Chereads / Maaf, Pak! / Chapter 9 - I

Chapter 9 - I

"Maaf, Pak. Ini sudah selesai diskusinya?"

Gadis itu mulai resah karena hari sudah hampir gelap, namun tidak ada tanda-tanda ia sudah diijinkan untuk pulang. Rasanya sudah gerah sekali, apalagi aktivitasnya hari ini cukup padat.

Pria di depannya sejenak mengalihkan pandangan dari laptop, tersadar bahwa ia masih mempunyai tamu.

"Oh. Eh. Maksud saya iya, diskusinya sudah selesai. Kamu sudah mau pulang?"

Ck. Ya iyalah mau pulang, masa' nginep? Bisa digrebek warga nanti, dikiranya lagi kumpul kebo.

Mia menganggukkan kepala.

Pak Miko membereskan kertas-kertasnya, menutup laptopnya, kemudian berlalu dari ruang tamu di lantai satu menuju lantai dua.

Mia terheran-heran mendapati tingkah dosen killernya itu. Kan dia mau pamit pulang, kok malah ditinggal pergi?

Namun itu belum seberapa.

Keheranannya semakin meningkat saat Pak Miko kembali ke ruang tamu dengan sebuah jaket dan helmnya. Tanpa banyak kata, Mia mengikuti beliau setelah mendapat isyarat berupa gendikan kepala.

"Bapak mau pergi, ya?" Mia yang sudah tidak bisa menahan rasa penasaran memutuskan untuk bertanya. "Mau kencan?" Lanjutnya.

Kebetulan saat itu Sabtu malam, jadi wajar saja jika Mia bertanya demikian.

"Memangnya kenapa?" Sama sekali tak menjawab pertanyaan yang Mia lontarkan.

"Sekarang 'kan malam Minggu. Siapa tau Bapak mau ngapel gebetan."

Mia mendengus pelan saat pertanyaannya barusan diabaikan. Namun ia semakin merasa aneh saat mendapati Pak Miko ke luar dari garasi dengan motor KLX-nya.

"Buruan naik," perintahnya.

"Hah?" Mia cengo di tempatnya. Seriusan ini teh Pak Miko yang mendapatkan predikat sebagai dosen killer Faperta?

"Hah-heh mulu. Buruan, saya antar kamu."

"T-tapi saya udah ngirim chat ke Kak Revan, Pak. Dia bentar lagi otw," tolaknya. Rasanya nggak enak kalau nerima tawaran beliau, apalagi kalau mau nolak. Takut dapet nilai jelek nantinya.

Makanya ia membuat keputusan dengan meminta bantuan pada seniornya tersebut. Lagian dia juga udah menawarkan diri 'kan tadi?

"Baru mau jalan 'kan? Bilang aja nggak jadi."

"T-tapi P-pak-"

"Nggak ada tapi-tapi. Kamu mau nunggu lama di sini sendirian?"

"'Kan ada Bapak?"

"Saya mau pergi. Buruan, saya nggak punya banyak waktu."

Dengan berat hati ia menerima tawaran Si Bapak setelah mengirimkan pesan ke Kak Revan. Ia juga meminta maaf karena sudah merepotkannya.

"Saya nggak pakai helm, Pak?"

"Nggak usah," ucapnya sambil menjalankan motornya, ke luar dari halaman rumahnya.

Ck, ngajarin yang nggak bener nih. Wajib hukumnya pakai helm saat berkendara menggunakan kendaraan roda dua. Kalau nggak mau menaati peraturan, setidaknya sayangi 'gundhul' anda. (Gundhul: Kepala).

.

"Kok ke sini sih, Pak? Katanya mau nganterin saya pulang?"

Bukannya langsung dipulangkan, malah diajak mampir ke angkringan. Dasar Si Bapak!

"Mampir bentar."

Untung dia anak kost, coba kalau anak rumahan. Bisa disidang sama Papa pas sampai rumah_-. Masih mending disidang, lhah kalau dikunciin? Atau paling parah malah dinikahin? 'Kan tekanan batin jadinya.

Beliau masuk ke dalam tenda, sedangkan Mia memilih untuk menunggu di sebelah motornya. Tak lama kemudian beliau kembali dengan menenteng dua kantong plastik.

"Bawain." Ucapnya saat Mia tak menyambut kantong plastik yang ia ulurkan.

Kirain mau dikasih buat Mia, udah kegeeran aja dia jadi cewek. Ternyata cuma disuruh bawain dulu. 'Kan maluuu...

Tak lama kemudian sampailah mereka di sebuah rumah kost dua lantai dengan Mia sebagai penunjuk jalan. Di sanalah tempat Mia tinggal selama menjalani study sarjananya.

"Terimakasih, Pak," ucapnya setelah turun dari motor tinggi tersebut. Capek banget, padahal cuma tinggal duduk aja dia.

