Matilaaah!!!
Tugas milik teman sekelasnya basah dan kotor gegara ketumpahan teh! Itu yang nyenggol gelasnya siapa, sih? Kalau begini caranya yang ada ia kena semprot Si Bapak lagi nantinya...
"Kok bisa sih, Mbak?" tanyanya kesal, dengan nada yang nggak bisa dibuat santai lagi. Ia seakan lupa dengan status lawan bicaranya tersebut
Gimana bisa santai?
Dateng-dateng ruang dosen masih sepi, dan ia tidak menemukan keberadaan Pak Miko di sana. Yang ia temukan malah kekacauan di meja beliau. Saat menutup pintu ruang dosen, ia dikejutkan oleh perempuan tersebut.
"Tadi aku lagi jalan, tapi nyenggol kursi di deket sana. Aku takut jatuh, makanya pegangan sama meja. Tapi malah ngedorong buku sama gelas teh, jadinya tumpah isinya," jawabnya takut-takut. "Lagian aku nggak sengaja, Dek. Nggak usah dibuat ribet gitulah, bilang aja ke temen-temenmu suruh ngerjain ulang."
"Mulutnya, Mbaaaak... Itu tugas dari Pak Miko, hari ini harus udah dikumpulin nggak boleh telat. Dikiranya gampang apa?"
"Emangnya tugas apa, sih?"
"Jawab pertanyaan dari artikel asing!"
"Itu mah gampang, sejam juga jadi. Lebay amat!"
Tanpa banyak kata, Mia langsung mengambil Map dari tangan mbak-mbak tersebut, kemudian membantingnya di lantai yang masih basah.
"Kamu apa-apaan, sih??? Itu draft proposalku! Kamu tau gimana usahaku buat nyelesain revisian itu? Nggak, 'kan? Seenaknya kamu buang-buang di lantai, mana basah pula! Tanggung jawab!"
"Impas, 'kan? Masih mending itu nggak basah semua, bisa print ulang kalau ada soft filenya. Lo pikir tugas tulis tangan bisa tinggal print? Punya otak itu dipake, jangan cuma buat isian doang!"
Tanpa banyak kata, Mia langsung pergi dari tempat itu. Rasa kesal, marah, dan malu karena dirubungin orang membuatnya harus sesegera mungkin buat pergi dari sana.
Apa yang harus ia lakukan? Gimana kalau dia dianggap nggak profesional? Gimana kalau dia dapat julukan koordinator nggak bertanggungjawab? Masih mending kalau dicopot jabatannya dalam keadaan terhormat, lah kalau dengan julukan kayak gitu? 'Kan malu-maluin...
"Gue kudu gimana, Maaa???" raungnya setibanya di kamar kost. Bantalnya langsung basah, karena digunakan untuk menyembunyikan wajahnya.
Lelah menangis, iapun tertidur lelap dengan kedua mata bengkak dan hidung merahnya. Sesekali isakan terdengar di tengah tidurnya.
Kalau udah kayak gini, fix jadi pindah!
.
"Ish, siapa sih yang ganggu?"
Dengan mata terpejam, Mia meraba kasur di sebelahnya untuk mencari benda pipih yang terus berdering tanpa henti.
"Ya?"
"Halo?"
Masih belum ada sahutan dari seberang sana, Mia mengangkat ponselnya dan melihat ID caller. Seketika ia langsung melotor, nggak ngantuk lagi!
"H-halo, Ppak? A-ada apa ya?"tanya Mia takut-takut.
"Sebentar," terdengar percakapan di ujung sana. Entah sedang berada di mana penelfon tersebut, tak lain tak bukan dari Pak Miko.
"Halo?"
"Halo, ada yang bisa saya bantu, Pak?"
"Bisa ke saya nanti? Saya ada rapat sampai sore, nanti kamu tunggu di rumah Ibu. Ada yang ingin saya bicarakan."
"Soal tugas hari ini ya? M-maafin saya, Pak... Saya nggak tau kalau-"
"Nanti kita bicarakan di sana. Saya masih ada rapat," panggilan hening sejenak. "Kamu berangkat sekarang kalau bisa, jangan kesorean berangkatnya. Daerah sana rawan."
Panggilan berakhir begitu saja setelah beliau mengucapkan salam. Mia kembali dibuat panik! Gimana kalau nanti dia dimarahin sama Pak Miko?
.
