Yang mengejutkan Azura adalah keesokan harinya, tingkat pengumpulan energinya meningkat pesat. Hanya dalam setengah hari bermeditasi, dia sudah mendekati targetnya. Peningkatan ini bahkan lebih besar dari hasil tiga hari bermeditasi digabungkan sekaligus.
Azura tidak menyadari bahwa dengan mengkristalnya tekad kuatnya, perkembangan yang dirasakannya pun akan ikut meningkat. Terlebih Azura memiliki bakat genetik yang sama sekali tidak buruk.
Namun apabila Azura 'hanya' sekedar terkejut dengan perkembangannya, dia benar-benar tidak dapat berkomentar sama sekali tentang pencapaian Lala. Azura ingat benar bahwa Lala baru saja memperbaiki fokus meditasinya sebelum mereka pergi ke makam ibu Lala, tapi sekarang, hanya dalam setengah hari, Lala sudah mengumpulkan energi yang cukup untuk membentuk lapisan pertama auranya. Meskipun auranya belum benar-benar terbentuk, namun Azura bisa merasakan getaran kecil energi disekujur tubuh Lala.
Sebenarnya, bukan hanya Azura yang mengalami penguatan mental. Lala pun demikian. Mendengar raungan Azura kemarin membuatnya sadar bahwa ada satu kesedihan mendalam yang bersarang di hati teman barunya ini. Lala yang selalu riang gembira merasa tak berdaya untuk menghapuskan kesedihan tersebut. Karena itu, sebuah tekad baru terbentuk dalam dirinya. Dia ingin menjadi lebih kuat untuk dapat melawan apapun yang membuat Azura sedih. Lala akan melindungi Azura.
Dan seperti itulah, benang takdir diantara mereka berdua bertaut, menciptakan ikatan yang tak akan mudah dipatahkan oleh siapapun.
"Kalian berhasil menyelesaikan target yang kuberikan seminggu yang lalu?" Krav melotot, terkejut. Dia menatap dua bocah didepannya dengan tatapan tak percaya.
Bagaimana tidak, aura tidak dapat semudah itu dilatih. Kalau iya, kebanyakan penduduk Gaia akan menjadi petarung handal. Namun faktanya tidak. Mereka yang bisa bertarung dengan baik memang banyak, namun lebih banyak lagi yang menjadi pedagang, petani, peternak, dan lain sebagainya.
Target yang diberikannya pada dua murid barunya ini normalnya akan tercapai dalam waktu 1 hingga 3 bulan kedepan. Menyelesaikannya hanya dalam satu minggu jelas diluar akal. Kecuali apabila mereka berdua menemui situasi khusus yang mempengaruhi status mental mereka dalam skala yang besar.
Krav masih bisa memahami jika Azura saja yang melakukannya. Dia baru saja kehilangan dua orang yang paling dikasihinya, Ellaine dan Andalene. Mentalnya sudah pasti akan menjadi lebih kuat, dan di saat yang sama mendorong penguatan fisik dan kekuatan auranya.
Tapi Lala juga? Lala, gadis konyol yang bisa jatuh tersandung walaupun sedang berdiri diam? Lala, yang sering mengucapkan kata-kata tidak jelas dan absurd? Lala, yang setiap hari kerjanya hanya makan, bermain, dan tidur?
Krav merasa ragu Lala yang nyengir di hadapannya ini adalah Lala yang sama dengan Lala yang dulu.
"Apa kau benar-benar anakku?"
"AYAH!" Lala cemberut.
Wald tertawa terpingkal-pingkal. Dia sudah tahu Krav akan terkejut setengah mati ketika tahu perkembangan yang dicapai oleh Lala. Wald sendiri sampai tidak doyan makan dan tidak bisa tidur semalaman berpikir bahwa Lala sudah dirasuki hantu hutan atau semacamnya. Namun Wald yakin Lala adalah Lala ketika melihat dia menjilat kotoran kucing karena mengiranya sebagai krim coklat.
"Jadi apa auramu La?" Krav bertanya. Senyum Lala bertambah lebar.
"Rahasia!"
Krav menggaruk kepalanya. 'Kekonyolan apalagi yang hendak dimainkan anak ini', batinnya.
Krav menoleh kearah Wald, penasaran.
"Aku tidak tahu juga. Bocah ini bilang dia akan menunjukkannya kalau kau sudah pulang," jawabnya, mengangkat bahu.
"Ehehe… Oke, kalian lelaki bersiaplah, Lala akan menunjukkan kehebatan gadis titisan dewa ini!" Lala mulai mengumpulkan fokusnya.
