Suara ketukan pintu membangunkan Cho Joo-Won, ia mengerang pelan sambil memegang kepala yang sakit dan duduk di tempat tidur. Bibi Soon Ja masuk ke kamar sambil membawa nampan lalu meletakkannya di meja samping tempat tidur.
"Supir Cho, kau merasa lebih baik?" tanya Bibi Soon Ja cemas memperhatikan Joo Won menghabiskan air madu dan sup yang dibawanya. "Yun Hee memintaku untuk membawakan sarapanmu ke kamar hari ini, katanya kalian berdua minum cukup banyak kemarin."
"Ya, jauh lebih baik. Terima kasih Bibi." Melihat wajah Joo Won yang tidak lagi pucat dan tubuhnya sudah kembali bertenaga, Bibi Soon Ja merasa lega. "Yun Hee memintaku untuk memberitahumu bahwa dia tidak akan pergi ke kantor, jadi kau bisa beristirahat lebih lama. Dia hanya akan pergi mengantar Yun Na ke sekolah hari ini."
Namun saat Yun Hee dan Yun Na berjalan menuju pintu depan ke arah mobil, ternyata Cho Joo-Won sudah berdiri disana menunggu mereka. Beberapa saat kemudian, mobil melaju di jalanan kota Paju yang sepi ditemani sinar matahari pagi. Cuaca tampak cerah, cahaya hangat melewati jendela mobil membuat Yun Hee merasa harinya dimulai dengan sangat baik. Ia berharap sepanjang hari suasana hatinya akan terus membaik.
Yun Na menumpukan sikunya di lengan kursi penumpang di samping pengemudi. Ia meletakkan wajah di telapak tangan yang terbuka dan terus menatap Joo Won dengan kening berkerut seolah tidak puas melihat wajah laki-laki itu.
Cho Joo-Won menoleh ke samping dan tersenyum lebar, gadis kecil itu menatapnya dengan serius sejak mereka masuk ke dalam mobil. "Apa yang kau pikirkan?"
Yun Na mengangkat tangan dan mengarahkan jari kecilnya ke luka di wajah laki-laki itu. "Siapa yang berani mengganggumu? Apakah itu Yun Hee?" Ia menoleh ke kursi penumpang di belakang dan melihat kakak perempuannya sedang membaca sesuatu di iPad, lalu ia kembali ke Cho Joo-Won. "Atau Park Jeong-Woo? Park Hyung-Shik?"
Yun Hee mendengus pelan mendengar tebakan adiknya, "Dengan tubuhku yang sekecil ini, bagaimana mungkin aku bisa melukainya."
"Kalau begitu Park Jeong-Woo!" Seru Yun Na yakin dan tubuhnya langsung berdiri tegak di kursi.
Yun Hee menurunkan iPad dan berbicara dengan nada sinis, "Apakah orang jahat di dunia ini hanya Park Jeong-Woo dan Park Hyung-Shik?"
Seolah menyadari perkataan kakaknya, Yun Na menatap Joo Won lekat-lekat, "Katakan padaku siapa yang menyakitimu, aku akan membalasnya." Mengepalkan tangannya bersiap untuk memukul siapapun yang berani menyakiti Cho Joo-Won.
Mendengar dan melihat tingkah gadis kecil itu, tawa Joo Won pecah. "Baiklah.. Baiklah.. Kalau aku bertemu orang itu lagi, aku akan memberitahumu." Menenangkan Yun Na yang sudah sangat bersemangat menghadapi orang-orang jahat di sekitar Joo Won.
"Melihatmu duduk di kursi seperti itu, bukan kau yang akan menyakiti orang lain, tapi kau malah akan menyakiti dirimu sendiri." Ucap Yun Hee sambil melirik adiknya lalu mengalihkan pandangan kembali ke iPad di tangan.
"Benar, jika kau berada di dalam mobil yang sedang melaju seperti ini, sebaiknya duduk dengan baik." Joo Won membenarkan perkataan Yun Hee.
Yun Na kemudian membetulkan posisi duduknya dan menghadap ke depan dengan wajah cemberut. Sabuk pengaman yang tadinya terpasang erat di tubuh gadis itu, kini sudah rapi kembali. Cho Joo-Won melirik ke samping sejenak dan bisa melihat wajah kesal Yun Na, namun gadis itu memilih untuk tidak melawan Yun Hee dan diam di kursinya.
