Chereads / I am a survivor / Chapter 18 - Is this Love?

Chapter 18 - Is this Love?

Di malam hari, Yun Hee sedang menuju paviliun ketika ia melihat Cho Joo-Won berjalan ke arah lain. Laki-laki itu sepertinya tidak melihatnya, karena Joo Won berjalan agak tergesa-gesa tanpa melihat sekelilingnya sama sekali.

Setelah beberapa menit mengikuti di belakang, ekspresi Yun Hee berubah dan alisnya sedikit berkerut. Dari kejauhan, ia bisa melihat asrama wanita dengan deretan jendela dan lampu yang mati, menyatu dengan kegelapan malam. Mata Yun Hee masih mengikuti Joo Won sampai bayangannya hilang di dalam gedung.

Melangkah mendekat, Yun Hee berdiri di depan pintu masuk dengan cahaya lampu yang memancar dari bagian atap, menimbulkan bayangan di tanah. Ia berdiri dengan ragu-ragu, seperti sedang mempertimbangkan apakah harus masuk atau tidak. Dalam cahaya redup, Yun Hee melihat deretan pintu kamar yang tertutup dari kedua arah. 

Terlepas dari keraguannya, rasa ingin tahu Yun Hee ternyata lebih besar dan ia memutuskan untuk melangkah masuk. Melewati deretan kamar, ia dapat melihat bahwa sebagian besar ruangan sudah gelap, yang menandakan semua orang sudah beristirahat. Langkahnya kemudian berhenti di satu ruangan yang menonjol dengan cahaya lampu keluar dari celah bawah pintu.

Yun Hee menatap kamar tersebut dan matanya tertuju ke pintu besi di hadapannya. Dari posisinya, ia tidak bisa mendengar dengan jelas suara yang ada di dalam, hanya saja dari siluet yang bergerak, Yun Hee bisa menyimpulkan kalau ada dua orang di kamar. Namun, itu pun tidak memberikan banyak informasi tentang siapa yang sebenarnya bersama dengan Bibi Im Ran.

Merasa seperti orang bodoh yang berdiri mematung di sana, Yun Hee mulai menertawakan dirinya dalam hati. Sebenarnya apa yang ia khawatirkan? Tidak ada alasan untuk khawatir. Lagipula apa yang bisa terjadi? Dan bahkan jika terjadi sesuatu, para Bibi yang lain pasti akan datang membantu Bibi Im Ran lebih dulu, dibandingkan menunggu kehadiran Yun Hee.

Menggelengkan kepala menyadari kekonyolan yang baru saja dilakukannya, Yun Hee mendesah pelan sambil melangkah kembali ke arah pintu masuk. Saat ia mengambil langkah pertamanya, lampu di kamar Bibi Im Ran tiba-tiba mati dan suara teriakan terdengar. Mata Yun Hee melebar dan ia dengan cepat berbalik, kedua tangannya terangkat menggedor pintu dengan keras sampai membuat penghuni lain keluar dari kamar dan menatapnya bingung.

"SIAPA YANG BERANI MENGGEDOR PINTU KAMARKU !!" Teriakan Bibi Im Ran terdengar lebih keras dari yang tadi, diikuti dengan terbukanya pintu kamar dengan kasar. Wanita paruh baya itu sudah bersiap memaki siapapun yang ada di balik pintu, namun ekspresinya melembut saat melihat siapa yang berdiri disitu, "Yun Hee ah~, apa yang kau lakukan disini?"

Ruangan itu sekarang terang benderang, menyinari sosok yang ada di dalam sana. Cho Joo-Won berdiri tegak di belakang Bibi Im Ran dan menatap Yun Hee yang ada di ambang pintu. Matanya kemudian beralih ke sekelompok orang yang sudah berkumpul dengan ekspresi penasaran. Sebelum Joo Won sempat mengucapkan sesuatu, suara Yun Hee sudah menyela lebih dulu.

"Cho Joo-Won, apa yang kau lakukan di situ!" Suara Yun Hee yang tidak kalah tinggi dengan suara Bibi Im Ran, mengejutkan semua orang.

Meski Joo Won tidak mengerti apa yang sedang terjadi di sana, ia mendekat ke pintu dan suaranya tetap tenang saat membalas Yun Hee. "Apakah kau mencariku?"

Melihat kemungkinan terjadi kesalahpahaman, Bibi Im Ran membantu Joo Won menjawab. "Aku meminta supir Cho untuk mengecek ponselku yang rusak."

Bibi Im Ran menyingkir ke sisi pintu, membiarkan semua orang melihat meja kayu pendek di bagian tengah ruangan dimana komponen elektronik kecil berserakan. Ponsel yang rusak juga terlihat dalam keadaan terbuka seperti sedang diutak-atik.

Perlahan Yun Hee mulai mengutuk dirinya sendiri karena begitu emosional tadi. Berdehem sejenak, ia memutuskan untuk melanjutkan interogasi, namun dengan suara yang lebih pelan, "Lalu kenapa lampunya dimatikan?"

