"Yang di pojok kanan belakang! Kalau mau tidur ke luar sekarang!"
Eh? Pojok kanan belakang?
Perasaan dari kemarin itu terus yang kena teguran sama dosen? Apa memang bangku tersebut sangat keramat, jadi siapapun yang duduk di sana pasti kena teguran?
"Mia! Kalau sudah selesai dikumpulkan saja," teguran datang lagi, kali ini untuk Mia.
Gadis itu mendengus pelan. Perasaan dari kemarin dia salah mulu di mata dosen tersebut? Merem bentar, kena tegur. Ngulet bentar, kena tegur. Tanya jam ke sebelah, kena tegur.
"Jangan tanya kanan kiri, orang di sebelahmu belum tentu tau jawabannya."
Siapa juga yang mau tanya jawaban? Hello, Mia udah belajar kali semaleman. Makanya sekarang jadi gampang ngantuk begini, masih aja kena teguran. 'Pak Miko emang dabest,' batinnya.
Rasanya jenuh sekali ketika kita menghadapi soal ujian. Udah selesai baca soalnya sampai lembar terakhir, tapi yang kejawab nggak ada separuhnya. Mau nanya temen, pastilah kena peringatan dari pengawas ujian. Mau ngerjain sendiri, kok udah mentok banget nggak bisa mikir. Mau dikumpulin aja, kok lembar jawabannya masih banyak kosongnya?
"Sepuluh menit lagi. Yang sudah selesai bisa dikumpulkan," peringatan ujian hampir selesai sudah dikumandangkan. "Alvin, Reno, jangan kerjasama," modyar! Baru mau mangap aja udah ditegur. Alamat ditandai ini..
Bismillah...
Silang indah adalah jalan terbaik untuk saat ini. Isian singkat? Ya udah dijawab singkat aja. Essay? Bodoamat, tulis aja soalnya. Wkwkwk.
"Silahkan dikumpulkan. Lembar jawaban di sebelah kanan dalam kondisi terbalik, soal dikumpulkan ke depan."
Satu persatu peserta ujian berlalu dari ruang kelas. Kondisinya udah kayak zombie gitu, nggak ada hasrat buat lanjutin ujian selanjutnya.
Paling ngeselin itu kayak gini, ujian dua mata kuliah tapi nggak ada jedanya. Ke luar ruangan sebentar, langsung masuk lagi buat ngerjain soal. Asli, ujian kedua ini udah ngebul banget otaknya. Untungnya bukan ujian itung-itungan, jadi nggak keriting banget otaknya. Eh, otak emang keriting kan ya? Au ah!
.
Mia terduduk lemas dibangku yang berjejer di depan ruang kelas. Sarapan nasi goreng pagi tadi sudah terkuras buat menghadapi dua kali soal UAS. Rasanya sudah tak ada tenaga lagi buat sekedar jalan ke kantin, apalagi pulang ke kost.
Beberapa teman seperjuangannya yang masih shock ikut-ikutan duduk di sana, walaupun beberapa ada yang lesehan karena kursinya nggak bisa didudukkin. Dibalik gitu posisinya, ditumpuk dua dua.
"Ya Tuhan, semoga nilainya nanti bagus. Aamiin.."
"Belajar kagak, ngerjain nggak bisa, ngarepnya dapet nilai bagus. Dasar hooman," cibir Mia yang duduk sendirian di kursi. Udah kayak ratu aja dia gayanya.
"Kan berserah diri, Mia. Kita udah usaha, kerja keras, makanya cuma bisa pasrah kalau udah kayak gini.."
Seakan teringat akan sesuatu, Mia menegakkan punggungnya. "Gue baru inget," gadis itu mengedarkan pandangan ke teman-temannya sebelum melanjutkan, "kalian mau ikut perbaikan, nggak?"
"Hah? Emang ada?"
"Ada!" Pekiknya semangat.
"Gimana caranya, sih?"
"Jadi nanti kita langsung ketemu aja sama dosennya. Kalau kita ngerasa bakalan dapet nilai jelek, minta aja perbaikan nilai. Palingan nanti dapet tugas tambahan."
"Yakin boleh? Nanti kalau nilainya malah jadi jelek gimana?" tanya temannya sanksi.
"Mana ada? Kalau dosen lihat usaha keras kita, pastilah nanti dapet belas kasihan dikit.."
"Ya udah deh, nanti kabar-kabar aja kalau mau minta perbaikan nilai."
Setelahnya mereka sepakat untuk membubarkan diri. Rasanya udah males bin tambah ngebul kalau masih berkeliaran di ruang ujian.
