Lagi-lagi Anna merutuki dirinya, mengapa ia menjadi begitu bodoh di hadapan pria asing itu.
.
.
"Ekhem, anda siapa ya?" ucap Anna dengan tubuh yang sudah tegak sempurna, menghadap pria yang mengajaknya berbicara beberapa detik lalu.
Mendapati pertanyaan seperti itu, pria itu menaikkan sebelah alisnya. Harusnya ia yang mangajukan pertanyaan seperti itu. terlebih ini adalah rumahnya.
Sementara di sisi lain, Anna lagi-lagi mengutuk dirinya. Mengapa pertanyaan seperti itu berhasil lolos dari bibirnya?
"Sepertinya, kamu masih mabuk," gumam pria itu lalu berbalik ingin meraih gelas yang berisi air mineral, ia bermaksud memberikannya kepada Anna namun ketika ia berbalik gadis itu sudah berada di lantai dua sedang berlarian menuju kamarnya.
"Dia kenapa lagi?" monolognya lalu menyusul gadis itu ke kamarnya.
Anna yang sudah berada di dalam kamar segera mengunci dan berlarian ke seluruh sudut ruangan, kamar mandi yang berada di kamar itupun tak luput darinya. ia sedang mencari baju yang ia kenakan semalam.
tak menemukan sehelai benangpun dari pakaian miliknya membuatnya mengacak rambut kasar.
Eh?
Ia kembali berlari ke cermin dan mendapati rambutnya yang tergerai lurus dan rapi, tidak kusut lagi. Aroma harum yang tercium samar beasal dari rambutnya membuatnya sedikit panik?
Siapa yang membersihkan rambutnya?
Siapa yang mengganti pakaiannya? Kulit tangannya yang terasa lembut dengan aroma maskulin menambah pikiran negative di kepalanya. Seolah tidak menerima hal itu, Anna membuka beberapa kancing bajunya, kemudian sedikit meraba kulitnya sejauh tangannya bisa masuk.
Jangan-jangan pria itu? Tidak. ia menggeleng menolak pikiran negatif yang sepertinya memang benar.
Tanpa menunggu lama Anna bergegas keluar ingin meminta penjelasan dari pria asing itu.
Berjalan tergesa-gesa membuka pintu, karena perasaan panik, Anna tak menyadari bahwa beberapa kancing kemeja yang dikenakannya terbuka lebar.
Brukk
Anna nyaris terjatuh, setelah membuka pintu, entah bagaimana bisa tubuhnya menabrak benda yang sangat keras.
Sebuah tangan yang begitu kekar melingkar di pinggangnya, pipinya menempel pada dada bidang seorang pria yang tidak di kenalinya.
Sontak anna mundur dan menjauhkan drinya dari pria itu.
"Jangan menyalahkanku, suruh siapa kamu berdiri di depan pintu" ucap Anna menatap pria itu bengis.
Sudah cukup harga dirinya dipermalukan. Kali ini apapun reskionya Anna tidak mau mengalah dan sebisa mungkin ingin mengambil keuntungan apapun pada pria asing itu.
Salah siapa mengganti pakaiannya tanpa sepengetahuannya? Dipikiran Anna saat ini, mungkin pria itu sudah melihat seluruh tubuhnya tanpa sehelai benangpun.
Tentu saja pria itu sedikit kesal dengan gadis yang tiba-tiba membuka pintu dan menabraknya. Kulit panas mereka yang besentuhan menimbukan sensasi yang tidak biasa terlebih bagi laki-laki normal sepertinya.
"Sebaiknya perbaiki dulu kancing kemejamu sebelum membuka pintu, atau a...."
Anna langsung menutup pintu secepat kilat, bahkan ia tidak menunggu pria itu menyelesaikan kalimatnya.
Pipinya bersemu merah, dadanya benar-benar terekspose setengah.
Lagi, karena kecerobohannya ia kembali mempermalukan dirinya sendiri.
Memperbaiki kancing kemejanya, menarik napas dalam-dalam, dan kemudian menampar pelan pipinya berkali-kali, "Sadar Anna, sadar. Berhenti mempermalukan dirimu lagi."
Tangannya kemudian mencoba kembali meraih gagang pintu dan membukanya perlahan.
Sosok sesorang pria yang bersedekap dada dengan tubuh bersandar pada tembok memasuki pandangannya.
Dengan langkah pelan, Anna mendekatinya.
"Ma-maaf," ucapnya pelan.
Pria itu tak menjawab dan hanya menatap Anna lekat-lekat.
"A-aku ingin berangkat kerja, jika boleh tau dimana pakaianku?" tanyanya pelan. Ia yang sebelumnya memiliki amarah yang menggebu-gebu untuk meminta penjelasan mengenai dirinya ketika tidak sadarkan diri seketika menciut. Tak berani bertanya lebih lanjut.
Mendapati pria itu tak meresponnya, Anna menjadi sedikit salah tingkah.
'Tenangkan dirimu Anna. Jangan lagi berbuat gegabah dan berakhir mempermalukan dirimu sendiri,' batinnya.
"Baiklah Tuan yang terhormat. Terima kasih telah membantuku, dan maafkan kelancanganku. Sekarang aku ingin berangkat kerja. Dimana pakaian yang aku kenakan sebelumnya, Tuan?" kata Anna dengan bahasa yang menurutnya sudah sangat berlebihan. Baiklah tidak apa-apa.
"Di tempat sampah," ucap pria itu kemudian berbalik meninggalkan Anna.
"Ap..."
"Masih pagi, jangan membuat keributan di rumahku. Aku mau mandi," potongnya kemudian memasuki ruangan lain yang berada di lantai dua. Karena Skinship tadi, sekarang ia benar-benar ingin berendam pada air dingin.
"Ah iya, di bawah ada makanan untukmu," tambahnya lagi sebelum menghilang di balik pintu.
Anna yang melihat sikap dan cara berbicara pria itu hanya diam melongo. Ia bahkan belum berkata apa-apa dan pria itu sudah memberondongnya dengan seribu kalimat.
Ditinggal sendiri, Anna berpikir keras bagaimana caranya ia keluar dari rumah itu dengan pakaian yang tidak terlalu terbuka seperti yang dikenakannya sekarang, kemeja kebesaran yang panjangnya hanya sebatas setengah pahanya.
Anna tidak akan tinggal diam, berbagai cara akan ia lakukan, asal bisa segera pergi dari rumah ini dan bekerja.
Perkerjaannya adalah perioritas utama baginya.