Meskipun Yun Na adalah tipe pemberontak dan tidak mudah mendengarkan orang lain, namun ketika Yun Hee sudah berbicara, gadis itu akan langsung menurut. Hubungan kedua kakak beradik ini mungkin terlihat biasa di mata orang luar, tapi bagi Joo Won keduanya sedang menunjukkan kepedulian terhadap satu sama lain. Dan hal itu terkadang membuat Joo Won merasa iri.
***
Selain Yun Hee dan Joo Won, beberapa orang tua lainnya juga turut mengantar anaknya ke sekolah pagi itu. Namun bedanya, mereka menurunkan Yun Na di gerbang sekolah sedangkan orang tua yang lain menggandeng tangan anaknya dan masuk ke dalam gedung sekolah, melewati beberapa guru yang berdiri menyambut semua orang di area depan. Yun Hee tidak menyadari keanehan itu, ia hanya menunggu sampai bayangan adiknya tidak terlihat lagi lalu berbalik untuk pergi.
"Kakak Yun Na.. Kakak Yun Na.." panggil salah satu guru berusaha menahan Yun Hee. Tapi, sepertinya yang dipanggil tidak mendengar suaranya. "Oh Yun-Hee ssi!"
Kali ini langkah kaki Yun Hee terhenti dan ia membalikkan tubuh ke arah sumber suara. Seorang wanita muda berambut hitam panjang, dengan baju terusan biru langit berlari ke arahnya. "Kakak Yun Na.." serunya agak keras lalu berhenti di depan Yun Hee.
Ia memperhatikan wanita muda itu dan mengenalinya sebagai guru Yun Na. Sepertinya mereka pernah bertemu beberapa kali ketika Yun Hee mengantar adiknya ke sekolah.
"Kalian tidak ikut acara hari ini?" tanya wanita itu kepada Yun Hee dan Joo Won bergantian dengan senyum lebar. "Kalau kakak Yun Na sibuk, mungkin kakak ipar Yun Na bisa ikut?"
Yun Hee mengangkat kedua alis, tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan.
Melihat ekspresi Yun Hee yang bingung, membuat guru Yun Na juga ikut bingung. "Apakah Yun Na tidak memberitahu kalian?" Menatap Yun Hee dan Joo Won bergantian, namun tidak mendapat jawaban apa-apa dari kedua orang itu. "Hari ini sekolah mengadakan acara memasak bersama orangtua murid, untuk memperingati Hari Ibu beberapa hari lagi."
Akhirnya Yun Hee paham, ternyata keramaian hari ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan sekolah Yun Na memang sedang mengadakan sebuah acara. Matanya kemudian beralih ke pasangan ibu dan anak yang berdiri tidak jauh dari mereka, yang sepertinya sedang menunggu seseorang. Saat orang yang mereka tunggu akhirnya tiba, wajah ibu dan anak itu langsung tersenyum lebar. Ayah gadis kecil itu kemudian menggendong anaknya ke atas dan suara tawa yang riang terdengar.
Kalau ada yang bertanya kepada Yun Hee, keluarga bahagia itu seperti apa? Mungkin jawabannya adalah seperti keluarga kecil di hadapannya ini. Ayah gadis kecil itu kemudian merangkul bahu wanita di sampingnya dan dengan suasana hati yang gembira, mereka bertiga melangkah perlahan melewati gerbang dan masuk ke dalam sekolah.
"Mungkin Yun Na tidak ingin mengganggu kami, jadi dia tidak mengatakan apa-apa." Sahut Joo Won ke arah guru wanita yang mulai terlihat canggung berdiri di hadapan mereka. "Apakah kami masih bisa ikut?"
"Tentu saja.. Tentu saja.." balas guru Yun Na bersemangat sambil menganggukkan kepala.
Joo Won tersenyum tipis, "Kalau begitu kami masuk dulu." Ia meraih tangan Yun Hee dan menariknya ikut berjalan mengikuti orang tua lain yang berada di depan.
***
Bahkan tidak hanya di lingkungan para bibi dan di klub malam, ternyata ketampanan Cho Joo-Won juga berhasil menarik perhatian anak kecil bahkan orang tua murid di sana. Laki-laki itu memotong kentang dengan baik, mencuci sayuran dengan baik, dan memasak pasta dengan kematangan yang tepat. Melihat bagaimana Cho Joo-Won berhasil mengubah bahan mentah menjadi makanan-makanan yang menarik, membuat Yun Hee yakin kalau ini bukan pertama kalinya laki-laki itu memasak seperti perkataannya kepada orang-orang.
