Chereads / I am a survivor / Chapter 24 - Goodbye my love

Chapter 24 - Goodbye my love

Joo Won menarik napas panjang dan bersandar di kursi, tenggelam dalam kenangan hari itu. "Aku masih bisa merasakan kegembiraan saat mengetahui mereka akan membawaku ke suatu tempat rahasia untuk merayakan ultang tahunku," kenangnya. "Mereka juga menjanjikan akan memberikanku banyak hadiah."

Yun Hee memperhatikan wajah Joo Won, pancaran cinta dan kekaguman di tatapannya terlihat jelas, seolah laki-laki itu sedang bernostalgia bersama dengan orang yang ada di kenangan tersebut.

"Saat kami berada di tengah perjalanan, suara pilot tiba-tiba terdengar memberitahukan adanya masalah pada helikopter. Ayahku langsung bertindak, mencari parasut darurat yang seharusnya disimpan di bawah kursi kami. Namun, seperti sudah direncanakan, parasut yang tersisa hanya satu. Tanpa ragu, ayahku mengikatkannya ke tubuhku lalu mendorongku keluar dari helikopter." Suara Joo Won bergetar saat ia melanjutkan, "Semuanya terjadi begitu cepat, suara ledakan besar terdengar dan mengubah segalanya menjadi abu."

Yun Hee bisa merasakan kesedihan yang sangat membebani pundak Joo Won. Ia mengulurkan tangan dan dengan lembut meletakkan tangannya di bahu Joo Won, "Orang tuamu sudah melakukan semua yang mereka bisa. Mereka adalah orang tua yang hebat."

Joo Won menatap Yun Hee, suaranya berat. "Belakangan ini, ketika aku mengingat kembali kejadian itu, aku merasa sangat bersyukur telah dilahirkan sebagai anak mereka di kehidupan ini. Meski hanya tiga belas tahun, setiap kenangan yang kumiliki tentang mereka dipenuhi dengan kehangatan dan cinta." 

Yun Hee tersenyum tipis. "Lalu, setelah itu kau bertemu dengan kakekku?"

"Ya. Aku masih ingat ekspresi di wajahnya saat menemukanku di padang rumput," kali ini suara Joo Won terdengar agak ceria. "Dia membawaku ke rumah sakit militer dan merawatku dengan baik hingga kondisiku stabil."

Joo Won tersenyum mengingat kejadian itu, "Tahukah kau apa yang kakekmu katakan saat itu?" Tanpa menunggu jawaban Yun Hee, Joo Won melanjutkan. "Dia mengatakan aku anak yang beruntung dan berani."

Yun Hee bisa membayangkan kakeknya mengenakan seragam militer lengkap dan kacamata hitam dengan ekspresi tegas. Namun di balik keseriusannya, ia tahu orang tua itu memiliki hati yang baik dan akan memberikan pujian yang tulus kepada orang yang memang pantas mendapatkannya.

Joo Won mulai berbicara menirukan Oh Tae-Won. "Jangan takut. Karena aku di sini, kau akan baik-baik saja. Tetaplah berada di sampingku." Mata Joo Won yang jernih menatap Yun Hee, "Kau tahu betapa berartinya kata-kata itu bagiku? Bahkan sampai akhir hidupnya, aku masih terus berpegang dengan janji itu."

Joo Won terdiam beberapa saat. "Aku tidak pernah menyangka janji itu pada akhirnya akan ditukar dengan nyawanya." Wajah Joo Won penuh penyesalan, "Aku tahu tidak ada kata-kata yang bisa menghapus kesedihan karena kehilangan orang yang kau sayangi. Tapi aku benar-benar minta maaf. Kalau saja aku bisa memutar kembali waktu, aku akan menukar apapun untuk berganti posisi dengannya pada saat itu."

Yun Hee memegang tangan Joo Won, "Bukankah kakekku juga orang yang kau sayangi? Itu berarti kau juga ikut merasakan kesedihan yang kami semua rasakan." Air mata menggenang di bawah mata Joo Won. "Bahkan, waktu yang kau habiskan bersama kakekku selama tujuh belas tahun jauh lebih panjang daripada waktu yang kau habiskan bersama orang tuamu sendiri."

Yun Hee mempererat genggamannya seolah memberikan dukungan pada Joo Won, "Jadi bagiku, hubungan kalian jauh lebih kuat dan dekat dari siapa pun. Tidak ada yang salah disini. Entah itu kau, orang tuamu atau kakekku, kalian hanya berusaha melindungi orang yang kalian cintai dengan hidup kalian."

Joo Won menundukkan kepalanya di bahu Yun Hee dan air mata jatuh membasahi pipinya.

