Chereads / Pesan Dari Hati / Chapter 4 - Sang Pemanah

Chapter 4 - Sang Pemanah

Tak ada anak yang dilahirkan untuk dibenci atau membenci

Jangan sampai orangtuanya menjadi alasan hatinya membenci sesuatu

***

Suara derap kuda terdengar semakin dekat pertanda bahwa tamu akan datang ke rumah besar itu. Tentu akan banyak berfikir bahwa penunggang kuda ini, hanyalah orang miskin yang dibayar untuk melayani kandang kuda milik tuan rumah. Dilihat dari kendaraannya, dapat di pastikan dia bukanlah orang berdarah biru yang dapat mendatangi istaja itu sembarangan.

Sayangnya seperti biasa, masyarakat hanyalah menilai dari apa yang mereka lihat dari luarnya. Sekalipun melihat dari sisi luar, seharusnya mereka dapat menilai bahwa kuda itu bukanlah kuda biasa yang murah. Harga hewan tunggangan milik gadis itu berkisar sekitar 100 juta atau lebih.

Begitu kudanya berhenti, gadis tersebut disambut oleh beberapa bodyguard dan pelayan.

"Siapa gadis berjubah hitam itu?" Tanya wanita berumur sekitar 30 tahun itu kepada temannya.

"Itu Aya Smith, mantan mafia yang beralih profesi jadi tukang jual kerudung," jawab temannya dengan nada mencemooh.

"Ah, mungkin dia ingin menebus dosa-dosanya. Jadi dia menjalani kehidupan sebagai orang miskin,"

"Tapi dia masih tinggal di istana itu,"

"Ya wajar aja, itu kan punya suaminya yang entah ke berapa, kamu tau sendiri kehidupan mafia seperti apa," mereka berdua cekikikan sendiri. Disusul dengan tawaan beberapa orang yang berada di dekat mereka.

"Kalian, tolong suruh mereka yang sedang membuat acara Lambe Turah untuk bubar. Jika tidak mau, potong saja lidahnya." Suruh kepala guard disana menyadari nonanya tidak nyaman mendengar bisik-bisik beberapa orang yang hanya numpang lewat itu.

"Tidak perlu. Biarkan saja. Kau potong lidah mereka pun, mereka tidak akan berhenti. Itu sudah mendarah daging. kalau ingin memberhentikan kebiasaan itu." Cegah gadis berniqob itu. Ia menatap orang-orang tersebut.

"Kau habisi saja hidup mereka," 

Ucapannya tersebut benar-benar membuat orang-orang tadi merinding mendengarnya. Tatapan Aya yang memiliki aura pembunuh membuat mereka menelan ludah. Segera saja, kumpulan penggosip itu meninggalkan teras rumahnya.

"Tapi, nona.."

"Dimana tuan besar itu? Saya ingin bertemu." Gadis itu menyela, tidak ingin menanggapi permintaan anak buahnya.

"Tuan besar ada di ruang keluarga nona, bersama nyonya dan nona Emily." Jawab pelayannya.

"Tolong urus kudaku. Beri dia makan."

Mereka semua menunduk tanda patuh. Tapi, gadis itu mengangkat kepala mereka.

"Gak ada perbedaan di antara kita. Kita semua sama. Aku sudah berulang kali bilang. Jangan lakukan hal seperti ini lagi ok?" Ujar gadis itu lembut.

Mereka semua tersenyum. Memang nona yang satu ini paling berbeda sekalipun dia adalah mantan mafia yang cukup menonjol.

Gadis itu masuk tanpa melepas busur miliknya dari tubuhnya. Dan juga tidak melepas cadarnya.

"Oh my lovely girl, you've came back." Sambut laki-laki paruh baya lembut itu seraya memeluk putrinya.

Terlihat sekali, dirinya tidak nyaman ketika dipeluk laki-laki paruh baya itu. Aya bahkan tak membalas pelukan tersebut.

"Kamu gak balas pelukan daddy?" Ketus gadis berambut honey copper* itu dengan tatapan sinis.

"Emily, sejak kapan kamu tiba disini? Kenapa gak kabarin aku?" Tanya Aya langsung mengalihkan perhatiannya, yang kemudian melepas pelukan ayahnya.

"Ayo, Emily.. Ada yang mau aku tunjukkin ke kamu. Pasti kamu suka." Ajak Aya sambil menarik tangan Emily.

"Mau sampai kapan kamu cuek begini?" Tanya ayahnya datar dengan tatapan tajam.