Sebenarnya sejak awal semua orang sudah berdiri di meja yang telah disediakan dan sibuk memasak bersama keluarga masing-masing, namun entah bagaimana orang-orang mulai meninggalkan meja mereka dan berdiri di depan Yun Hee memperhatikan laki-laki bercelemek hitam alias Cho Joo-Won memasak. Semua orang seolah terhipnotis dengan keahlian memasak laki-laki itu yang mampu berpindah dari satu panci ke panci lain dengan cepat. Yun Hee menyipitkan mata dan pandangannya mengarah ke laki-laki di sampingnya itu.
Apakah Cho Joo-Won kira mereka sedang syuting acara memasak di sini? Sampai perlu memamerkan kemampuannya seperti itu..
"Ah.. Panas!" seru Yun Hee kaget dan gerutuan itu berhenti. Ia melihat tangan yang melepuh karena menyentuh panci sup yang sedang menyala di atas kompor di depannya.
Sebelum ia sempat bereaksi, tiba-tiba tangannya langsung ditarik ke wastafel dan air dingin mengalir meredakan warna merah di kulitnya. "Apakah kalian punya obat untuk luka bakar?" tanya Joo Won ke arah para guru yang sedang melihat mereka. Lalu ia menoleh kepada Yun Hee dan suaranya terdengar khawatir. "Kau baik-baik saja?"
Yun Hee merasa seperti mendapat karma instan dari Joo Won karena mengatai laki-laki itu di belakang.
"Apakah ada yang bisa membantuku memasukkan es batu ke dalam baskom ini?" Tanya Joo Won ke arah orang-orang yang berdiri di depannya, yang mulai terlihat agak panik dengan kejadian yang baru saja terjadi. Dua orang tua murid kemudian bergerak ke lemari pendingin lalu mengeluarkan es dan menaruhnya di baskom. Mereka juga membantu menuangkan air ke dalam baskom sesuai instruksi, lalu ia memindahkan tangan Yun Hee dari wastafel ke dalam air es dingin dan meredamnya di baskom.
Meski sensasi panas di jari-jarinya sudah mulai hilang dan tangannya mulai kedinginan, tapi dada Yun Hee terasa hangat. Tatapan Joo Won yang dalam dan sentuhannya yang lembut, membuat rasa perih di kulit Yun Hee perlahan hilang. Cho Joo-Won sepertinya memang memiliki kemampuan untuk membuat siapapun yang ada disekitarnya merasa aman dan nyaman. Salah satu orang yang sedang merasakan hal itu adalah Yun Hee.
***
"Tangan anda baik-baik saja?"
Guru Yun Na yang berbaju biru langit, berdiri di samping Yun Hee dan melirik tangannya dengan khawatir.
"Hanya luka kecil, bahkan tidak bisa disebut luka." Mengangkat tangannya yang diperban tipis oleh Joo Won.
"Untunglah kakak ipar Yun Na bertindak dengan cepat tadi." Kata wanita muda itu tersenyum lebar pada Yun Hee, seolah tidak ada yang salah dengan panggilannya tersebut. Kedua orang itu kemudian menoleh kembali ke jendela kaca yang memisahkan area luar dengan ruang memasak di dalam.
"Oh iya, apakah Yun Na suka pergi ke pantai? Akhir-akhir ini dia sering menggambar pantai."
Yun Hee tiba-tiba teringat pada kakeknya yang dulu suka mengajaknya dan Yun Na ke pantai. Oh Tae-Won, sangat familiar dengan laut karena pekerjaannya sebagai pasukan khusus angkatan laut Republik Korea, oleh karena itu kakeknya sangat menikmati berada di pantai dan hal itu diturunkan kepada Yun Na bukan Yun Hee.
"Awalnya kupikir setelah kepergian kakeknya, Yun Na akan berubah menjadi murung. Meski perubahan memang tidak bisa dihindari, tapi ternyata dia berubah menjadi gadis kecil yang dewasa. Sifat manja itu, kini berubah menjadi suka membantu orang yang sedang membutuhkan." Guru Yun Na kemudian menatap Yun Hee dengan ekspresi bangga, "Sekarang Yun Na tidak pernah pulang paling awal, dia selalu menemani teman-temannya menunggu dijemput, sampai menjadi orang terakhir yang meninggalkan sekolah."
