Chereads / Cinta Laki-laki Pemarah / Chapter 21 - Peluang

Chapter 21 - Peluang

"Sudah pergi sana! Besok-besok papa tak mau mendengar lagi anak papa masuk rumah sakit gara-gara wanita" geram Pak Hasan.

"Baik, Pa." Ari buru-buru pergi dari ruangan. Tapi bibirnya membentuk seringai.

Rasakan kamu Mumu!

Dia tahu fikiran papanya. Papanya pasti tidak akan membiarkan Mumu hidup dengan tenang. Dia tahu papanya seorang pendendam. Dia pasti akan membalas dua kali lipat bagi orang-orang yang berani menganggu keluarganya. Walaupun papanya termasuk orang yang ramah dalam pandangan masyarakat, tapi sebenarnya dia juga agak licik.

Jika tidak bagaimana hingga saat ini jabatan papanya di pemerintahan daerah masih tetap langgeng. Pada hal banyak kenalan papanya sudah kena mutasi bahkan dinonjobkan dari jabatannya.

Itu lah efek dari bergantinya pemerintahan baru di Negeri Bengkalis ini.

Ari menuju kamarnya. Setelah duduk dengan nyaman di kasurnya yang empuk, Ari menelpon seseorang.

"Geng kau dan kawan-kawan yang lain tetap awasi mangsa kita. Jika ada kesempatan kita balas kekalahan kita!"

"Tapi, Bos... " Suara di seberang sana ragu.

"Tapi apa?"

Setelah terdiam sejenak suara di seberang sana menjawab dengan suara takut-takut, "Kami sudah berencana tidak mau lagi memburu mangsa yang satu ini, Bos. Kami takut."

"Cemenlah. Mana mental preman kalian selama ini ha? Baru melawan satu orang saja sudah kapok."

Orang di seberang sana hanya diam.

"Pokoknya aku tak mau tahu... " Suara Ari meninggi. "Tetap awasi dia! Jika ada kesempatan kita tetap balas kekalahan kita. Aku juga akan mengajak rombongan bang Roni untuk menghajar mangsa kita."

Ari melempar ponselnya di kasur. Dia berdiri. Berjalan mondar-mandir di kamarnya sambil mengatur strategi.

Ini tak bisa dibiarkan. Tak mungkin dia melepaskan Mumu dengan mudah. Tapi dia juga harus menaikkan mental gengnya agar lebih berani. Dia tahu gengnya trauma.

Kalau mereka kalah dengan jumlah lawan yang lebih banyak masih wajar-wajar saja. Hal itu tidak akan melemahkan mental mereka. Tapi mereka berenam kalah dengan lawan yang hanya satu orang.

Memang berat untuk menerima kenyataan ini.

***

Mumu masuk ke ruangan kampus yang dingin karena AC sudah dihidupkan sedari awal. Hari ini dia ada kuliah umum. Biasanya gabung sama anak-anak Akuntansi. Tapi Mumu tidak terlalu memikirkan itu. Mumu duduk di pojok sebelah kanan ruangan. Ia melirik jam yang menempel di dinding. Jam 13.00 wib.

Masih lama. Kuliah mulai jam 14. 10 Wib.

Mumu sengaja datang cepat.

Tadi malam ia belum sempat belajar materi yang akan dipelajari hari ini. Ia tak mau ketinggalan dibanding teman-temannya yang lain.

Biasanya nanti ada sistem diskusi. Bagaimana ia bisa tampil dengan percaya diri jika tidak menguasai materi?

Mumu sesekali membolak-balik bukunya dengan pelan. Sekarang baru pukul 13.35 Wib. Masih ada waktu sekitar setengah jam lagi sampai perkuliahan dimulai.

Teman-teman yang lain biasa hadir 10 menit sebelum perkuliahan berlangsung.

Kecuali yang perempuan, biasanya mereka lebih cepat hadir di ruangan.

Tak lama kemudian Mumu mendengar suara pintu dibuka. Seraut wajah yang memakai jilbab warna pink memasuki ruangan.

Mumu terpana. Tak bisa mengambil sikap dengan kebetulan seperti ini. Gadis itu adalah Zara!

Zara menghentikan langkah karena menyadari ada orang di ruangan itu. Setelah terpandang wajah Mumu, Zara membalikkan badannya. Sepertinya mau keluar lagi dari ruangan.

Mumu tersadar. Jika ia tidak cepat mengambil sikap, kesempatan seperti ini tidak akan terulang lagi.

Setelah membuang keraguan di hati dan menekan rasa berdebar di dadanya, akhirnya Mumu memberanikan diri memanggil Zara, "Zara bboleh tunggu sebentar? Tanya Mumu dengan gagap.

" hmm" Zara mengangguk pelan.

Mumu berhenti kira-kira dua meter dari Zara.

Tak berani ia mendekat lagi. Debar jantungnya semakin cepat.

