Pak Fitriyanto terperangah. Dia hanya bisa melihat punggung Mumu keluar dari ruangannya dan pintu tertutup dengan suara yang pelan. Pak Fitriyanto menghela nafasnya. Berusaha menenangkan dirinya. Dia tahu keputusan ini adalah keputusan sepihak tanpa penyelidikan terlebih dahulu.
Tapi mau bagaimana lagi? Ini adalah perintah bos. Sang ketua Yayasan kampus ini. Biasanya sang ketua tidak akan ikut campur perkara remeh temeh seperti ini, tapi entah kenapa, sang ketua tiba-tiba mengintervensi. Dia menebak mungkin karena orang tua Ari yang seorang pejabat itu.
Pak Fitriyanto hanya bisa mendesah. Sedikit banyak dia tahu tentang prilaku jelek Ari di kampus. Sedangkan Mumu adalah mahasiswa yang baik. Paling tidak, dia tak pernah membuat masalah di kampus. Dia juga termasuk mahasiswa yang rajin walaupun tidak termasuk ke dalam kelompok mahasiswa yang jenius.
Tapi Pak Fitriyanto yakin bahwa ia tak bisa membuat keputusan apa-apa jika terkait dengan sang ketua Yayasan.
***
Mumu berjalan di sepanjang koridor kampus menuju kantin yang terletak di belakang kampus.
Merasa tak adil tapi tak bisa marah. Mau marah sama siapa?
Nanti ilmunya tak berkah jika melawan guru. Dari pada uring-uringan tak jelas lebih baik ia mengisi perut yang mulai berkeriuk.
Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang sedang makan di kantin. Karena tak ada yang akrab jadi Mumu tak menyapa mereka. Mumu langsung memilih duduk di meja sudut yang kebetulan lagi kosong.
Ia hanya memesan lontong sama air putih panas. Dari dulu Mumu memang tak terbiasa makan sambil minum yang manis-manis seperti air asam atau teh es yang dipesan oleh kebanyakan mahasiswa.
Menurut apa yang Mumu pernah baca nasi merupakan salah satu makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi, di mana pengaruhnya terhadap kadar gula darah sangat dominan. Jika ditambah makan nasi sambil minum yang manis-manis tentu kadar gulanya akan semakin tinggi.
Mumu baru makan setengah piring lontongnya ketika seseorang mendekat dan duduk di depannya.
Mumu yang sedang menunduk menikmati lontongnya terkejut, "Eh kak Yuli," sapanya.
"Boleh kakak duduk di sini kan?"
"Boleh boleh, Kak." Mumu senyum, "Makan, Kak."
"Iya. Kakak sudah pesan tadi. Sebentar lagi sampai..."
"Kakak ada mata kuliah hari ini? masuk apa, Kak?" Mumu penasaran. Soalnya Yuli hanya membawa tas kecil. Jelas tak bisa masukkan buku di tas Yuli. Ini bukan kebiasaan Yuli kuliah tanpa membawa buku.
"Kakak tak ada mata kuliah hari ini," jawabnya singkat. "Mumu masuk apa?"
Tadi masuk praktek bank mini, Kak. Dah lama selesai." Mumu menghabiskan sisa lontongnya. Diraihnya gelas air putih panasnya. Sambil minum dengan perlahan, Mumu menatap Yuli.
Hari ini Yuli memakai blus warna hijau muda yang dipadu dengan jilbab warna coklat dan rok hitam. Tampak serasi dengan kulitnya yang putih alami.
"Mengapa menatap kakak seperti itu?" Mumu gelagapan tertangkap basah. Hampir tersedak, "Tidak apa-apa, Kak. Cuma heran saja melihat kakak ada di kampus hari ini."
"Ooo" Yuli tersenyum, "Tadi kakak rapat di Mapala persiapan untuk keberangkatan besok."
Mapala adalah Mahasiswa Pencinta Alam yaitu kelompok mahasiswa pecinta alam yang identik dengan kegiatan alam seperti mendaki gunung, menjelajah hutan, dan berarung jeram di sungai.
"Mau ke mana, kak?"
"Ke desa Sekodi."