Sambil mendengarkan cerita Guru adiknya, Yun Hee mengamati Yun Na di dalam ruangan yang sedang mengajak teman-temannya bermain bersama Joo Won.
"Melihat Yun Na terkadang membuatku bertanya-tanya, pantaskah anak usia tujuh tahun bersikap seperti ini?" Perasaan khawatir tersirat di dalam suara itu, "Bagi anak seusia Yun Na, biasanya sifat yang menonjol adalah egois dan mementingkan diri sendiri. Hanya saja akhir-akhir ini, aku melihat Yun Na bertingkah seperti kakak yang berusaha melindungi teman-temannya dan mengalah ketika berselisih dengan yang lain."
Di mata Yun Hee, adiknya masih sama seperti dulu. Tidak ada Yun Na versi baru atau versi lama. Adiknya bersikap sama seperti anak kecil pada umumnya, yang belum memahami arti sulitnya hidup dan pekerjaan, sehingga yang mereka pikirkan hanyalah bermain dan bersenang-senang dengan siapapun yang mereka sukai. Namun, apakah hanya Yun Hee saja yang berpikiran seperti itu? Atau sebenarnya selama ini ia tidak pernah memperhatikan adiknya. "Yun Na, anak seperti apa?"
"Oh Yun-Na adalah anak yang bebas dan ceroboh." Suara wanita itu langsung berubah lantang dan yakin. "Dia berani berhadapan langsung dengan orang yang lebih tua darinya, dimana hal itu membuktikan bahwa dia tidak takut pada siapapun. Karena terlalu berani, Yun Na bahkan bisa melakukan hal-hal di luar pemahaman orang dewasa yang membahayakan orang lain." Terdengar helaan napas panjang.
"Anda pernah memberitahu Kakek?"
Wanita itu menoleh ke arah Yun Hee yang masih menatap ke dalam, "Sebenarnya aku sering memberitahu Direktur Oh setiap kali beliau menjemput Yun Na. Tapi, sepertinya ini hanya dianggap kenakalan anak-anak saja. Jadi, tidak ada perubahan pada Yun Na setelah itu."
Yun Hee bisa menebak alasan kakeknya bersikap seperti itu. Tentu saja karena rasa bersalahnya terhadap Yun Na karena tidak mampu melindungi orang tuanya, sehingga anak itu harus hidup sebagai yatim piatu sejak kecil. Kemudian rasa kasihan tersebut semakin bertambah dan membuat kakeknya tidak mampu mengambil keputusan secara bijak. Bahkan Yun Hee pun menyadari bahwa ada perbedaan sikap kakeknya terhadap Yun Na dibandingkan dengan dirinya.
"Lalu setelah Direktur Oh meninggal, aku membaca sebuah kalimat di buku harian Yun Na yang mengatakan bahwa, dia hanya memiliki Yun Hee sekarang dan dia akan melindungi Yun Hee."
Ia mendengus dan teringat perkataan Yun Na di dalam mobil kepada Joo Won tadi pagi. Sebenarnya berapa banyak orang yang ingin dilindungi oleh adiknya di dunia ini dengan tubuh kecil seperti itu? Yun Hee kemudian menyadari bahwa meskipun Yun Na masih anak-anak, tapi dia memiliki hati yang besar.
"Ini buku harian Yun Na yang biasa kami pinjamkan kepada Direktur Oh agar beliau bisa membaca sendiri apa yang dipikirkan dan ditulis oleh Yun Na. Tapi, karena Direktur Oh sudah tidak ada lagi, maka aku akan memberikannya kepada anda mulai sekarang." Menyerahkan sebuah buku kecil dengan nama Oh Yun-Na tertulis di depannya, "Jika anda tidak sibuk hari ini, mungkin kalian bisa mampir ke pantai sebentar? Berapa hari ini aku melihat Yun Na begitu gelisah dan pendiam, seolah-olah ada sesuatu yang mengganggunya. Biasanya dalam situasi seperti ini Direktur Oh akan membawanya ke pantai."
Saat itulah Yun Hee menyadari bahwa istilah "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" adalah kutipan yang tepat untuk Yun Na, sifat adiknya semakin mirip dengan kakek mereka.
***