"Sepertinya, Aya tidak perlu menjelaskan apapun kan,.. Tuan besar?" Aya malah balik bertanya dan langsung meninggalkan ruang keluarga.

"Ah tadinya aku mau bahas sesuatu, tapi sepertinya mood ku berubah karena kamu peluk barusan," ujarnya sinis.

Ayahnya itu tidak menjawab dan malah memperhatikan Aya dari atas sampai bawah.

"Aku tidak suka dia memakai pakaian seperti itu. Aku juga tidak suka dia ikut mengaji di tempat itu. Jika dia mau, aku bisa carikan tempat lain yang lebih layak." Gumam Tuan Ken.

"Bona, kamu cari tempat dia belajar memakai pakaian seperti itu, sekarang!" Suruh laki-laki itu.

Tapi, begitu bodyguardnya melangkah pergi, 4 anak panah mendarat tepat di hadapannya. Tentu saja, Tuan Ken tentu tahu darimana asal panah-panah ini.

Sang pemanah yang berada di lantai atas menatap tajam ayahnya. Tatapan itu sudah mewakili ekspresi seperti apa yang tersembunyi di balik cadarnya.

"Berani kamu deketin tempat itu, aku jamin, besok mayat kamu bakal jadi snack buat harimauku disana." Ancam gadis itu.

Mata amber* itu kemudian beradu pandang dengan tatapan dingin ayahnya.

"Aku masih menghormatimu selaku ayah tiri ku. Jangan berani macam-macam jika kau tidak ingin meninggalkan istanamu ini. Mengerti?" Lanjutnya.

Tangan Tuan Ken mengepal keras. Ia marah sekali, tapi ia tahu ia tak punya kuasa disini. Di istana ini, Ayalah ratunya. Ya, ratu tanpa raja. Tapi, ia bisa mengatur semuanya dengan rapi hingga bisa menguasai sebagian wilayah Bogor, Bandung dan ibukota wisata lainnya. Tanpa bantuan siapapun.

******

Ya, Aya si gadis pemanah bercadar ini adalah seorang mantan mafia besar yang kini berubah menjadi pengusaha saham muslimah pertama sukses. Ia kelahiran Belanda-Indo. Begitu pula dengan adiknya, Emily. Ia lahir dan tumbuh besar di keluarga mafia yang cukup berkuasa. Sampai diumurnya yang ke 16 tahun, ayah kandungnya meninggal dan menyerahkan semuanya kepadanya.

Ia menjalankan wasiat itu dengan sungguh-sungguh meskipun umurnya masih tergolong sangat muda saat itu. Otaknya sangat cerdas mengatur berbagai strategi cerdik untuk mengalahkan kekuasaan musuh dan merebutnya untuk berganti kepemilikan.

2 bulan setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah dengan salah satu tangan kanan ayahnya, Kenneth Swift. Akan tetapi, dia tidak pernah menyukai pernikahan tersebut dan mulai membenci ibunya. Ia menghabiskan waktu di luar rumah dengan kudanya. Adiknya, Emily, ia kirim ke Belanda sampai nanti masa sekolahnya selesai.

Sejak ayahnya meninggal dan kerajaan bisnis mafia diwariskan kepadanya, ditambah pernikahan ibunya dengan asisten ayahnya yang selama ini ia anggap keluarga, sikap Aya semakin dingin. Senyum yang biasanya ia tunjukkan menghilang begitu saja. Aya bahkan membangun sebuah rumah untuknya sendiri. Saat itu, ia hanya berpikir bagaimana melanjutkan perjuangan ayahnya. Ia bekerja siang malam, mengatur siasat dan merealisasikan rencananya pada malam hari. Sampai akhirnya, kesuksesan itu datang. Aya dijuluki Killer Queen karena kemampuannya menggeser kekuasaan beberapa mafia besar di umurnya yang masih muda.

Sampai suatu hari, ia menemukan sebuah gubug kecil di hutan dekat perkotaan. Disana ada seorang anak kecil yang tengah menangis. Ia ingin tak peduli, tapi naluri kewanitaannya mendorongnya begitu kuat untuk turun dari kudanya dan kemudian memeluk anak itu.

"Kakak siapa? Kenapa peluk aku?" tanya anak itu ditengah sesenggukannya.

"Sekarang, aku kakakmu juga. Kamu gak sendirian ok? Ada aku disini." Jawab Aya lembut seraya membelai rambut anak itu.

Anak itu menahan tangisnya karena malu.