"Ada yang mau ke kantin, nggak?" tanya Mia setelah sampai di lantai satu.
"Yok! Udah laper banget nih.."
Selesai ujian gini, enaknya makan bakso yang pedes, terus minumnya es jeruk. Huh, mantep pisan! Segernya nggak nanggung-nanggung.
"Edyan! Itu Kak Revan makin hari nambah cakep aja, sih. Heran deh, perasaan dia seringnya di lahan mulu, kok nggak dekil?"
"Malah nambah eksotis."
"Lhah iya! Gue nih, baru jalan dari kost ke kampus aja udah belang kayak zebra. Bukannya eksotis, yang ada malah gosong," Mia menggerutu, menyuarakan ketidak-adilan yang ia rasakan.
"Pesonanya nggak luntur sama sekali. Aura kepemimpinan dia makin kuat, udah kelihatan tambah matang juga. Mana gaulnya sekarang sama Pak Miko juga.."
"Serius???"
Fakta sebesar ini, dan Mia baru aja tau. Apa karena dia terlalu cuek sama gosip fakultasnya? Tapi jujur, Mia kurang suka saat mendengar berita ini. Nggak rela rasanya kalau doi bergaul sama beliau, nanti kalau ketularan killer gimana?
"Nggak rela rasanya," gumam Mia.
"Kenapa? 'Kan bagus kalau Kak Revan jadi lebih berkembang?"
"Kalau nanti jadi kayak Pak Miko gimana?"
Sebuah toyoran mampu mengusik Mia yang sedang asyik dengan pikirannya. "Apasih?"
"Mana ada yang kayak gitu? Sifat seseorang nggak akan menular kayak penyakit flu!"
Merasa sudah cukup kenyang, Mia memutuskan untuk langsung kembali ke kostnya. Sesampainya di parkiran, ia masih diberi ujian kehidupan. Motornya yang tadi udah bagus posisinya, sekarang udah diapit sama dua motor sport yang guedenya banget banget! Iya kalau tertib, lhah ini posisinya pada ngawur semua.
Rasanya pingin nyamperin pemiliknya, tapi sayang banget dia baru aja selesai makan. Kasihan energinya kalau dibuang percuma kayak gini.
"Kenapa?" tanya sebuah suara yang berasal dari arah belakangnya.
Mia kaget saat melihat siapa orang itu. Seketika rasa gugup menyerangnya, menimbulkan semburat merah tipis di kedua pipi chubbynya.
"Nggak bisa ke luar," jawabnya kikuk.
"Yang mana motornya?"
Mia mengarahkan telunjuknya ke sebuah motor matic merah, yang nyelip di antara dua motor cakep.
Motorpun berhasil dikeluarkan tanpa kesulitan yang berarti. Emang gitu kali, ya? Cewek kesusahan banget buat parkir atau ngeluarin motor, tapi cowok malah kayak tinggal ngedip gitu aja.
"Makasih, Kak Revan.."
"Eh? Udah tau nama saya? Padahal saya belum nyebutin nama.."
Orang terkenal, tanpa nyebutin nama duluan udah pasti dikenal. Udah gitu orangnya cakep. Ya nggak?
"Saya adik tingkat Kakak, kemarin yang diospek sama Kakak.."
"Oooh, kita sefakultas ternyata? Eh iya, belum sempat kenalan kita. Nama kamu siapa?" tanyanya ramah sambil mengulurkan tangan kanannya.
"Mia, Kak," jawab Mia sambil membalas uluran tangan senior di depannya.
"Ya udah, Kak. Saya duluan, ya? Sekali lagi, makasih Kak.."
"Sama-sama, Mia.." balasnya, tak lupa sebuah senyuman manis menghias wajahnya.
Astaga... Apa kabar jantung? Kamu baik-baik aja di dalam sana? Rasanya nggak rela pertemuan ini berlalu begitu saja.
Apa tangan dan motornya nggak usah dia cuci? Kan abis dipegang sama Kak Revan..
Plak!!!
Abaikan Mia yang udah megap-megap di tempatnya. Mulai terserang kejiwaannya kayaknya.. Ia blank, nggak bisa mikir lagi.
"Kamu kenapa?"
Ck, kenapa sih ada aja yang merusak kebahagiaan Mia? Baru aja ketemu doi, sekarang langsung dinetralkan dengan kedatangan dosen killer di sebelahnya ini. Ini hanya perasaan Mia saja, atau memang mereka sering banget ketemunya?
.
.
.
.
.
To be continue