Chereads / Dandelion. / Chapter 11 - Bab 11. Debt Collector

Chapter 11 - Bab 11. Debt Collector

Berada di mobil yang sama dengan pria yang sudah kedua kalinya menyelamatkannya dari Brian membuat Anna tidak berbicara banyak. Terutama saat ini. Perasaan malu yang berkecamuk dalam diri gadis itu seolah-olah membuatnya ingin lompat dari atas mobil saja.

Bagaimana tidak, Outfit yang melekat pada tubuhnya saat ini adalah milik pria yang sedang mengemudi di sebelahnya, semuanya tanpa terkecuali. Meski dalam hatinya, ia sedikit membenarkan tindakannya itu sebab pria itu juga telah membuang pakaiannya. Tidak mungkin kan iya berkeliaran di luar dengan pakaian yang menurutnya setengah telanjang.

Merasakan sesuatu mengganjal punggungnya, Anna menoleh ke belakang, melihat kursi yang sedang ia duduki. Manik matanya mendapati sebuah tas yang tak lain adalah miliknya. Astaga, padahal ia sudah mencari-cari tasnya sebelum meninggalkan rumah pria itu tetapi tidak menemukannya, ternyata ada di mobil ini.

"Sudah sarapan?" suara bariton Devan mengetuk indra pendengaran gadis itu.

"Tentu saja, sudah kan? Aku melihat makanan yang aku sediakan untukmu di meja tadi pagi berkurang banyak."

"Ataukah cuma perasaanku saja," ucap Devan tanpa menoleh ke arah gadis itu, tangannya kemudian mengambil sebungkus permen di jok mobilnya dan memasukkannya ke dalam mulut, disertai senyum yang sangat menyebalkan bagi Anna.

Anna tidak menjawab, terpaku di tempat. Ia malu, sangat-sangat malu.

Devan melirik sekilas ke arah Anna dan kemudian kembali tersenyum. Seumur hidupnya, ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan gadis aneh dan berhasil membuatnya sedikit penasaran, bahkan melakukan hal yang di luar dari kebiasaannya.

"Laki-laki tadi, siapa?" tanya Devan yang terlihat tetap fokus pada kemudinya.

Tidak mendapat jawaban dari lawan bicaranya, Devan menoleh dan mendapati Anna yang sedang tertegun dengan manik mata yang terlihat berkaca-kaca.

"Maaf, tidak seharusnya aku bertanya tentangmu," ucap Devan kembali.

Hening beberapa menit, tak ada suara di antara keduanya.

"Dia kekasihku," balas Anna setelah terdiam lama dengan suara sedikit serak.

Mendengar hal itu, Devan menoleh, " Bukannya tadi dia sedang bers...."

"Itu hanya sampai kemarin malam. Saat ini aku bahkan tak ingin melihat dia lagi,"

Kening Devan berkerut, ia penasaran namun enggan bertanya lebih jauh, berpikir bahwa itu bukanlah urusannya.

"Sudahlah, aku muak dengannya. Jangan bertanya apapun lagi," ucap Anna.

"Sekarang, kau akan membawaku kemana?" tambahnya lagi dengan nada suara yang sudah terdengar lebih baik dari sebelumnya.

Melihat jam yang menunjukan pukul 11.30 WIB, Anna menghela napas kasar.

"Sebaiknya aku turun di sini, sebentar lagi aku kembali bekerja," sambungnya lagi tanpa menunggu pria itu menjawab pertanyaannya.

"Baiklah, dimana rumahmu? Mungkin aku bisa mengantarmu," tawar Devan, entah apa yang terjadi padanya, sikapnya saat ini berubah tiga ratus enam puluh derajat dari biasanya. Hanya saja, pria itu tidak menyadarinya.

"Aku tidak suka ditolak," ucapnya lagi ketika melihat gadis itu ingin meresponnya.

Dengan ragu, Anna memberikan alamat kos tempatnya tinggal. Jika boleh jujur, saat ini ia memang tidak memiliki tenaga sama sekali untuk berjalan kaki. Lagipula ia harus menghemat energinya karena sebentar lagi ia akan kembali bekerja, kerja paruh waktu keduanya di sebuah restoran yang tidak begitu besar sebagai seorang waiters.

Tidak apalah, ini juga akan menjadi terakhir kalinya mereka bertemu. Anna sangat yakin akan hal itu.

Beberapa menit kemudian, mereka memasuki sebuah lorong yang merupakan arah jalan menuju kos-an gadis itu.

Ketika Anna merasa bahwa sebentar lagi ia akan sampai, manik matanya menangkap beberapa orang berseragam hitam dengan tubuh yang begitu kekar sedang berdiri di depan bagunan tempatnya tinggal.

"Stop. Berhenti, berhenti," ucap gadis itu panik.

"Ada Apa?"

"A-aku, aku pulang nanti saja," balas Anna dengan nada suara agak serak.

"Mengapa tiba-tiba? Bukannya kamu akan bekerja?" tanya Devan bingung.

"Tolong, jangan bertanya apapun, dan bawa aku pergi dari sini, Cepat!" mohon Anna kepada pria itu. Pria yang ia lihat tadi adalah beberapa debt collector, orang berbeda dengan yang menemuinya saat ia masih di cefe.

Ya, ayahnya meninggalkan hutang pada gadis itu dengan jumlah besar. Tidak hanya pada satu rentenir, namun ada beberapa. Hal itu juga baru di ketahui Anna ketika orang-orang itu datang untuk menagih hutang atas namanya. Hal itulah yang membuat gadis itu sedikit frustasi, ayahnya meninggalkan Hutang yang begitu banyak menggunakan identitasnya.

Saat ini, ia benar-benar sudah tidak tahu lagi harus bagaimana, kehilangan satu pekerjaan paruh waktunya, dikhianati Brian yang sangat ia percayai dan para rentenir itu selalu mendatanginya, memeras semua gajinya yang tersisa.

Yang bisa ia lakukan saat ini hanyalah menghindari mereka. Pernah suatu waktu, dalam satu bulan ia tidak membayar sepeserpun pada rentenir itu sebab Brian kekasihnya sedang membutuhkan uang dan gadis itu berakhir bermalam di pelataran toko-toko hanya untuk menghindari dan bersembunyi dari orang-orang itu yang hampir tiap hari mendatangi dan mengancamnya karena belum membayar mereka.

Ia juga tidak mengatakan apapun tentang keadaannya kepada kekasinya itu karena tidak ingin menambah beban pikirannya. Katakanlah ia bodoh sebab menanggung semuanya sendiri dan berakhir dikhianati oleh pria itu.

Melihat gadis itu memohon, Devan menghela napas dan segera meninggalkan tempat itu. Ia tidak memutar arah mobilnya karena jalan yang agak sempit sehingga ia hanya bisa terus mengemudikannya hingga mencapai ujung lorong yang menhubungkannya dengan jalan raya.

"Apakah karena orang-orang itu?" tanya Devan tiba-tiba ketika melihat Anna sudah sedikit merilekskan tubuhnya, beberapa menit yang lalu, ia sempat melirik ke arah gadis itu dan mendapatinya sedikit menyembunyikan wajah ketika melalui orang-orang berbaju hitam di lorong yang baru saja mereka lalui.