"Maaf sebelumnya, Zara. Aku mau tanya, bagaimana pendapat Zara atas apa yang telah disampaikan Kak Yuli kepada Zara?"

Zara hanya diam. Tapi dalam hati ia membatin 'Berani juga orang ini berbicara langsung dengan aku. Aku sangka dia seorang pengecut, makanya minta bantuan orang lain untuk menyampaikan perasaannya kepadaku'

"Bagaimana, Zara?"

"Bagaimana apanya? Tanya Zara pelan. " Kamu pasti sudah mengetahui jawabanku lewat kak Yuli."

"Apakah tak ada sedikitpun harapan, Zara? Kalau pun Zara mau melanjutkan pendidikan sampai S2, inya Allah aku akan sanggup menunggu, Zara."

"Maaf, Mumu. Saya tak bisa. Kamu bukan tipe saya. Baik sekarang mau pun yang akan datang. Jika suatu saat nanti saya ingin mencari pasangan, yang jelas orangnya bukan kamu." tegas Zara.

Sakit hatinya mendengar langsung penolakan dari Zara. Tapi walau bagaimana pun itu adalah hak Zara. Mungkin dia memang tidak ada perasaan apa-apa terhadapku. Setelah menata perasaannya, ia berkata, "Terima kasih atas jawabannya, Zara. Paling tidak aku sudah mendengar langsung jawaban dari Zara. Tapi... walaupun tidak ada harapan sama sekali, aku akan tetap menunggu, Zara. Kecuali nanti Zara sudah menikah dengan pilihan Zara sendiri."

Zara hanya diam, tak menyangka sikap Mumu akan seperti ini. Tapi setelah difikir-fikir, ini pasti hanya trik Mumu untuk meluluhkan hatinya. Akhirnya Zara tak terlalu ambil pusing lagi. Diapun keluar ruangan meninggalkan Mumu sendiri.

Mumu duduk di kursi yang berada di pojok. Walaupun matanya menatap buku di hadapannya, tapi fikirannya tidak disitu.

Ia tidak bisa fokus. Masih terngiang di telinganya jawaban Zara.

Walaupun ia menyadari tidak ada secuil pun harapan, tapi hatinya tidak bisa melupakan Zara.

Ini lah cinta pertamanya!

Ini juga penolakan pertama yang ia terima.

Mumu masih amatir dalam cinta.

Hatinya tidak bisa menerima kenyataan ini.

Kemaren waktu Yuli menyampaikan penolakan dari Zara, hatinya tidak sesakit ini. Karena dia beranggapan dia masih ada harapan untuk mendekati Zara. Walaupun secuil.

Teman-temannya mulai berdatangan. Suara mereka yang berisik memutuskan lamunan Mumu. Ia melihat Zara masuk ke ruangan bersama temannya. Tapi Zara tidak melirik ke arahnya.

Bagi Zara, penolakan ini bukanlah hal yang luar biasa. Dia sudah berkali-kali menolak cinta para pemuda terhadapnya.

Jadi menambah nama Mumu menjadi bagian dari daftar pemuda yang ditolak cintanya tidak membuat fikiran Zara terganggu sama sekali. Sudah biasa baginya. Sepanjang pelajaran Mumu berusaha untuk fokus. Tapi tak bisa.

Dosen menjelaskan materi di depan kelas, yang terngiang-ngiang di telinga Mumu hanya 'Maaf, Mumu. Saya tak bisa. Kamu bukan tipe saya. Baik sekarang mau pun yang akan datang. Jika suatu saat nanti saya ingin mencari pasangan, yang jelas orangnya bukan kamu'.

Rasanya kata-kata itu terus diulang-ulang dalam kepalanya seperti suara yang direkam. Alhasil tidak ada materi yang bermanfaat dari dosen yang bisa diserap Mumu hari ini.

***

Mumu mengayuh sepedanya dengan separuh linglung. Mungkin inilah akibatnya orang yang tak pernah pacaran langsung ditolak oleh cinta pertamanya. Sungguh tragis!

"Tiiiit tiiit tiiiiiiit" Mumu terkejut dengan suara klakson mobil yang memekik nyaring.

Dia berada di simpang empat jalan Patimura-Tandun. Mau belok ke kiri ketika sebuah mobil Avanza hitam hampir menabraknya. Untung pengemudinya berhasil mengerem tepat waktu. Suara ban mobil yang dihentikan dengan paksa berdecit melindas aspal.

"Sebuah kepala muncul dari jendela mobil.

" Di mana matamu kau letakkan hah? Tak nampak mobil mau lewat. Kalau mau nyeberang tu lihat-lihat dulu kiri-kanan! Jangan asal nyeberang. Dasar kampungan! Tak tahu aturan lalu lintas. Mumu melongo. Belum sempat ia menjawab, mobil itu sudah bergerak pergi.