"Aku bukan Brian Anna."
"Sekali lagi kamu menyebut namanya, jangan salahkan jika aku melakukan sesuatu yang lebih padamu."
Dengan hati-hati, Devan melepaskan cekalan tangan Anna di pergelangan tangannya, lalu menyelimuti gadis itu dengan sangat hati-hati.
Baru saja melangkahkan kaki, tubuhnya tiba-tiba tersentak. Anna menarik lengan pria itu sehingga jatuh tepat di atas tubuhnya, sembari terus bergumam entah apa yang dikatakannya.
Membuat Devan refleks menahan napasnya.
Jarak wajahnya dengan gadis itu sangat dekat.
Senyum smirk terpatri di bibirnya. "Kamu yang memintaku melakukannya Anna."
Detik berikutnya, jemari Devan mengusap bibir ranum gadis itu. Masih tercium aroma alkohol yang sangat pekat dari dalam sana.
Cup...
Devan mencium Anna.
Melumat bibir gadis itu lembut dan sangat lama, membuat Anna yang berada dalam kondisi setengah sadar pelan-pelan ikut melakukan hal yang sama, membalas ciuman pria itu.
Sesaat hanya terdengar decapan bibir dan lidah yang saling beradu, menimbulkan suara yang khas mengisi ruangan. Keduanya saling bertukar saliva dalam waktu lama.
Hingga lenguhan terdengar lolos dari bibir gadis itu tepat ketika Devan meraba beberapa bagian sensitifnya. Tubuh Anna mengejang dengan desahan yang begitu merdu di telinga Devan.
"Respon yang bagus, Sayang."
Entah sejak kapan, semua pakaian yang melekat sempurna di tubuh gadis itu sudah tanggal tak tersisa, membuat Devan bisa dengan leluasa memperlakukan tubuhnya sesuka hati.
Dan Anna tidak menolak sedikitpun, membuat pria itu semakin bersemangat, terlebih jika mengetahui bahwa gadis itu masih memiliki sisa-sisa kesadaran.
***
Dering alarm di pagi hari membuat Anna terkesiap. Mendadak rasa haus yang amat sangat membuat kerongkongannya terasa begitu kering.
Berusaha bangkit dari posisinya, namun gagal. Kepalanya terasa sangat berat. Tiba-tiba kedua alisnya saling bertaut kebingungan, ia merasa sesuatu yang berat menindih perutnya.
Mengangkat selimut untuk memastikan, dan di saat yang sama tubuhnya menegang.
Refleks Anna bangkit dari posisinya.
'Mengapa aku bisa telanjang?'
'Dan tangan siapa itu?'
Gadis itu segera menoleh ke arah samping dan menemukan Devan yang juga sedang bertelanjang dada di sana.
Sejenak Anna kesulitan mencerna apa yang terjadi, pikirannya menjadi kosong.
Hingga sebuah noda darah yang memenuhi seprei memasuki pandangannya.
'Tidak mungkin' Anna menolak mempercayai apa yang ada di dalam pikirannya. Gadis itu menggeleng sembari mengeratkan balutan selimut di tubuhnya.
Mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi semalam, meraba-raba ingatan yang mungkin saja bisa menjadi petunjuk.
Wajahnya nampak pias, samar-samar bisa mengingat saat dimana ia dan Devan saling bertukar kenikmatan.
Rona merah segera memenuhi wajahnya, ini benar-benar memalukan. Kesuciannya hilang hanya dengan semalam. Dan itu disebabkan oleh pria asing yang baru beberapa hari di kenalnya. Tidak, namun ini juga karena kecerobohannya sendiri yang tidak bisa menjaga diri.
Sekuat tenaga Anna menolak semuanya, namun ia bisa apa? Semua telah terjadi. Kini tak ada lagi hal berharga yang ada dalam dirinya.
Anna mengusap wajahnya frustasi, menoleh kembali ke arah Devan untuk memastikan pria itu masih terlelap.
Ia ingin pergi, Anna ingin menjauh dari sini, ia benci pria itu juga dengan dirinya sendiri.
Segera gadis itu bergerak memakai kembali pakaiannya yang tergeletak di lantai dengan tergesa-gesa.
'Dimana dalamanku?'
Anna mencari dimana-mana tapi tak menemukannya.
'Ah biarlah.' pikirnya.
Segera gadis itu beranjak tanpa menunggu lebih lama lagi, namun langkahnya mendadak terhenti tatkala ekor matanya menangkap cek yang berjumlah seratus juta masih tergeletak di atas nakas.
"Apa aku ambil saja uang itu?" monolog Anna pada dirinya sendiri.
"Tapi jika aku mengambilnya, bukankah sama saja jika aku menjual tubuhku pada pria SIALAN ini?" tambahnya lagi dengan nada suara yang ditekan pada kata tertentu.
'Lagipula sekarang aku benar-benar butuh uang, dan sudah tidak memiliki pekerjaan lagi. Semuanya terjadi karena pria. Entah itu Brian ataupun Devan, kedua pria itu penyebabnya,' pikirnya sembari menghela napas.
Setelah bergelut lama dengan pikirannya sendiri, gadis itu memilih meraih cek di atas nakas. Ia tidak peduli jika Devan akan menyebutnya wanita murahan ataupun sejenisnya. Lagipula pria itu sudah mengambil keuntungan darinya.
Dan kemudian, Anna pergi diam-diam meninggalkan Devan yang masih terlelap. Gadis itu menetapkan dalam hatinya bahwa ini adalah terakhir kalinya ia berhubungan dengan pria.
Ia jera dan juga trauma.
Setelah hari ini, Anna tidak lagi berada di kota yang sama dengan Devan. Ia menjauh sejauh mungkin, menghilang, dan tak bisa ditemukan dimanapun.