Kini Khaibar sibuk mengemasi barang-barang di kamar dan dimasukkan ke dalam kopernya, sedangkan Kimberly yang tak membantunya, malah asyik memainkan ponsel untuk berselfie dan mengupdate status di semua sosmed yang ia punya.
Khaibar sesekali melirik ke arah Kimberly yang masih sibuk bergaya, ia sesekali tertawa tanpa bersuara saat melihat Kimberly bergaya dengan bermacam-macam rupa, kadang memonyongkan bibirnya, melipat bibir ke bawah dengan di gigit menggemaskan dan masih banyak lagi. Sungguh gaya yang aneh menurut Khaibar, kenapa dengan dunia ini, banyak orang narsis di zaman akhir ini ataukah mungkin aku yang terlalu kuno?
Pemikiran semacam itu menari-nari di kepala Khaibar. Khaibar hanya menggeleng untuk menghilangkan pemikiran yang menurutnya tidak penting, setelah itu ia merapikan bajunya kembali dan dipercepat. Takutnya Kimberly akan merasa bosan menunggu dia lama dan bisa-bisa Kimberly meninggalkannya.
Keheningan sedari tadi menjadi sedikit menghilang saat bunyi pintu diketuk dengan sedikit keras. Kimberly yang penasaran, dia yang akhirnya bergegas membukakan pintunya. Matanya langsung melotot sebal, terlihat sangat tidak menyukai seseorang yang datang saat ini.
"Kamu lagi? Ada apa ke mari? Apa mau melihat kita belah duren hah! Menyebalkan! Selalu mengganggu." Kimberly menekan semua kata-katanya. Khaibar pun menoleh dan penasaran juga, siapa memangnya yang membuat Kimberly sangat kesal itu dan ternyata dugaannya benar kalau itu adalah Keke, siapa lagi yang mampu membuat Kimberly kesal kecuali dirinya dan Keke.
Khaibar pun mendekat ke arah Kimberly dan menepuk pundak Kimberly dengan sangat lembut. Ia pun langsung merangkul Kimberly untuk memamerkan kemesraan agar Keke segera pergi dan tak membuat Kimberly semakin kesal lagi.
"Maz, apa ada yang bisa aku bantu? Sepertinya kamu sedang berbenah ya, biar aku bantuin ya, sepertinya Kimberly tak membantumu ya," tawar Keke disertai basa-basi dengan melirik ke arah Kimberly yang sudah memalingkan mukanya karena muak dengannya.
"Eits, tunggu! Siapa yang memperbolehkanmu menyebut namaku, lalu memangnya kamu tahu dari mana namaku!" protes Kimberly menoleh Kembali dan sungguh risih apabila disebut namanya dengan orang asing, apalagi cewek gatel seperti dia.
Keke tertawa senang dan mencoba meraih tangan Khaibar, tapi Khaibar menepisnya, tapi tidak dapat dipungkiri, Keke malah semakin senang dengan keganasan dan penolakan yang dilakukan Khaibar itu, menurutnya adalah suatu tantangan yang harus bisa didapatkan dan sangat seru kelak kalau sudah terwujudkan.
"Ya, tentu dari Maz Khaibar dong, siapa lagi? Masak hantu," balas Keke dengan sangat sewot.
Kimberly lalu mengangguk-anggukkan kepala saja, menatapi Khaibar dengan sangat seksama lalu bergantian menatapi Keke dengan sangat tidak suka. Dia pun melenguh nafas panjang dan mulai bersuara lagi.
"Khai, kamu keluar saja sana! Dan cepat selesaikan masalah percintaan kalian yang belum kelar itu, aku sungguh malas mengurusi masalah cinta yang menggantung bagaikan di pohon salak itu, ya sudah sana pergi! Muak aku melihat mukanya." Kimberly melepaskan rengkuhan Khaibar, setelah itu dia mendorong Khaibar agar segera keluar. Keke tersenyum mengikuti Khaibar, agaknya dia malah dengan genitnya melambaikan tangan ke arah Kimberly dengan penuh kemenangan.
"Hais berlagak sekali dia, padahal aku hanya meminjamkan suamiku sebentar, apa dia sesuka itu kepada Khaibar sampai tergila-gila begitu?" celoteh Kimberly menatapi kepergian orang itu. Dia pun melepaskan penat dengan merebahkan diri di atas kasur Khaibar dan menepuk-nepuk kasur itu, karena dirasa kasur itu sungguh sangat keras.
"Sebenarnya ini kasur apa loteng sih, keras dan juga dingin, aku baru beberapa menit saja sudah tak nyaman di rumah ini, kalau Khaibar kenapa betah sekali tinggal di rumah kumuh seperti ini."