"Ayahku jahat! Aku punya banyak kakak, tapi,mereka jarang di rumah. Ibuku juga hampir membunuhku berkali-kali. Untung kakak-kakakku selalu datang. Tapi sekarang mereka selalu pergi. Aku selalu sendirian. Ka.. Ka.." Ujar anak itu terputus-putus.

"Aku disini. Mereka jahat tapi aku gak jahat. Tenang aja." Hibur Aya.

Setelah 30 menit berlalu, anak itu berhenti menangis dan mulai tersenyum lagi.

"Kakak cantik. Aku mau ke surga. Kita bareng yuk." Ajak anak itu tiba-tiba.

"Aku mau ke surga sama kamu.. Tapi, gimana caranya?" Sahut Aya untuk menghibur hati bocah ini.

Anak itu tersenyum mendengar kakak barunya begitu antusias. Ia lalu menunjukkan sebuah foto.

"Aku mau mamaku seperti ini. Tapi, mama pergi dan gak pernah kembali. Sekarang, aku punya kakak. Kakak mau kan?" Pinta anak itu.

Aya mengambil foto itu. Ia terperanjat ketika melihatnya.

"Aku.." Aya ingin menolak tapi, melihat wajah anak itu, ia merasa tidak tega.

Tiba-tiba, anak itu mengerang kesakitan. Ia terlihat kesulitan bernafas. Matanya melotot.

"Hei, kamu kenapa, bocah?" Tanya Aya khawatir. Anak itu tak bisa menjawab karena sulit bernafas.

"K.. Ka.."

Aya menggendong anak itu dan membawanya keluar dari hutan.

"Bawa mobil ke rumah sakit Kasih Jaya. Saya kasih lokasinya. Cepat! Apa? Saya gak mau ketemu Ken. Mau mati kalian? Buruan!"  Perintahnya lewat telpon dengan nada panik.

Anak itu semakin kehilangan kesadarannya. Argh.. "Atha!" Serunya memanggil kudanya.

Dan hanya butuh beberapa menit untuk kudanya datang.

Tapi, nanti banyak yang melihatku. Gimana ini... Batinnya bingung. Karena ia tak ingin orang-orang mengetahui keberadaannya untuk sementara.

Ah, tadi anak ini memberikannya sebuah kerudung dan sebuah kain panjang usai memberi foto. Ia segera mengenakannya dan langsung berangkat mengantar anak itu kerumah sakit menggunakan kudanya.

Selama diperjalanan dan sesampainya dia di rumah sakit, semua mata itu menatapnya aneh karena kendaraan yang ia gunakan dan juga wajahnya yang tertutup kain hitam. Tidak ada yang mengenali Aya Smith dengan wajah tertutup seperti itu. Namun, ia tak peduli dengan tatapan-tatapan aneh yang ditujukan kepadanya, justru ia merasa bersyukur. Berarti penyamarannya sukses. Aya segera memberikan anak itu kepada para perawat.

"Urus dia. Kalau terjadi apa-apa, kubuat rumah sakit ini bangkrut." Suruhnya. Para perawat memandangnya aneh. Siapa dia? Berani-beraninya mengancam rumah sakit terkenal seperti ini. Tanya mereka dalam hati. Ketika para perawat tersebut ingin membawa anak itu, Aya menahannya.

"Tunggu, dimana dokter Zian? Aku mau dia yang mengurus anak ini." Tanya Aya.

"Dokter Zian hanya melayani pasien yang langsung mengurus registrasi." Jawab mereka angkuh, tak mengenal siapa lawan bicaranya.

"Oh.." Gadis itu menjentikkan jarinya dan dalam sekejap datanglah orang-orangnya yang sudah tiba sebelum Aya sampai.

"Cek," Ucapnya enteng. Salah seorang dari mereka menyerahkan sebuah buku kwitansi. Ia menulis dan kemudian menyobek kertasnya.

"Ini, serahkan pada kasir." Aya menyerahkan cek tersebut pada anak buahnya.

"Nona Aya, anda disini. Apa yang perlu saya lakukan untuk anda?" Dokter Zian sigap bertanya.

"N.. Nona.. A... A.. Aya?" Mereka gemetar ketika tahu siapa yang ada dihadapan mereka.

Mata gadis itu memandang para perawat sombong tadi. Lalu, tersenyum licik.

"Pecat mereka. Panggil perawat lain dan urus anak ini." Ucapnya enteng.

"Baik nona." Sahut dokter Zian patuh.

"Tolong dokter jangan dok.." Pinta mereka memelas kepada kepala dokter tersebut.

"Apa perlu kami urus?" Tanya salah satu guardnya.

