius. Kalau kamu gak cepet pergi dan masih bicara soal hal-hal bodoh itu, kamu bakal bener-bener di makan singa." Ketus suara itu. Pemuda itu membuka matanya.
Ia melihat sekitar dan mencari asal suara itu.
"Akhi, aku yakin kamu bukan orang yang memiliki kelainan mental. Jadi tolong cepat pergi." Suruh suara itu lagi. Mata kelabunya mengarah ke atas.
Ia sangat terkejut. Seorang gadis dengan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya. Wajah dan rambutnya juga tertutup.
"Hei, apa kupingmu tuli? Cepat pergi, aku membius singa itu tapi efeknya gak lama!" Ketus gadis itu.
Pemuda itu masih terdiam karena terpana. Penyelamatnya seorang gadis berniqob. Ia kehilangan kata-kata bahkan untuk sekedar mengucapkan terimakasih.
"Atau, jangan-jangan kamu gak tahu jalan?"
Pemuda itu mengangguk saja.
Gadis itu meninggalkannya sejenak dan tak lama kemudian, ia datang bersama 2 ekor kuda.
"Kamu naik ke kuda itu. Biar aku pandu keluar ketemu sama bodyguard kamu." Katanya dingin lalu turun dari pohon. Namun, pemuda itu malah diam sambil menatap gadis itu. Ia seperti tidak asing dengannya.
"Cepat naik atau kutinggalkan." Gadis itu mulai kesal dengan kelakuan pemuda dihadapannya.
Elangpun segera menaiki kuda itu bersamaan dengan gadis itu.
Perjalanan mereka hanya diwarnai suara-suara khas hutan seperti gemericik air sungai, daun-daun yang bergesekkan, dan bunyi eraman. Gadis itu sama sekali tidak berbicara ataupun menoleh.
Ia nampak sangat fokus menunjukkan jalan bagi tamu sang raja hutan ini. Pemuda itu merasa tidak nyaman dengan keheningan di antara mereka.
Berkali-kali, ia mencoba menarik perhatian gadis itu menggunakan berbagai cara. Dari yang membuat kuda yang di tungganginya terkikik karena ia pukul, sampai ia mengajak lomba pacu kuda.
Akan tetapi, gadis itu tetap saja tidak bereaksi apapun.
"Diam kamu orang aneh, aku tidak bisa konsentrasi jika kau terus menghalangi jalanku ." Ketus gadis itu kesal.
"Kamu perhatian sekali, wahai Putri bercadar hitam.." Sahut pemuda itu ceria sekali, akhirnya lawan bicaranya buka mulut.
"Kamu, tinggal disini?" Tanya pemuda itu penasaran.
"Kalau aku tinggal disini, aku gak mungkin bisa memakai baju sebagus ini." Jawab si gadis sinis.
"Siapa nama kamu?" Tanya pemuda itu lagi.
"Apa pentingnya kamu tahu namaku?" Balas si gadis tambah sinis.
"Kenapa kamu tutupin wajah kamu? Kenapa kamu pakai baju sampai..?"
"Apa pentingnya kamu tahu?" Gadis itu menatapnya tajam dan sinis.
"Jawabanku tetap sama walau pertanyaan kamu beda."
"Oh oke.." sang pemuda langsung terdiam begitu melihat tatapan tajam milik gadis ini.
"Nah, itu rombongan kamu kan? Pergi sana.. Lain kali, kalau ingin duel maut dengan raja hutan, isi dulu peluru kamu dan jangan dibuang-buang. Assalamu'alaikum,.." Ucap gadis itu mengarahkan kudanya untuk berbalik.
"Nama aku Elang," Celetuk pemuda itu.
"Apa pentingnya kamu kasih tau nama kamu?" Tanya gadis berniqob itu sinis.
"Kita ini sudah terikat dan pasti akan bertemu lagi. Jadi, jika bertemu lagi, kita tak perlu berkenalan." Jawab Elang santai.
Mendengar kata-kata Elang tersebut, mata gadis itu menunjukkan ekspresi kaget. Ia menghembuskan nafas ringan. Pede banget ya Rabb, batinnya menggerutu.
"Ya aku tahu kok. Kamu adalah elang bodoh yang tidak mengetahui bahwa dirinya bisa terbang." Ketus gadis itu. Mendengar hal ini, Elang agak emosi. Namun, ia menahannya untuk mengetahui kalimat yang akan gadis itu ucapkan.
"Satu hal lagi buat kamu jangan terlalu percaya diri dengan yang kamu punya. Mereka bukan apa-apa dibandingkan singa yang baru saja ingin menggantikan maut menjemputmu."
Mulutnya terkunci begitu saja. Seakan otaknya memerintahkannya untuk diam dan mendengarkan kata gadis itu. Gadis itu menatapnya tajam. Menusuk sekali sehingga guard sekitarnya ikut merasa gemetar. Suasana agak tegang tercipta diantara mereka berdua. Elang memandang gadis itu lama, sedangkan yang di pandang menatapnya sinis.
"Aku permisi, tuan muda pistol kosong."
Gadis memacu kudanya menjauh dari sana. Dan Elang sama sekali tak mengalihkan pandangannya. Namun, sejurus kemudian, ia membalikkan badan dan masuk kedalam mobil.
"Let's go home, guards.."
Terdengar lagi suara singa itu. Pemuda itu menoleh sebentar kemudian mengeluarkan pistol lain miliknya dan meluncurkan satu peluru ke arah sebatang pohon dan meninggalkan bekas disana.
"Kita pasti akan bertemu lagi, ninja kuda. I'll make sure for it." Gumam Elang tersenyum licik.
****