Kimberly yang merasa tak ada kerjaan dia pun bangkit kembali. Mengendap-endap menuju pintu, lalu membuka pintunya sedikit dan memasang telinganya lebar-lebar agar mendengar ucapan antara Khaibar dan Keke.
***
Di luar kamar.
Khaibar tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Kimberly, teganya dia memberikan posisi yang sulit saat ini, padahal dia sangat kasihan kepada Keke dan mencoba menghindarinya, tak ingin Keke sakit hati, malah Kimberly mendekatkannya seperti inj. Khaibar hanya menggeleng dan bingung mau berucap apa. Ia hanya diam dan membatin.
'Sebenarnya mau apa sih di luar ini, kalau tau diam begini mending aku di dalam kamar saja, lalu maksud si Kim tadi apa? Ci—cinta belum kelar? Apaan coba? Sangat sembarangan kalau berbicara, apa dia cemburu? Tapi kenapa lagaknya seperti itu, tak memperlihatkan kalau dia cemburu, dasar!'
Keke yang sedari tadi hanya didiamkan oleh Khaibar, dia pun beraksi dengan meraih tangan Khaibar dan semua ini Keke lakukan barangkali menjadi kesempatan emas baginya dan Khaibar akan menjadi miliknya.
"Maz, bisakah kamu menikahiku?" Khaibar tersontak kaget dengan pertanyaan itu. Tangan Kimberly langsung ditepisnya. Khaibar pun melengos seraya menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Maz, jawab aku dong ... aku mau kok meskipun aku menjadi istri keduamu aku rela, asalkan berada di samping Maz dan nanti semua hartaku akan menjadi milikmu," lanjut Keke yang terus merayu Khaibar. Akhirnya Khaibar pun angkat bicara dengan membelakangi Keke karena dia tak mau memberikan harapan apapun kepadanya.
"Keke, bukankah Maz sudah bilang kalau kita hanya sebatas adik? Lalu kenapa Keke masih bersikeras? Maz sangat berterima kasih atas cinta dan kasih sayang darimu, tapi maaf Maz tak bisa membalasnya, lagian kamu juga sangat cantik, kamu bisa memilih cowok lain yang lebih baik dari Maz," terang Khaibar panjang lebar.
Keke yang merasa sedih dan kecewa dia pun mendekati Khaibar agar semakin dekat. Bahkan dia beralih ke depan Khaibar agar Khaibar tak membelakanginya lagi.
"Tapi bagiku Maz yang sangat terbaik, tak ada yang lain di hatiku, jadi Maz menolakku? Apa benar?" Khaibar mengangguk, Keke pun menoleh ke sana ke mari, ia tersenyum saat menemukan pisau yang berada di atas meja. Pisau pun diambilnya dan ditaruh di pergelangan tangannya.
"Baiklah, kalau Maz tak mau denganku mendingan aku mati saja! Selamat tinggal, Maz," pekik Keke yang sudah bersiap untuk memotong urat nadinya. Kimberly yang sedari tadi menguping dan mengintip dia hanya tertawa kecil, merasa lucu dengan trik murahan seperti itu.
Khaibar pun semakin mendekat ke arah Keke dan mendekapnya, lalu merebut pisau yang ada di tangan Keke dan membuangnya agak jauh dari jangkauannya.
"Apa kamu gila? Kalau kamu mati bagaimana? Bisa-bisa aku yang disalahkan dan ditangkap polisi, jangan bertindak bodoh seperti ini!" bentak Khaibar. Keke mulai menangis ia yang tak kuasa akhirnya menjadi kesempatannya dan memeluk Khaibar erat. Khaibar awalnya menolak, tapi pelukan Keke sangat erat sehingga dia hanya diam dan tak membalas pelukan itu.
"Cihhh benar-benar modus! Lalu apa tadi? Cantik? Cantik dari mana coba." Setelah berceloteh. Kimberly pun terbelalak saat melihat papa dan mamanya semakin mendekat, terlihat sangat geram melihat kemesraan antara Khaibar dengan Keke. Kimberly pun mencoba memanggil Khaibar dengan nada isyarat, tapi tak didengarnya.
"Mampuslah kau Khaibar. Hmmmm salah paham jelasnya." Kimberly langsung menutupi mata dengan kedua tangannya, dia tak sanggup mendengar adegan menyeramkan seperti ini, apalagi papanya sungguh sangat ganas kalau sedang marah.
"Khaibaaaaar!"
Plak! Satu tamparan mendarat di pipi kanan Khaibar. Membekas merah dan berbentuk gambar jari-jemari akibat pukulan yang sungguh sangat keras.
"Pa—Papa ...."