"Bawa mereka ke panti jompo. Ada pekerjaan untuk menghilangkan sifat sombong mereka disana. Antar dengan selamat. Sampai lecet sedikit, kalian berurusan denganku. Mengerti?"

Mereka menunduk lalu pergi. Aya tidak beranjak darisana. Ia menunggu anak itu sampai dokter selesai memeriksanya. Dokter Zian memberitahu bahwa anak itu memiliki alergi parah terhadap debu. Dan juga, ada beberapa luka berat akibat pukulan di badan anak itu yang menyebabkan beberapa trauma.

"Urus dia sampai sembuh. Katakan pada keluarganya kalau mereka datang," Gadis itu melangkah meninggalkan ruangan Dokter Zian.

"Kalau mereka tidak mengurus anak ini dengan benar, akan kubuat mereka akan mengurus kuburan mereka sendiri." Katanya tegas. Tatapan miliknya sangat mengerikan sampai dokter Zian menunduk karena takut.

"Baik nona."

Ia memandangi sekitarnya yang barusan menatapnya aneh. Matanya memberi isyarat kepada salah seorang diantara mereka yang merupakan mata-matanya dan orang itu mengangguk. Setelah itu, Aya berjalan menghampiri kudanya.

Bruk! Ia menabrak seseorang.

"Im sorry, pardon me, oh.. Saya minta maaf telah menabrakmu. Maaf sekali. Apa ada yang luka?" Orang itu berkali-kali meminta maaf.

"Hei.. Stop! Im okay. Saya juga minta maaf karena tidak memperhatikan jalan." Sahut Aya hampir tak bisa menahan tawanya melihat tingkah orang ini. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sejak lama.

"Ok nona,.. Maafkan aku. Aku harus menemui adikku yang katanya masuk sini." Pamitnya tanpa menatap Aya dan langsung melesat ke bagian resepsionis.

"Oh, jadi dia." Gumam Aya.

Ia menaiki kudanya dan melaju kudanya kembali ke hutan. Sesampainya disana, ia mengambil foto yang diberikan anak tadi kemudian kembali kerumahnya.

Aya memanggil asisten kepercayaannya lalu menyuruhnya menulis penyerahan semua hartanya untuk beberapa panti asuhan dan panti jompo. Meski asisten cukup terkejut tapi ia tetap melakukannya. Setelah surat itu tertulis, ia berkutat di depan komputernya.

"Kamu lihat perusahaan-perusahaan disini? Perusahaan saham dan real estate. Ambil alih semuanya. Atas namakan dengan nama saya. Putus semua relasi dari Ken dan ibu saya. Mengerti?" Suruhnya lagi.

"Tapi nona.. Kita harus mulai dari awal lagi." Kata asistennya. "Keluarga anda akan menentang perbuatan anda ini."

"Aku tidak peduli. Sampaikan juga pada guard yang bekerja disini, jika mereka mau bertahan bekerja dengan ku, aku akan berikan fasilitas yang lebih dari ini. Tapi, jika mereka mau keluar, berikan uang tadi untuk mereka juga. Mengerti?"

"Baik nona."

Beberapa hari setelah itu, beberapa real estate, perusahaan saham dan perusahaan lainnya menandatangi kontrak bisnis dengan Aya. Bukan karena paksaan seperti yang dilakukannya dulu, tapi para pengusaha ini sangat mempercayai kemampuan gadis itu dari sejak ayahnya mengajak dirinya ke perusahaan. Bakat Aya terlihat mumpuni meski masih begitu muda.Tanpa diminta atau dipaksa, mereka akan senang hati bekerja sama dengan bos muda ini. Aya juga memutus kontrak dengan semua bisnis ilegal yang berhubungan dengannya selama dirinya menjadi mafia. Tentunya hal ini tidak disambut ramah, apalagi mereka tidak kalah kuat dari Aya. Tapi, tetap saja, hal ini tidak membuat Aya mundur.

Memang harus memulai semuanya dari awal, namun itu bukan masalah bagi gadis cerdas seperti Aya.

"Kamu gila, huh? Kamu serahkan semua harta kita yang telah bertahun-tahun kita perjuangkan?" Protes Tuan Ken membuat gadis itu naik pitam.

"Kita? Kamu bilang kita?" Gadis itu mengambil pistol dan menembak tepat di dekat telinga kiri tuan Ken.

"Aku berjuang sendiri dan kamu hanya duduk santai dengan wanita ini, oh maaf.. 'Ibuku'. Padahal, kamu hanya anak buahku yang beruntung menikah dengan wanita yang melahirkan ku. Kenapa kamu sombong sekali, tuan Ken? Apa perlu kuurus surat cerai mu saat ini juga?" Ancam Aya serius.