Krav memutar matanya.
"Titisan dewa upilmu."
Tapi seiring energi di sekitar rumah perlahan berkumpul di tubuh Lala, tiga lelaki ini memperhatikan Lala dengan seksama. Azura yang sudah melihat apa warna aura Lala tidak terlalu penasaran, namun dia masih mengagumi kecepatan Lala dalam berlatih mengumpulkan energi untuk auranya.
Energi di sekujur tubuh Lala perlahan berkumpul, membentuk selimut yang sangat tipis yang tidak akan bisa dilihat apabila seseorang tidak benar-benar memfokuskan mata mereka. Selimut energi yang awalnya transparan ini mulai berubah warna, dan warna yang ditunjukkannya membuat Krav dan Wald menahan nafas.
Hitam!
Krav langsung mengangkat tubuh Lala, membuat fokus Lala terpecah dan aura hitam yang baru saja terbentuk, lenyap. Lala didudukkan di kursi oleh Krav dengan tatapan bingung.
"Eh, eh, ada apa?"
"Kenapa?" Azura juga terkejut dengan gerakan Krav yang tiba-tiba. Dia melihat Kakek Wald pun terpaku di tempatnya semula, terlihat terkejut dengan warna aura Lala.
"Lala, apakah benar warna auramu hitam?" Tanya Krav dengan mimik wajah serius. Tanpa sadar dia mengeluarkan aura coklat yang tipis, namun cukup pekat. Lala tidak pernah melihat ayahnya mengeluarkan auranya seintens ini dan menunduk ketakutan.
��Krav!" Azura juga mengeluarkan aura birunya dan mendorong Krav, berdiri di depan Lala. Tubuh Krav terasa sangat berat dengan aura coklat pekatnya, Azura merasa dia seperti mendorong dinding tanah yang tebal.
Krav langsung sadar setelah jatuh terduduk akibat dorongan Azura. Dia memejamkan mata dan menenangkan diri sejenak.
Meski terkejut Azura mampu mendorongnya jatuh dengan aura coklatnya keluar, Krav mengesampingkan hal itu dan menunduk kearah Lala, merasa bersalah.
"Lala, ayah… Ayah minta maaf. Ayah terlalu panik," suara Krav parau. Dia benar-benar menyesal.
Lala masih merunduk ketakutan dengan pertunjukan agresif yang baru saja ditampilkan ayahnya. Azura juga berdiri di depan Lala dan enggan untuk bergeser.
"Lala, Azura, tolong maklumi Krav. Kami, aku dan Krav, terlalu shock mengetahui warna aura Lala," Wald menengahi situasi. Dia menepuk bahu Azura dengan lembut, membuatnya sedikit rileks dan tidak terlalu tegang lagi.
"Tolong jelaskan ada apa dengan aura Lala berwarna hitam. Sebesar itukah masalahnya hingga kau menjadi agresif pada putrimu seperti tadi?" Suara Azura sedikit keras pada Krav, menambah rasa bersalah yang sedang melandanya.
"Duduklah, kami akan jelaskan," Wald menuntun Azura duduk di sebelah Lala. Lala menggenggam erat lengan baju Azura, masih trauma dengan ayahnya.
Wald dan Krav duduk diseberang mereka berdua. Setelah menghela nafas panjang, Wald memulai penjelasannya.
"Dua puluh tahun yang lalu adalah masa-masa kelam di Gaia. Dua kerajaan terbesar di dunia, Grindell dan Demarka, terlibat peperangan yang sangat besar, menyebar hingga ke pelosok-pelosok kecil Gaia. Peperangan ini diawali dari ambisi Demarka untuk memperluas wilayah kekuasaannya, mengambil alih sebagian besar wilayah ras Elf, ras Kurcaci, ras Peri, dan sebagian kecil wilayah kerajaan Grindell.
"Kerajaan Demarka, yang dipimpin oleh Kaisar Praorde, mengambil hati ras Raksasa dan Monster untuk membantu mereka dalam kampanye peperangan itu. Praorde membiarkan ras Raksasa dan Monster menggila di banyak tempat, menghancurkan pemukiman penduduk dan desa-desa kecil yang tidak memiliki penjaga. Kebiadabannya memicu Kerajaan Grindell dan beberapa ras lain untuk bekerja sama dan menghancurkan Demarka sekali dan selamanya. Meski pada akhirnya mereka berhasil, namun harga yang harus dibayar sangatlah besar.
