Hujan terasa sangat hampa. Butiran-butiran air yang jatuh ke bumi seakan tak terasa di tubuh. Seorang wanita berjalan tanpa arah seorang diri, mengabaikan pandangan orang-orang yang melihatnya dari balik mobil ataupun dari motor. Wanita itu seakan tak peduli ketika orang-orang itu melihatnya bagai orang yang gila. Ya mana ada orang waras yang mau hujan-hujanan di pinggir jalan tanpa ada niat untuk berteduh maupun memakai payung. Tapi itulah yang terjadi. Wanita itu memang sedang gila mungkin. Pikirannya kalut, matanya kosong bagai tak ada lagi gairah hidup yang memancar darinya. Wanita itu terus berjalan sembari menangis. Tapi tangisannya juga tak terlihat karena hujan membasahi wajah dan badannya,membuatnya sedikit lega karena tak akan ada yang tau kalau dia sedang menangis.
Wanita itu bernama Diandra. Kisah hidupnya rumit. Punya trauma yang seakan-akan ia tutupi sendiri. Melawan rasa sakit yang tak pernah ada habis-habisnya menghancurkan kewarasaannya. Menuntut adanya kebahagiaan di dirinya yang tak pernah ia dapat. Tak pernah ia dapat atau tak pernah ia syukuri lebih tepatnya.
Diandra masih berjalan menyusuri jalanan yang sudah digenangi air hujan. Terkadang dia berhenti untuk menyeka wajahnya yang perih terkena air hujan bercampur dengan air matanya,lalu ia melanjutkan lagi berjalan tanpa arah. Ingin rasanya berteriak, namun itu percuma batinnya. Tak akan ada orang yang menolongnya. Sekeras apapun ia berteriak tak akan ada yang peduli. Karena orang-orang itu hanya bisanya mencemooh,membicarakannya dan tak pernah ada yang benar-benar peduli padanya.
"Kenapa Tuhan ? Kenapa kau harus biarkan aku mengalami ini ? Mau sampai kapan engkau Tuhan menyiksaku ? Apa memang aku tak pantas untuk bahagia ?" Rutuk Diandra dalam hati sambil menarik-narik rambutnya seakan itulah tanda bahwa ia sudah frustasi.
Hari ini dia harus menelan pil pahit. Kehilangan cinta yang selama ini dia yakini adalah cinta dalam hidupnya,kini ia harus menerima kenyataan kalau sang kekasih memutuskannya. Bukan salah sang mantan kekasih,ini murni kesalahannya sendiri. Tapi dia sudah berusaha jujur namun apa daya,sang mantan memilih pergi karena tak bisa menerima kejujurannya. Sekali lagi Tuhan. Dindra harus menerima kenyataan ini. Sendiri lagi. Menangis lagi. Terpuruk lagi. Menyembuhkan hati lagi. Lagi lagi dan lagi.