"Ah.. itu.." Bibi Im Ran mengambil bola lampu yang sama dengan yang menyala di atap kamarnya dari tangan Joo Won dan menunjukkan kepada Yun Hee, "Aku juga meminta supir Cho untuk mengganti bola lampu lama ini dengan yang baru."

Yun Hee terus menyadari kesalah pahamannya. "Lalu.. kenapa Bibi berteriak saat lampu dimatikan?" 

Bibi Im Ran mengangkat alis, "Berteriak? Aku tidak berteriak. Apakah kalian mendengar teriakanku?" tanya wanita itu kepada orang-orang yang masih disana memperhatikan mereka dan menggelengkan kepala.

"Tidak mungkin, aku mendengarnya dengan jelas di depan sini."

"Apa yang kau dengar?" tanya bibi Im Ran langsung dan membuat Yun Hee berpikir keras. Kemudian Bibi Im Ran menyipitkan mata, "Jangan-jangan sejak tadi kau berdiri di sini?" 

"Untuk apa aku berdiri disini?!"

"Lalu, apa yang kau lakukan di sini malam-malam?"

Yun Hee menekan kedua bibirnya agar terkatup rapat, berusaha menahan kata-kata yang akan keluar dari mulutnya. Sekarang ia tidak boleh banyak bicara, karena semakin berbicara, kata-katanya semakin terdengar tidak masuk akal. Ditambah melihat bagaimana Bibi Im Ran dengan mudah menjawab semua pertanyaannya, membuat nyali Yun Hee menjadi ciut, seperti anggur yang jatuh dari pohon dan siap untuk diinjak.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kau tahu Supir Cho ada di sini?" Perasaan wanita paruh baya itu mengatakan ada yang tidak beres. "Apakah kau mengikutinya?"

Yun Hee merasa kepanikan mulai menguasainya, ditambah dengan tatapan menyelidik Bibi Im Ran, kepanikan itu menjadi nyata. Berdeham sejenak, ia berkata. "Sebenarnya ada sesuatu yang ingin kubicarakan, tapi mengingat keadaan sudah seperti ini, lain kali saja."

Yun Hee langsung berbalik untuk menyelamatkan diri, namun ternyata lorong kosong itu sudah penuh dengan orang-orang yang menatapnya. Ekspresi mereka bermacam-macam, mulai dari rasa ingin tahu hingga geli. Menarik nafas dalam, Yun Hee berusaha untuk tetap tenang, meski bisa merasakan panas di pipinya saat berjalan melewati kerumunan.

Setelah keluar dari gedung, Yun Hee mulai menambah kecepatan kedua kakinya yang berlari menyusuri jalanan gelap di depan tanpa melihat ke belakang sama sekali. Wajahnya memerah dan ia menggertakan gigi menahan rasa malu.

Astaga, sungguh memalukan! Bagaimana mungkin seorang Oh Yun-Hee melakukan hal seperti itu? Apakah ia sudah gila? Atau ia terlalu banyak menghayal, bermimpi atau ...

"Kau mencariku?" Sebuah suara terdengar. Tanpa perlu menoleh ke samping, Yun Hee sudah bisa menebak siapa yang ada disitu.

"Tidak."

"Kau mencari Bibi Im Ran?"

"Tidak."

"Apakah kau mencari Yun Na?"

"Tidak."

"Kau mengkhawatirkanku?"

"O.."

Joo Won langsung menahan tangan Yun Hee, "Apa katamu?"

Gadis itu tidak bisa menggerakkan kakinya lagi karena tenaga Joo Won jauh lebih besar darinya. Menyadari tidak bisa berlari lagi, Yun Hee memilih menundukkan kepala sambil mengatur nafas yang terengah-engah dan menghindari kontak mata dengan Joo Won.

Mendekati Yun Hee, ia mengencangkan pegangan nya di bahu gadis itu hingga akhirnya mereka berdiri saling berhadapan. "Aku tidak menyangka, kau orang yang sangat jujur."

"Aku memang orang yang jujur," Yun Hee mengangkat kepala, tapi karena tubuh Joo Won yang tinggi dan jarak mereka yang terlalu dekat, Yun Hee harus menyandarkan leher ke belakang untuk melihat wajah laki-laki itu dengan jelas. Tiba-tiba ia tersadar betapa kecil tubuhnya dibandingkan dengan Joo Won, bahkan kepalanya hanya sebatas dada laki-laki itu.

"Kau menyukaiku?"

Pertanyaan itu membuat Yun Hee terdiam. Raut wajahnya berubah dan matanya agak melebar, tidak menyangka Joo Won akan bertanya seperti itu. Ia baru akan membantah, ketika melihat bibir Joo Won melengkung membentuk senyum tipis dan matanya bersinar jahil. Sebuah ide tiba-tiba muncul di kepala Yun Hee, "Aku akan menjawab kalau kau melepaskanku."

Pegangan tangan Joo Won perlahan mulai longgar di lengan Yun Hee, memberikan harapan kepada gadis itu untuk melarikan diri. Namun, sebelum Yun Hee sempat bertindak, dalam satu gerakan cepat Joo Won sudah meletakkan tangannya di punggung gadis itu dan mendorong tubuh Yun Hee ke arahnya. Kini tidak ada lagi jarak diantara mereka, kedua mata Joo Won tertuju pada Yun Hee, rasanya seperti sedang menyusup ke dalam jiwa gadis itu.