Suara isak tangis Joo Won memecah kesunyian malam. "Aku yakin kakekku sudah mengetahui resiko dari tindakannya." Yun Hee berbisik di samping telinga Joo Won, membiarkan laki-laki itu bersandar padanya, "Tapi, dia tetap memilih untuk maju. Ini membuktikan bahwa dia telah memutuskan bahwa kau memang layak diperjuangkan meskipun itu berarti harus mengorbankan nyawanya."

Perlahan emosi mulai membanjiri Yun Hee. Angin bertiup melalui pepohonan, membawa serta aroma manis bunga. Cahaya bulan memantulkan air mata yang juga jatuh di wajahnya. "Orang pertama yang harus kau maafkan lebih dulu adalah dirimu," katanya pada Joo Won dan juga dirinya sendiri, kata-kata itu bergema dalam keheningan di sekelilingnya.

Yun Hee menghela nafas panjang, berusaha melepaskan segala rasa sakit dan penyesalan yang selama ini menahannya. Dan mulai sekarang, ia akan menjalani kehidupan yang bebas dari beban masa lalu.

"Lalu, bagaimana dengan kita?" Joo Won memecah kesunyian setelah mereka berdua sudah lebih tenang dan duduk kembali di kursi sambil memandangi langit gelap tanpa bintang. "Aku sudah berbohong padamu." Pengakuan itu menggantung di udara.

Yun Hee menurunkan pandangan ke depan, matanya seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Mengamati ekspresi gadis itu, Joo Won tidak bisa menyimpulkan apakah Yun Hee sudah memaafkannya atau belum.

"Setelah semua yang terjadi, aku perlu waktu untuk menata hidupku kembali."

"Aku akan berada di sisimu melalui semua ini." Kata Joo Won cepat sambil menoleh ke arah Yun Hee.

"Ini tidak ada hubungannya denganmu, kau tidak bertanggung jawab apapun terhadapku." Nada suara Yun Hee tanpa emosi, tapi penuh keseriusan. "Ini adalah hidupku, aku bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikannya."

"Oh Yun-Hee.."

"Aku ingin menjadi gadis yang kuat, mampu menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa perlu bergantung sepenuhnya pada orang lain. Aku ingin bisa menjadi seseorang yang bertanggung jawab atas keputusan yang kuambil dan melindungi orang-orang yang kusayangi." Katanya tegas seolah tekadnya sudah bulat.

"Aku akan selalu berada di sampingmu, kau bisa bersandar padaku dan memanfaatkanku sesukamu. Aku akan membereskan apapun masalah yang muncul dan mengganggumu, kau hanya perlu duduk tenang tanpa rasa khawatir."

"Apakah kau seorang mafia, seperti Hwi Yong-Jae?" seru Yun Hee tidak suka mendengar Joo Won mengatakan hal seperti itu. "Kau adalah Kapten Angkatan Laut Republik Korea, sama seperti kakekku. Dan kakekku tidak melakukan hal kotor seperti itu."

"Aku bisa melepaskan semuanya untukmu."

Yun Hee mengerutkan alis, kali ini ia tidak berusaha menyembunyikan emosinya, "Jika kau melepaskan karirmu demi aku, lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini? menjadi pembantuku? pesuruhku? supirku?"

"Aku bersedia melakukan apa pun untukmu."

Yun Hee merasakan kemarahan mulai menguasai dirinya. "Begini caramu membalas pengorbanan orang tuamu dan kakekku? Menghabiskan hidupmu hanya menjadi pelayan Yun Hee?"

Joo Won terdiam beberapa saat, namun tatapan dan suaranya kini berubah menjadi dalam. "Apakah ini caramu mendorongku agar keluar dari hidupmu?"

"Aku sedang mencoba mengejarmu, apa kau tidak melihatnya?"

Joo Won terlihat bingung.

"Aku ingin menjadi seseorang yang bisa berjalan di sampingmu." Ia menghela napas panjang, "Bukan kau yang harus berubah agar sesuai dengan standar hidupku, tapi aku yang harus berusaha mengejar ketinggalanku agar layak berada di sisimu."

"Sebenarnya kau tidak perlu melakukan itu, aku bisa menerima semua kekurangan dan kelebihanmu." kata Joo Won pelan, masih berusaha membujuk gadis itu.

"Jika kau terus yang berkorban untukku, maka saat kau tidak ada aku akan benar-benar hancur. Kalau Yun Hee yang dulu, mungkin tidak akan berpikir panjang dan langsung menyetujui keinginanmu. Tapi, Yun Hee yang sekarang mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap keluarganya, perusahaan, orang-orang yang bekerja bersamaku, rekan bisnisku dan masih banyak lagi. Mereka semua bergantung padaku untuk bertahan hidup, sekarang aku tidak hanya hidup untuk diriku sendiri tapi juga untuk mereka." Yun Hee mencoba memberikan penjelasan panjang lebar kepada Joo Won agar laki-laki itu mengerti apa yang sebenarnya ia pikirkan setelah kematian kakeknya.