Seorang pelayan mengantar pesanan Yuli. Mie so dan air asam. "Makan, Mumu."
"Lanjut, kak. Udah kenyang. O iya, Kak, Mapala ada kegiatan apa di desa Sekodi, Kak?"
"Kami besok ada acara penanaman mangrove di pantai Sekodi."
Mereka asyik berbicara. Dalam pandangan mahasiswa di sana seolah-olah mereka berdua pacaran.
"Itu kan Yuli anak Akuntansi. Lagi duduk dengan siapa dia tu?"
"Entah siapa namanya. Tapi kalau tak salah itu anak KPS."
"Dari mana kamu tahu?"
"Itu kan anak yang biasa pakai sepeda kan? Tapi anaknya agak pendiam. Tak sangka pula dia dekat dengan Yuli." Mahasiswa yang lain menanggapi.
"Apa mereka pacaran?" tanya mahasiswi yang menggunakan jilbab pink.
"Tak mungkin! Yuli seorang aktivis kampus, mana cocok dengan pemuda pendiam seperti itu."
"Tapi mereka nampak cukup akrab satu sama lain?" Yuli dan Mumu tidak tahu jika beberapa mahasiswa membicarakan mereka berdua. Mumu terus bincang-bincang, tapi ia tidak menceritakan tentang surat teguran yang ia dapatkan dari kampus. Takut menjadi buah fikir Yuli nanti.
***
Ekosistem hutan bakau atau hutan mangrove bersifat khas. Baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Zara sedang mengemas barang-barang dan pakaian yang akan dibawa besok. Walau pun besok kegiatan mereka hanya menanam mangrove di bibir pantai, Zara lebih nyaman membawa tas carriernya yang biasa ia gunakan untuk mendaki gunung.
Mengenai bibit dan peralatan untuk menanam besok semuanya sudah diantar ke Sekodi dua hari yang lalu. Jadi besok mereka hanya membawa perlengkapan pribadi mereka saja.
Anak Akuntansi cewek-ceweknya lebih aktif dalam berbagai kegiatan jika dibandingkan dengan anak KPS dalam angkatan yang sama. Berbanding terbalik dengan cowoknya yang mana anak KPS yang lebih aktif. Tapi tidak semua. Contohnya Mumu. Dia tidak termasuk aktif dalam kegiatan di kampus.
"Jadi berangkat besok, Zara?" Buk Siti mamanya Zara berdiri di pintu kamar mengawasi anaknya yang sibuk menata barang.
"Eh, mama," Zara sedikit terkejut, "Insya Allah jadi, ma..."
Mamanya berjalan masuk dan duduk di kasur, "Memang wajib hadir ya, Zara?" tanya mamanya.
"Tidak juga, ma...Cuma kalau tak ada kegiatan yang urgen, anak-anak Mapala memang diharuskan hadir, ma. Karena besok bukan hanya sebatas menanam mangrove tapi juga berbagi pengetahuan dengan masyarakat di sana."
"Mama sebenarnya lebih senang anak mama duduk di rumah saja."
Zara mengerutkan keningnya, "Ada apa sebenarnya, ma?" tanyanya kemudian.
Mamanya hanya tersenyum, berusaha untuk menutupi kegelisahannya.
Biasanya dia tak pernah melarang anaknya ikut kegiatan kampus. Cuma entah mengapa hatinya merasa tidak tenang ketika memikirkan kepergian anaknya besok. Mungkin itu hanya sebatas rasa khawatir karena terlalu sayang saja.
Melihat mamanya hanya diam saja, berkata Zara, "Kalau memang tak ada apa-apa, izinkan Zara tetap pergi besok ya, ma. lagi pula Zara sudah janji sama Ulfa dan Yesi untuk sama-sama pergi besok."
Setelah menghela nafas, ia berkata, "Pergilah, nak! tapi kamu harus hati-hati ya."
"Pasti, ma." Zara tersenyum senang.
"Ya udah lanjutlah dulu, mama mau ke belakang. Tapi jangan tidur larut malam, biar badannya fit besok." mamanya bangkit dan berjalan ke luar kamar Zara.
"Siap, ma!"
***