Chereads / Dandelion. / Chapter 29 - Bab 29. Kebaikan Nicho (2)

Chapter 29 - Bab 29. Kebaikan Nicho (2)

"Ayah Dave, kapan kamu akan menceritakannya padaku? Aku mungkin bisa membantumu mencarinya," tambahnya lagi.

"Dia sudah mati, tak perlu lagi mencarinya," balas Anna singkat, terdengar sangat jelas bahwa wanita itu sangat enggan membahasnya.

Malam itu adalah kesalahan, namun berdampak besar pada kehidupannya.

Mendengar jawaban dari Anna, Nicho hanya menghela napas kasar. "Baiklah, jika kamu masih belum siap menceritakannya padaku, tidak apa," ucapnya. Setiap kali ia bertanya tentang Ayah Dave, wanita di sebelahnya selalu mengatakan hal yang sama.

Nicho tidak tahu apakah yang diucapkan oleh Anna adalah suatu kebenaran ataukah hanya kebohongan. Namun untuk saat ini, ia tidak memiliki pilihan lain selain mempercayai ucapannya.

"Besok aku libur, aku ingin mengajakmu jalan-jalan bersama Dave."

"Memangnya kamu tidak capek? Mungkin sebaiknya kamu istirahat di rumah saja, jangan memikirkan kami," balas Anna.

"Tidak. Sudah lama sekali sejak terakhir aku mengajak kalian jalan-jalan. Kebetulan besok aku lagi kosong, bagaimana?" tanya Nicho.

"Tapi kemana? Aku tak memiliki uang sepeserpun, Nicho," balas Anna lagi.

"Sudah berapa kali aku bilang, jangan pernah berkata seperti itu. Aku yang mengajakmu, itu berarti aku yang akan menanggung semuanya, Anna." Nicho sudah bosan mendengar ucapan wanita itu yang selalu sama ketika ia mengajaknya keluar, padahal sudah berkali-kali ia memberikan uang padanya namun selalu ditolak oleh wanita itu.

Mereka tak memiliki hubungan apa-apa namun pria itu tetap membiayai hidup Anna. Pernah suatu waktu ia ingin melamar pekerjaan di sebuah toko swalayan saat Dave berusia tiga tahun, namun pria itu melarangnya, bahkan tidak mengajaknya berbicara selama berhari-hari hanya karena kejadian itu.

Dan setelahnya, Anna tidak berani melakukan hal seperti itu lagi. Ia hanya tinggal di rumah dan sepenuhnya mengurus Dave.

"Hmm, kalau begitu terima kasih, Nic."

Melirik arloji di tangannya, Nicho hanya mengangguk, "Sebaiknya kamu juga tidur, ini sudah jam sepuluh malam," ucapnya.

"Sebentar, aku belum mengantuk," balas Anna menyandarkan tubuhnya pada sofa.

"Kamu mau makan sesuatu?" tanya Nicho lagi namun hanya mendapat gelengan kepala dari Anna.

"Memangnya kamu mau makan apa? Mungkin aku bisa membuatnya untukmu," balas Anna bertanya balik.

"Sekarang?"

Anna hanya mengangguk mengiyakan.

"Tidak perlu, tubuhmu pasti sangat lelah mengurus Dave seharian."

Anna tidak merespon lagi dan hanya diam, jika boleh jujur ia memang sangat lelah. Mengurus bocah kecil yang sangat aktif seperti Dave menguras banyak tenaga dan kesabaran.

Dave, anak itu sudah sehat sejak kemarin.

Dan setelahnya hanya keheningan yang mengisi ruangan tengah, tak ada lagi pembicaraan dari Anna maupun Nicho. Keduanya terfokus pada acara televisi yang sedang tayang, entah benar-benar menikmatinya ataukah sibuk dengan pemikirannya masing-masing.

Hingga beberapa puluh menit telah berlalu, Nicho menoleh dan mendapati Anna sudah terlelap dengan posisi masih bersandar pada sofa. Pria itu kemudian beranjak mendekati tubuh kecil Anna.

"Dasar keras kepala, hanya ingin menemaniku saja kamu menahan kantuk sampai ketiduran seperti ini," gumam Nicho sembari mengangkat tubuh Anna, bejalan menuju kamarnya di lantai dua. Sebelumnya, bukan tanpa alasan Ia meminta wanita itu untuk tidur lebih awal, sebab entah sudah berapa kali ia tanpa sengaja melihat wanita itu menguap.

Menyelimuti Anna dengan hati-hati, Nicho kemudian berdiri di sisi ranjang, menatap wajah Anna sangat lama. Entah apa yang ada di dalam pikirannya, tidak ada yang tahu.

***

Saat ini dua orang pria berjalan sempoyongan memasuki sebuah rumah megah bernuansa putih.

"Berdiri tegaklah, jangan berjalan seperti itu, tubuhmu berat," oceh Leo, pria itu sedang memapah tubuh Devan memasuki rumahnya. Beberapa jam yang lalu, ia mendapat telepon dari seorang bartender agar menjemput pria yang ternyata adalah sepupunya sendiri.

Melihat kondisi Devan yang nampak sangat kacau dan tidak bisa menopang tubuhnya lagi, Leo menebak bahwa pria itu sudah berada di bar dalam waktu yang sangat lama.

Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali, bahkan Leo seringkali mengorbankan waktunya hanya karena harus menjemput sepupunya di bar tanpa memperdulikan siang ataupun malam, bahkan dini hari sekalipun.

"Berhenti menyiksa dirimu dengan alkohol," ucap Leo membuang tubuh Devan ke sofa yang berada di ruang tamu.

Napasnya terdengar memburu, "Hahhh," Leo ikut mendaratkan tubuhnya di sebalah Devan. Lengannya kesemutan dan keringat sudah membasahi keningnya. Beberapa detik setelahnya, ia merasa haus, tenggorokannya kering.

Berjalan ke arah kulkas untuk mencari sesuatu yang mungkin saja bisa menjadi pelepas dahaganya, namun miris. Tak ada apapun di dalam sana, hanya berisi botol-botol kosong membuat Leo menghela napas kasar.

"Ternyata kamu semenyedihkan ini," gumamnya.

Leo kemudian kembali membawa tubuh Devan memasuki sebuah kamar di lantai satu.

Dan setelahnya karena merasa sangat lelah, ia merebahkan tubuhnya sejenak, namun tanpa sadar pria itu ikut terlelap di sebelah Devan.