"Dan sebelum aku merasa cukup kuat untuk bisa berdiri sendiri, aku tidak akan memikirkan kepentingan pribadiku. Aku harus mandiri agar bisa berlari ke tempatmu dan kakekku berada. Oleh karena itu, beri aku waktu."

"Berapa lama waktu yang kau butuhkan?" 

Joo Won nampaknya belum puas dengan penjelasan Yun Hee. "Selama itu, jika ternyata aku bertemu dengan gadis lain dan memutuskan untuk bersamanya, apa yang akan kau lakukan?"

Yun Hee tidak langsung menjawab dan berkata pelan, "Kalau itu terjadi, berarti kita tidak ditakdirkan untuk bersama. Aku akan menerima apapun keputusanmu."

Joo Won menunduk dan memejamkan mata, "Kenapa jawabanmu terdengar seperti menyerah sebelum perang dimulai."

Yun Hee tersenyum tipis, "Jadi kau akan mendukungku, bukan?" Saat melihat Joo Won akan menentangnya, Yun Hee menambahkan lagi, "Yang kubutuhkan saat ini hanya dukungan kalian agar aku bisa melewati semuanya. Saat kita bertemu nanti, aku ingin melihat versi Cho Joo-Won yang lebih baik dan seberapa jauh dia akan melangkah."

Meski masih terlihat ragu, Joo Won berusaha memahami keinginan Yun Hee. Mungkin setiap orang mempunyai cara berbeda untuk menjadi dewasa, sehingga Joo Won dan Yun Hee harus menanggung beban yang berbeda untuk bisa lebih menghargai hidup, "Baiklah." Kemudian Joo Won mengangkat sebelah tangan Yun Hee dan meletakkan di dadanya, "Aku akan menunggu Oh Yun-Hee menjadi wanita dewasa yang diinginkannya."

Yun Hee tersenyum puas mendengar kata-kata Joo Won.

"Satu hal yang harus kau ingat, bila kau merasa lelah atau membutuhkanku, aku akan selalu berada di tempat yang sama." 

Yun Hee menganggukkan kepala. "Sampai jumpa lagi Cho Joo-Won."

Memeluk Yun Hee erat-erat, ia mencoba merekam momen itu dan menyimpannya di tempat khusus di hatinya, "Aku bukan melepaskanmu, tapi aku menghormati keputusanmu. Aku membiarkanmu pergi karena aku sangat mencintaimu."

Memperkuat pelukannya, Joo Won memejamkan mata dan menyandarkan kepala di bahu Yun Hee, berusaha mencari kedamaian yang akan dirindukannya. "Kuharap waktu cepat berlalu sehingga kita bisa bertemu lagi."

Dengan hanya berpegang pada satu keyakinan itu, Yun Hee akhirnya bisa bertahan menghadapi tantangan apa pun di masa depan, karena ia tahu mereka akan bertemu lagi. Meskipun tidak terlihat, ia bisa merasakan Joo Won terus mengawasinya dari jauh, dan hal itu memberinya harapan untuk terus maju.

***

Tiga tahun kemudian

"Ini data terkait peluncuran wine minggu depan." Asisten Ahn meletakkan map hitam di atas meja dan membukanya di depan Yun Hee. "Meski masih ada sedikit kendala kecil, tapi secara keseluruhan semuanya sudah siap, tinggal menunggu hari peluncurannya."

"Bagaimana dengan para investor?"

"Undangan telah dikirim dan semua orang menjawab bahwa mereka akan hadir."

"Kru media?"

"Mereka semua juga akan hadir di pesta nanti."

"Para tetua?"

"Ada yang masih belum memberikan jawaban, tapi sebagian besar mengatakan pasti akan datang." Yun Hee mendengarkan penjelasan Asisten Ahn, namun matanya masih fokus membaca laporan yang di tangan.

"Anda sudah bekerja keras selama tiga tahun, tanpa satu hari pun libur. Tidakkah lebih baik mengambil waktu istirahat setelah peluncuran wine minggu depan?" Asisten Ahn adalah salah satu orang yang menemani Yun Hee setiap hari. Sehingga, laki-laki paruh baya itu memahami betapa pentingnya peluncuran wine ini bagi gadis itu. Namun, dirinya juga khawatir dengan kondisi kesehatan Yun Hee.

Gadis itu tidak mengatakan apa pun. Namun, kata 'tiga tahun' membuatnya bergeming. Waktu berlalu begitu cepat, sampai ia sendiri bahkan tidak menyadarinya. Sambil tersenyum pada Asisten Ahn, Yun Hee berkata, "Apakah istri Ajeossi mengomel karena harus bekerja lembur setiap hari?"

Asisten Ahn tertawa mendengar pertanyaan gadis itu. "Bukan istriku, tapi anak-anakku yang mengeluh."

