Chereads / Maaf, Pak! / Chapter 10 - J

Chapter 10 - J

Semester baru sebentar lagi dimulai. Kurang lebih masih ada sekitar enam hari ke depan, dengan tiga hari awal sebagai masa perwalian dan pengisian KRS (Kartu Rencana Studi). Tak ketinggalan pula, waktu pembayaran uang kuliah selama satu semester ke depan.

Siang ini, Mia datang ke bank kampus untuk membayar uang kuliah bersama Revan. Selama liburan kemarin, mereka terlihat semakin dekat. Bahkan beberapa kali mereka membuat jadwal untuk ketemuan, entah buat nonton atau sekedar jajan. Terkadang mereka juga berkendara motor entah ke mana tujuannya, yang penting bisa ke luar kost.

"Kamu duluan aja," Revan mempersilahkan Mia untuk mengambil nomor antrean terlebih dahulu. Baru kemudian ia menyusul setelahnya.

Antrean menuju loket cukup ramai siang ini, terutama bagi kalangan mahasiswa. Buat apalagi kalau bukan buat bayar kuliah? Kalau yang udah berumur, barulah mungkin mereka mau ambil duit atau setor duit.

Lihat duit merah-merah berasa nyegerin mata, walaupun cuma sekilas. Tapi tuebeeeelll banget duitnya.

"Kapan gue bisa pegang duit setebel itu," gumam Mia saat mengamati transaksi yang dilakukan oleh seorang pria lanjut usia.

"Coba aja deketin Kakeknya, siapa tau kamu kecipratan nantinya."

Bugh!

"Nanti dikira mau rampok, dong," semprot Mia kesal.

Revan merintih pelan. Tabokan Mia dilengannya terasa pegal ternyata. Maklum sih, soalnya Mia anak taekwondo dulunya.

Sepuluh menit kemudian giliran Mia buat maju ke loket. Ia menyiapkan uang dan KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) miliknya.

Beres dengan urusan bayar membayar, ia menunggu Revan yang masih berdiri di loket. Daripada gabut, ia mengeluarkan ponselnya yang sedari tadi ia simpan di dalam tas.

Terdapat beberapa notifikasi dari social media miliknya, dan beberapa pesan WA yang masuk. Belum sempat ia membuka password ponsel, Revan sudah berdiri di sebelahnya.

"Yuk."

"Udah selesai?"

"Udah, dong. Kalau belum ya nggak ngajak ke luar. Mau ke mana sekarang?" tanya Revan.

Mereka sedang di parkiran, menunggu petugas parkir yang sedang mengeluarkan motor milik Revan. Helm sudah terpasang dengan rapi, tanpa jaket dan kaus tangan karena cuaca siang ini sedang terik-teriknya.

"Udah pernah cobain bubur kacang ijo deket pasar belum? Katanya enak banget burjonya, temenku sampai langganan di sana."

"Boleh. Kamu tau tempatnya, 'kan?"

"Kurang paham sih, tapi gerobaknya biasa mangkal di depan toko mas di pertigaan pasar itu. Gimana?"

"Boleh deh.

Sebuah gerobak hijau dengan tulisan 'Bubur Kacang Ijo Barokah' di kacanya berhasil mereka temukan. Sudah ramai pembeli yang mengantre di dekat gerobak, dan adapula pelanggan yang sedang menimati burjo di tenda yang disediakan.

"Ramai banget ternyata," ucap Revan setelah mendekat ke arah penjualnya.

"Iyalah. Katanya enak banget burjonya, makanya banyak pelanggan yang berdatangan."

"Kamu udah bilang gitu tadi," kekehnya mendengar gadis di sebelahnya yang terus berpromosi sedari tadi. Ia selalu merasa nyaman saat jalan dengannya. Mia juga sosok wanita yang enak diajak ngobrol ataupun diajak diskusi, jadi ia belum pernah merasa bosan saat berduaan dengannya.

"Soalnya aku udah penasaran bangeeeettt... Pingin ngerasain gimana rasanya," rengek Mia saat tangan Revan mampir di kepalanya, merusak tatanan rambutnya.

"Iya-iya. Kamu tunggu di kursi sana aja, biar aku pesenin."

Mia memilih untuk menurut, mencari bangku kosong untuk mereka berdua menikmati burjo yang katanya enaaak banget.

Setelah berdesakan dengan pembeli lain, akhirnya pesanan mereka selesai juga dibuat.

"Maaf ya agak lama. Dari tadi diserobot mulu pesanannya, apalagi sama buibu yang gendong keranjang itu. Katanya takut ditinggal sama angkot, tapi kayaknya tadi malah mampir lagi di depan penjual gorengan. Mana nggak berhenti pamer, lagi."