"Korban yang jatuh akibat peperangan ini tak terhitung jumlahnya. Banyak yang kehilangan sanak saudara, keluarganya, orang tersayangnya. Demarka memang telah hancur, tapi teror yang pernah mereka tunjukkan kepada penduduk Gaia masih tersisa. Teror kejahatan yang dilakukan oleh prajurit militer mereka, yang semuanya memiliki warna aura yang sama. Aura kegelapan, aura hitam," Wald menyelesaikan kisahnya, dan meneguk segelas penuh air untuk membasahi tenggorokannya.
Azura dan Lala menelan ludah, tidak menyangka aura hitam memiliki sejarah kelam seperti itu.
"Trauma yang dirasakan oleh kami, para penduduk Gaia yang berhasil melewati peperangan keji dan mengerikan itu, tidaklah kecil. Aku, yang berada di garis depan peperangan, merasakan sendiri dengan mata kepalaku, kekejaman dan kebengisan tentara Demarka yang dengan mudahnya mengambil nyawa orang-orang tak bersalah. Tanpa sadar, aura hitam yang mereka miliki sudah terukir dalam hatiku sebagai aura kejahatan. Aku…" Krav, yang berusaha menjelaskan kenapa dia berlaku agresif pada anaknya sendiri tadi, menangis dan menyesal, "tidak ada alasan aku dapat melukaimu hanya karena kau memiliki aura hitam, La. Maafkan ayah…" Krav bersimpuh didepan Lala, memohon maaf dengan penuh ketulusan.
Lala, yang sudah mendengar kisah Wald, mulai melunak. Dia memandang ayahnya dengan penuh rasa sayang.
"Iya ayah, Lala maafkan ayah," Lala turun dari kursi dan memeluk ayahnya. "Tapi ayah harus belikan Lala es jeruk bikinan Nenek Matde!"
Krav tersenyum. Melihat Lala sudah kembali ceria, itu sudah cukup baginya.
"Jadi itu juga sebabnya kau dulu berusaha keras membunuh Andalene?" Tanya Azura setelah menganalisa kisah yang disampaikan Wald tadi. Krav terpana Azura mampu menghubungkan dua hal itu, mengingat umurnya yang masih kecil.
"Awalnya aku mengira seperti itu, tapi ternyata tidak. Andalene malah justru membantu Aliansi Kerajaan Grindel untuk membasmi beberapa raksasa dan monster. Bersama Ellaine, mereka berdua aktif bertualang, mengelilingi daratan Gaia, dan berperan aktif dalam membunuh beberapa tokoh krusial dari ras raksasa dan monster. Tapi komandanku waktu itu bersikeras untuk membunuh Andalene. Setelah kupikir-pikir lagi, sangat mungkin ada mata-mata Kerajaan Demarka yang masuk kedalam jajaran militer Grindell, dan mereka merasa terganggu dengan keberadaan Andalene dan Ellaine sehingga mengeluarkan perintah untuk membunuh keduanya," Krav mengutarakan pendapatnya. Azura mencernanya dengan hati-hati dan mengangguk setuju.
"Masuk akal. Tapi kenapa sekarang ada konspirasi lain yang melibatkan Andalene dan… Mama? Bukankah perang itu telah selesai?" Tanya Azura.
"Itulah yang ingin aku investigasi. Aku sendiri sudah berhenti bekerja untuk militer Grindell selama hampir sepuluh tahun, tapi tiba-tiba aku mendapat surat panggilan itu. Sepertinya ada masalah baru di Kerajaan Grindell yang membuat mereka kewalahan." Krav menggelengkan kepala. "Sepertinya aku harus mengundur rencanaku pergi ke Grindell. Ada hal yang lebih penting yang harus diurus disini," Krav membelai rambut hitam Lala dengan lembut.
"Apa itu ayah?" Lala memiringkan kepalanya imut.
"Auramu," jawab Krav, tersenyum miris.
"Memangnya aura Lala kenapa?" Lala masih belum paham.
"La, kau ingat bagaimana Krav, ayahmu sendiri bereaksi ketika tahu auramu berwarna hitam. Bagaimana menurutmu warga desa akan bereaksi?" Wald ikut tersenyum miris. Wajah Lala berubah menjadi horor mendengarnya. Dia baru menyadari apa implikasi warna auranya terhadap sikap penduduk desa kepadanya.
"Apa itu artinya Lala akan dijauhi? Atau diusir dari desa?" Suara Lala gemetar.
Krav menggelengkan kepalanya pelan.
"Kita akan pastikan itu tidak terjadi."