"Bukankah mereka masih TK?"

Kali ini Asisten Ahn tersenyum penuh arti, "Tahun ini yang paling besar akan naik kelas empat, sedangkan yang kecil akan naik kelas tiga."

Yun Hee menganggukkan kepala mengerti, "Ternyata anak-anakmu sangat protektif."

"Itu semua karena kebiasaan, karena sejak kecil kami sekeluarga selalu makan bersama setiap pagi dan sore. Dan sekarang karena jam kerjaku lebih awal, mereka sarapan tanpaku, begitu juga dengan makan malam dan akhir pekan."

Yun Hee mengetukkan jarinya ke meja dan matanya melirik ke arah Asisten Ahn, "Haruskah aku mencari asisten tambahan untuk bekerja lembur dan di akhir pekan? Mendengar Ajeossi berbicara seperti ini membuatku merasa bersalah terhadap keluargamu."

"Yang Anda butuhkan bukan asisten tambahan, Direktur. Tapi, seorang teman hidup dan juga keluarga." Sahut Asisten Ahn langsung ke sasarannya. 

Yun Hee mendengus, "Ajeossi tahu aku sangat sibuk, aku bahkan tidak punya waktu untuk makan dan beristirahat, bagaimana mungkin mencari teman hidup? Apalagi berkeluarga."

Asisten Ahn menunjuk ponsel Yun Hee dengan dagunya. "Bukankah setiap hari Anda mendapat pesan selamat pagi dan semoga harimu menyenangkan dari seseorang?" Kali ini senyuman di bibir Asisten Ahn seolah memiliki makna tersembunyi, "Bukankah orang itu calon pendamping hidupmu, Direktur? Jadi, tidak perlu mencari lagi, Anda hanya perlu bertemu dengannya untuk membicarakan masa depan kalian."

Yun Hee menyipitkan matanya, menatap Asisten Ahn dengan curiga.

"Saya tidak pernah membaca pesan Anda, hanya menebak saja." Asisten Ahn mengangkat kedua tangan di depan dada. Sebenarnya ia hanya menggoda gadis itu, namun melihat respon Yun Hee, ia menjadi semakin yakin kalau tebakannya benar. "Saya menyadari hal ini, karena ketika Anda lelah atau bosan saat rapat, Anda akan membuka ponsel dan membaca beberapa pesan berulang kali. Tidak lama kemudian ekspresi wajah Anda akan berubah menjadi lebih baik dan senyuman akan muncul."

Yun Hee menatap Asisten Ahn dengan alis berkerut, bagaimana mungkin ia tidak menyadari kalau Asisten Ahn begitu memperhatikannya selama ini. Mengibaskan tangan, Yun Hee berkata lagi, "Sudahlah, tidak perlu membahasnya lagi." Menutup ruang untuk berdiskusi terkait topik ini. "Selain pesta peluncuran minggu depan, apakah ada informasi lain yang ingin dilaporkan?"

Asisten Ahn berdehem, lalu suaranya berubah serius. "Tadi, notaris Park Jeong-Woo datang dan mengantarkan surat ini."

Yun Hee membuka amplop putih yang diletakkan Asisten Ahn di atas meja.

"Menurut penjelasan notaris, salah satu isi wasiat dari Park Jeong-Woo adalah Direktur Park mengalihkan seluruh saham Yun Winery miliknya kepada Anda, Direktur Oh. Yang secara tidak langsung berarti Anda adalah pemegang saham terbesar di perusahaan ini."

"Bagaimana dengan Park Hyung-Shik?"

"Menurut informasi, tiga hari yang lalu Park Hyung-Shik dan ibunya meninggalkan Korea menuju Paris." Asisten Ahn menjelaskan informasi yang didapatnya dari informan mereka kepada Yun Hee, "Selain itu, semua aset dan properti sudah dijual, sehingga tidak ada lagi yang tersisa."

Yun Hee menghela nafas, "Siapa sangka kakek tua itu tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. Kupikir akan bisa melihatnya di acara peluncuran minggu depan."

"Tapi, dalam tiga tahun terakhir saya melihat banyak perubahan terjadi pada Direktur Park. Bukankah beliau adalah salah satu pendukung terbesar Anda dalam rapat dan di belakang layar selama beberapa tahun terakhir?"

Yun Hee menyadari hal itu, betapa Park Jeong-Woo telah banyak membantunya selama ini. "Aku merasa sangat berterima kasih padanya. Hanya saja, sepertinya aku terlambat mengatakannya."

"Meskipun Anda menyesalinya, tetap saja tidak bisa memutar kembali waktu. Yang bisa kita lakukan hanyalah mengatakan dan mengungkapkan perasaan kita kepada orang-orang yang masih hidup. Karena hanya mereka yang bisa mendengar dan merasakannya."

***