Mia sudah pasrah saat motornya memasuki gerbang rumah Bu Nanda, Ibunda Pak Miko. Setelah menstandarkan motor dan meletakkan helm di spion motor, tak hentinya ia berdoa memohon keselamatannya.
Tanpa disadari, langkahnya sudah sampai di depan pintu yang terbuka. Sebuah sapaan hangat menyambut kedatangannya.
"Akhirnya kamu sampai juga. Ibu sudah nggak sabar ketemu kamu pas Mas Miko telfon Ibu tadi. Duduk dulu sini, sudah Ibu siapkan hidangan spesial buat sore ini," sambutnya hangat.
Benar saja, di atas meja sudah berjejer aneka jajanan pasar seperti dadar gulung, carabikan, lapis, dan tahu isi. Pokoknya pulang dari sini dijamin berat badan bakalan naik. Enak-enak terus sajiannya, jadi nggak sabar buat nyicipin...
"Cobain sekarang nggak papa, Ibu tau kamu sudah nggak sabar lagi buat nyicipin semuanya. Mohon koreksinya, ya. Soalnya Ibu baru nyobain resep baru," ucap beliau, seakan tau apa yang Mia fikirkan.
"T-tapi..."
"Ibu masih ada banyak. Nanti Ibu ambilkan lagi, buat Mas Miko juga sudah ada jatahnya sendiri. Nggak usah sungkan, Cah ayu.."
Suara mobil terdengar baru saja memasuki pekarangan rumah. Jika tidak salah, itu suara mobil milik Pak Miko.
Mia yang sedang menikmati dadar gulungpun langsung melahapnya dalam beberapa kali gigitan. Setelahnya ia berpamitan untuk nitip ke toilet sebentar.
Dia butuh persiapan yang lebih matang, cuy...
"Mia sudah datang, Bu?" tanya Miko sesaat setelah memasuki ruang tamu. Ia merasa heran saat tak menemui keberadaan mahasiswinya di ruang tamu. Mungkin sedang ke toilet, pikirnya.
"Lagi ke toilet dia," ujarnya. Ia ulurkan tangan kanannya saat puteranya mendekat ke arahnya. Tak lupa ia elus pundak dan surainya saat sang anak mencium telapak tangannya.
"Ya udah, Miko bersih-bersih dulu. Udah nahan gerah dari tadi.."
Mia mengintip dari dinding yang membatasi ruang tamu dengan dapur. Setelah dirasa aman dari keberadaan Pak Miko, ia melangkah pelan untuk kembali ke ruang tamu.
"Pak Miko ya, Bu?" tanyanya basa-basi.
"Iya, tapi dia langsung masuk ke kamarnya buat bersih-bersih. Yuk, dimakan lagi sambil nunggu Mas Miko.."
Dengan sedikit sungkan, Mia mengambil carabikan warna pink yang sedari tadi menarik perhatiannya. Mia itu pecinta carabikan, apalagi kalau bagian bawahnya dibuat krispi gitu. Gurihnya nggak ada tandingan, deh!
"Gimana?"
"Enak. Masakan Ibu itu juara, makanya Mia seneng banget kalau disuruh nyicipin, hehehe..." ia menutupi rasa malunya dengan senyuman yang ia buat sepolos mungkin. "Masakan Ibu juga bisa balikkin mood Mia yang kacau hari ini."
"Oh ya? Kenapa memangnya?"
"Tugas temen-temen aku kotor semua, Bu. Tadi ada kakak tingkat yang numpahin gelas di meja Pak Miko, tapi dia malah banyak alasan gitu kayak nggak mau disalahin. 'Kan jadi makin bete..." curhatnya. Mumpung lagi ada yang mau dengerin, sekalian aja ditumpahin semua. "Makanya Pak Miko langsung panggil Mia ke sini, pasti nanti mau dimarahin lagi. Mia udah ketakutan dari tadi..."
"Tindakan seniormu itu tidak bisa dibenarkan. Bagaimanapun juga, ia harus introspeksi diri dan nggak playing victim seperti itu. Dan buat kamu, mungkin itu ujian supaya bisa lebih sabar dan ikhlas. Ibu yakin, Mas Miko tidak akan memarahimu. Kalau dia marahin kamu, nanti Ibu marahin balik."
Mia tertawa mendengar dukungan dari Bu Nanda. Berasa dapet dukungan penuh dari mertua, iya nggak???
.
.
.
.
.
To be continue