Jantung Yun Hee berdebar kencang saat membalas tatapan Joo Won yang dalam. Tangan laki-laki itu di punggungnya terasa hangat dan menenangkan, hampir seperti pelukan. Ia bisa melihat tekad di mata Joo Won saat mendorongnya lebih dekat, ditambah Yun Hee juga merasakan sesuatu yang menariknya semakin dekat kepada laki-laki itu.

"Aku masih ingat beberapa hari yang lalu, seseorang menciumku."

Yun Hee melotot dan mengangkat kedua tangan untuk menutup mulut Joo Won, "Kau sudah gila mengatakan hal seperti itu di sini?"

Joo Won menurunkan tangan Yun Hee, "Bukankah tadi kau bilang, kau orang yang sangat jujur?"

"Kita sedang membicarakan dua hal yang berbeda." Jawab Yun Hee langsung, masih dengan kedua mata yang besar menatap Joo Won, "Lagipula, aku hanya mengabulkan permintaanmu karena sudah membantuku."

Joo Won mengangkat alis dan raut wajahnya agak kecewa, "Benarkah?"

Yun Hee menganggukkan kepala beberapa kali seperti anak ayam yang sedang menggigit biji jagung. Namun, tidak tahu apakah karena goncangan hebat di kepalanya atau karena perkataan Joo Won, tapi suara lain muncul dan membuatnya tersadar. "Kau.. Kau.. Bukankah kau sedang mabuk hari itu?"

Joo Won hanya tertawa sesaat dan mengusap punggung Yun Hee mencoba menenangkan keterkejutannya. "Saat itu aku bertanya-tanya kenapa kau begitu berani menciumku. Ternyata, kau mengira aku akan melupakan semuanya setelah sadar."

Yun Hee mulai panik dan suaranya terbata-bata, "Malam itu.. Itu hanya.. Karena untuk mengabulkan permintaanmu, bukan keinginanku."

Dalam kegelapan, Joo Won bisa menebak wajah gadis itu yang berubah merah seperti tomat, serta mendengar nafasnya yang pendek karena kesal. Bukannya merasa bersalah, Joo Won justru merasa lucu melihat tingkah Yun Hee yang hanya berani menerima setengah resiko dari kejujurannya. "Setahuku kau bukanlah orang yang mudah dipaksa. Meski aku memberikan berbagai macam alasan, jika kau tidak menginginkannya maka kau tidak akan melakukannya."

Alis Yun Hee berkerut dalam. Apa-apaan ini? Kenapa Joo Won malah membalikkan keadaan seolah dirinya yang ingin mencium laki-laki itu? "Pokoknya kita berdua sedang mabuk saat itu dan aku tidak ingat apa yang terjadi."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita melakukannya sekali lagi untuk mengembalikan ingatanmu?"

"Tidak mungkin kita melakukannya di sini!" Yun Hee terlalu sibuk melirik ke kiri dan ke kanan, sehingga tidak menyadari apa yang dikatakannya. Gadis itu tampak waspada, memastikan tidak ada seorang pun yang melihat mereka berdua.

Namun, berbeda dengan Joo Won yang mendengar jawaban itu, mata hitamnya berubah menjadi semakin dalam seperti dasar samudera yang misterius. Tiba-tiba ia mendorong tubuh Yun Hee menempel di pohon lalu menurunkan wajah, membiarkan gadis itu merasakan hembusan nafasnya yang dingin. "Anggap saja karena kau tidak ingat, maka permintaan itu tidak dihitung. Jadi, kali ini, kau harus mengingatnya dengan jelas."

Memiringkan kepala ke samping, Joo Won menempelkan bibirnya ke Yun Hee. Sesaat ia bisa merasakan ketegangan di tubuh gadis itu saat bibir mereka bertemu. Perlahan Joo Won mencoba menggerakan bibirnya untuk memperdalam ciuman dan membuka bibir Yun Hee dengan mulutnya. Tapi, gerakannya terhenti sejenak ketika ia menyadari bibir Yun Hee juga ikut bergerak. Joo Won kemudian sadar bahwa ingatan samar-samar di paviliun malam itu bukan hanya mimpi. Mereka berdua ternyata benar-benar melakukannya, bukan hanya satu orang, tapi keduanya saling merespon satu sama lain.

Pelukan Joo Won pada tubuh Yun Hee semakin erat, seperti kepompong yang hangat dan nyaman. Bibir mereka saling bertautan seperti tarian yang penuh gairah, memicu percikan listrik yang menjalar ke seluruh tubuh. Saat itu, Yun Hee merasa kesadarannya melayang ke bulan yang bersinar terang di atas mereka dan anehnya ia tidak merasa takut sama sekali.

Laki-laki ini, meski Yun Hee sudah berusaha menjaga jarak, tapi ia terus kembali kepada Cho Joo-Won. Seolah mereka berdua terikat oleh sesuatu yang tidak terlihat. Apakah ini yang dinamakan takdir? atau mereka sedang dipermainkan oleh takdir?

***