Tak lupa ia kembalikan jajanan Pak Miko tadi, namun hanya satu kantong yang ia terima. "Buat kamu satu."

"Eh?"

"Huft... Kalau kamu nggak mau makan, bisa dikasih ke temenmu yang lain."

"T-tapi-"

"Tinggal terima, saya ikhlas."

Takut menyinggung perasaannya, Mia pun menerima pemberian tersebut. Tak lupa ia mengucapkan terimakasih.

"Saya pamit," gumamnya.

"Apa, Pak?"

Ia berdecak pelan. "Saya pamit, sudah petang."

"Nggak mampir dulu, Pak?" tanya Mia spontan. Ia terbiasa dengan basa-basi seperti itu, jadilah kebawa sampai sekarang.

"Saya tau peraturan rumah kost yang isinya kaum hawa semua," sindirnya. Barulah Mia tersadar akan kesalahannya tersebut, ia benar-benar lupa.

Dengan cengiran bodohnya, ia mengutarakan "maaf, Pak. Saya terlalu grogi..."

Tak menunggu waktu lama lagi, dosen muda tersebut pamit pulang. Mia menunggu di depan sampai motor KLX hijau tersebut menghilang di sebuah belokkan.

.

Keesokan harinya, kost-kostan tempat Mia tinggal dihebohkan oleh kehadiran paket makan siang. Menu makanan rumahan mengisi rantang bergambar bunga tersebut.

Melihat kedatangan Mia, penghuni kost dua lantai itu memburunya dengan berbagai tatapan dan pertanyaan beruntun. Ia berhasil dibuat pusing oleh kelakuan mereka.

"Mia, ada kiriman makan siang atas nama kamu. Dari siapa?"

"Kamu udah punya cowok, ya?"

"Dek, maaf ya tadi keburu kepo sama isinya. Jadi kita bongkar dikit. Kayaknya enak semua masakannya."

"Enak banget kamu, dapet makan siang gratis. Mewah banget lagi menunya.."

"Di tanggal tua kayak gini, dan kamu dapet rejeki nomplok berupa makan siang. Beruntungnya dirimu, Dek."

"Kamu habis bantuin orang, Dek?"

"Dari calon mertua, Dek?"

Tanpa menjawab pertanyaan mereka, Mia membawa rantang makanan tersebut ke kamarnya. Kamar anak kost itu istimewa, bisa buat tidur, buat nugas, buat makan juga bisa. Asal jangan buat mandi sama nyuci!

Dibukanya rantang tersebut, di sana terisi anek lauk pauk mulai dari tahu-tempe bacem, mie goreng, tumis kacang buncis, dan tak lupa juga beberapa potong daging ayam goreng tepung.

Perutnya langsung meronta saat mendapati lauk yang berlimpah dan terlihat menggiurkan itu. Di ambilnya beberapa bagian untuknya, kemudian sisanya ia letakkan ke dapur kost biar yang lain ikut merasakan. Ya walaupun nanti dapetnya sedikit-sedikit, yang penting sudah berbagi rasa dengan mereka.

"Btw ini semua dari siapa, sih?" tanya salah seorang teman kost yang tinggal bersebelahan dengannya.

"Belum tau, Mbak. Coba nanti aku tanyain ke temenku dulu."

"Untung aja ada nama kamu, jadi nggak takut salah kirim makanan. Kalau ternyata bukan buat kamu kan gimana, udah terlanjur dimakan juga."

Gelak tawa tak dapat ditahan lagi. Rasanya terlalu aneh tiba-tiba aja ada paket makan siang mampir ke kost mereka. Baru kali ini soalnya, beda lagi kalau emang pesen makanan lewat aplikasi.

Saat menikmati masakan yang sangat nikmat itu, muncullah sebuah panggilan dari nomor asing. Takut panggilan penting, gadis tersebut memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut. Tak lupa ia bersihkan beberapa serpihan makanan yang nyelip di sela-sela gigi. Jorok? Biarlah!.

"Halo?"

"..."

"Iya, dengan saya sendiri. Siapa, ya?"

Mia mengerutkan alis, mencoba mengenali suara lawan bicaranya.

"Ooh, jadi Ibu yang kirim makan siang ke kost Mia?"

"..."

"Iya, Mia suka banget sama masakan Ibu. Enak banget, parah. Makasih atas makan siangnya, Bu.."

Akhirnya rasa penasarannya terjawab sudah. Sang pengirim paket makan siang itu tak lain dan tak bukan adalah Sang Ibunda Ratu, Ibunda Pak Miko.

Rasanya ia sulit untuk mempercayainya. Ibunya Pak Miko, entah ada angin apa ngirim makanan buat stranger kayak Mia?

Bener kata temennya tadi, ia baru saja berbuat kebaikan apa sih?

.

.

.

.

.

To be continue