"Ya maklumin aja, Kak..."

"Tapi ada juga yang baik hati, ngerelain burjo mereka buat aku. Katanya kasihan udah nunggu dari tadi."

Acara menikmati semangkuk burjo terhenti sejenak saat kedatangan seorang perempuan di sebelah Revan. Dilihat dari penampilannya, terlihat bahwa ia seorang pelajar sekolah menengah atas. Dengan bawahan warna merah dengan corak kotak-kotak dan atasan kemeja putih, dapat disimpulkan bahwa ia merupakan siswi dari SMA swasta ternama di kota ini.

"Hai, Kak!" Sapanya semangat.

"Hai," sapa Revan balik.

Iya, cuma Revan yang disapa. Mia? Nggak dianggap deh kayaknya.

"Kakak juga makan di sini?"

Ya menurut lo aja gimana? Bisa dilihat, 'kan kalau mereka lagi makan burjo di sebuah kursi di bawah tenda warna biru?

"Iya, Dek-"

"Icha, Kak! Namaku Icha!"

"Ooh, iya Icha. Kamu sama siapa ke sininya?"

"Sama supir aku, Kak. Kakak sendirian?"

Mia menundukkan kepalanya, berpura-pura sibuk menikmati sajian di tangannya itu. Padahal udah mau habis burjonya ;').

"Sama temen aku. Nih, kenalin namanya Mia," ucap Revan sambil merangkulkan sebelah tangannya ke pundak Mia.

Raut wajah gadis belia itu langsung berubah.

"Ooh, kukira Kakak sendirian tadi," gumamnya, dan masih dapat didengar oleh dua mahasiswa tersebut. "Ya udah deh, aku balik dulu Kak! Oh iya, Om aku juga dosen di sana, lhoh. Kalau ketemu lagi nanti aku kenalin ke Omku. Byeee!!!"

Mia menggeleng pelan setelah melihat kepergian gadis itu. Ia jadi membandingkan gadis itu dengan masa sekolah menengahnya dulu. Dulu dia itu dekil banget, bahkan terkesan cuek sama penampilannya. Lebih suka pelajaran outdor, daripada pelajaran indor yang membuat otaknya ngebul.

"Cieeee, ditaksir sama dedek gemes..." ledeknya, menggoda Revan yang masih senyum-senyum, sesekali menyuapkan burjo ke mulutnya.

"Apa sih? Lucu aja lihat ekspresi dia yang langsung cemberut pas lihat kamu."

"Emang mukaku ada yang aneh ya?"

Mia mencoba berkaca pada layar ponselnya yang hitam itu. Perasaan nggak ada keanehan yang mencolok, deh.

"Kalah saing kali," ucapnya.

"Hah? Maksudnya?"

"Soalnya dia baru sadar kalau ada cewek cakep yang dateng sama aku. Dikiranya aku sendirian ke sini, makanya daritadi ngajakkin ngobrol mulu dia. Sempet minta nomor WA juga, tapi nggak aku kasih."

"Kenapa nggak dikasih??? 'Kan bisa buat nambah stok dedek gemes kamu."

"Enak aja! Satu aja udah cukup kali.."

"Siapa?!" tanya Mia antusias. Kesempatan besar buat mengorek kisah percintaan seniornya ini sudah di depan mata. Pantang untuk disia-siakan!

"Rahasia," jawab Revan rese'.

"Ish, nyebelin. Cepet kasih tau aku, siapa orangnya??"

"Dia adik tingkat aku."

First clue.

"Satu jurusan."

Second clue.

"Dia cantik."

Third clue.

"..."

"Loh? Udah itu aja?"

Revan mengangguk, membuat Mia berdecak dan merasa gemas dengan tingkah seniornya itu.

"Sumpah, nggak guna banget clue nya. Satu jurusan sama Kakak, berada di bawah angkatan Kakak, itu banyak banget, Kak!" rengek Mia.

Bayangkan aja, Mia itu angkatan 19. Berarti masih ada angkatan 18 juga, itu artinya 1 dari ratusan mahasiswi jurusan faperta!

"Dia udah tau kalau Kakak naksir sama dia?"

"Mungkin."

Ish, yakali harus wawancara satu-persatu? Kayak nggak ada kerjaan lain aja.

"Udah nggak usah dipikirin. Biar itu menjadi urusanku sendiri. Pulang, yuk?"

Oke. Jawaban gagal ditemukan.

Menurut kalian, siapa gebetan Revan?

.

.

.

.

.

To be continue