Matanya beradu pandang dengan mata ayah tirinya yang penuh dengan amarah.

"Jangan sayang, Mama mohon. Stop.." Pinta Nyonya Neira memelas.

"Okey, tapi urus suamimu dengan benar, mom. He never be too important for me. I can throw him out whenever I want. Mengerti?" Tegas Aya.

Mata Ken tidak berhenti memandang putri tirinya itu. Istrinya segera membawa Ken ke kamar untuk menenangkannya. Sedangkan Aya, ia menyuruh asistennya untuk menemaninya pergi.

Mereka pergi menuju sebuah pondokan tempat mengaji. Meski sudah mengenakan hijab dan cadar, Aya masih belum bersyahadat.

"Anda yakin nona?" Tanya Sunny, asistennya.

"Ya, kamu boleh rahasiakan ini atau tidak. Itu terserah kamu." Jawab Aya yakin.

2 menit kemudian, ia keluar dari pondokan itu. Ia sudah menjadi muslimah. Semua ini ia lakukan untuk anak itu. Dia  menyadarkan dirinya dari kegelapan yang masih menyelimutinya. Ia baru menyadari bahwa selama ini ia terkurung dalam sisi negatifnya.

Dan hanya butuh waktu 4 tahun, Aya telah mendapatkan kembali kekayaannya yang dulu ia korbankan untuk berubah. Bahkan sekarang ia bisa menguasai sebagian kota wisata. Dia masih mengingat anak itu tapi ia tidak pernah menemukannya lagi. Sejak kejadian di rumah sakit itu, ia tak pernah bertemu anak itu. Namun, ia merasa sangat berterimakasih. Karena anak itu telah mempertemukan nya dengan sebuah ketenangan yang tak pernah ia rasakan selama ini.

*****

Wanita paruh baya itu menatap suaminya yang sedang kesal saat ini. Ia menggenggam tangan Ken.

"Berhenti seperti itu, bodoh. Dia bisa mengeluarkanmu dari sini. Dia gadis cerdas. Jika kamu menipunya, dia akan menipumu balik sampai kau lupa yang mana ilusi dan kehidupan. Jika kamu menantangnya, dia akan menantangmu balik sampai kau berharap lebih baik mati." Ujar Neira.

"Kenapa dia sangat membenciku, Neira? Apa salahku?" Gumam Ken sendu.

"Apa karena saat itu aku mempermasalahkan tindakannya undur diri dari mafia?"

"Gadis itu saja membenciku yang merupakan ibu kandungnya. Bagaimana ia bisa mencintaimu sebagai ayah tirinya?" Jawab Neira pelan.

"Dia menganggapku berselingkuh denganmu sebelum ayahnya meninggal karena kita menikah 2 bulan setelah kematian ayahnya. Menurutmu bagaimana?" Lanjut Neira.

"Dia masih tidak bisa menerimanya? Adiknya saja sudah memanggilku daddy sejak kita menikah," Ken terkejut dengan penjelasan istrinya.

"Mereka berbeda, Ken. Berbeda 360 derajat. Emily bukan anak yang begitu keras menerima pernikahanku denganmu. Bahkan dia mendukungku. Karena dia butuh sosok ayah. Tapi, Aya, bukan hanya membenci pernikahan kita, bahkan dia juga menjauhkan Emily dari kita. Harus ku perjelas perbedaan mereka, Ken?"

Laki-laki paruh baya itu menghembuskan nafas berat.

"Soal penampilannya yang sekarang, aku tidak mempermasalahkannya. Aku hanya takut dia berurusan dengan teroris atau semacamnya." Kata Tuan Ken gusar.

"Sudah kubilang dia gadis cerdas. Tidak mungkin ia berurusan dengan yang kamu khawatirkan itu. Dia juga mantan mafia. Dia pasti tau akibatnya." Hibur Neira.

Mereka berpelukan. Untuk menenangkan satu sama lain. Mereka tergores luka yang sama. Dibenci oleh anak mereka selama bertahun-tahun. Tanpa mereka sadari, sepasang mata memandang mereka dingin. Meskipun begitu, terlihat sedikit percikan rindu pelukan orangtua yang telah lama hilang darinya.

Andai mereka tahu, hati anak itu tengah melawan rasa bencinya. Dan selama proses itu berjalan, orang yang paling dia sayangi pun takkan mampu meluluhkan rasa itu dari hatinya.