Dua tahun berlalu. Banyak kejadian yang terjadi selama dua tahun ini. Kasus-kasus besar juga berhasil dipecahkan dengan lancar.
Seseorang menyanyi dengan merdunya di dalam ruangan Elang. Petikan gitarnya seirama dengan suaranya yang terdengar agak berat. Beberapa agen yang melewati ruangan Elang sempat melirik untuk mengetahui suara siapa yang didengar mereka. Tidak lama kemudian, Akhtara masuk ke dalam ruangan khusus kelompok Elang. Ia duduk di sofa panjang sambil menatap Levino yang sedang memutar kunci gitar di depanya.
"Aku mendengarmu tadi, kau sedang jatuh cinta?" tanya Akhtara.
Levino menunjuk dirinya sendiri, "Siapa? Aku?"
"Memang siapa lagi yang ada di ruangan ini?" Akhtara menatap Levino datar.
"Memang kalau aku menyanyikan lagu mellow harus saat sedang jatuh cinta?" Levino meletakan gitarnya,"Kemana Seina? Dia tidak bersamamu?"
Akhtara menggeleng, "Tidak, kukira dia disini."
Beberapa menit setelah itu, Seina masuk ke ruangan tersebut dengan seragam putih abu-abunya. Wajahnya terlihat gembira dengan senyum yang tercetak di bibirnya.
"Selamat siang tuan-tuan," sapa Seina sambil masuk ke ruangan tersebut.
Ruangan ini diberikan untuk mengapresiasi kinerja mereka yang cepat, cekatan, dan cerdik dalam menjalani suatu misi. Selama dua tahun ini mereka disibukan dengan kasus dan misi untuk menghapus tiap inci kejahatan pada remaja. Biasanya mereka akan mendapatkan misi baru dua atau tiga hari setelah misi yang lama terselesaikan. Namun, ini sudah dua minggu sejak misi vandalisme yang terakhir mereka pecahkan, tapi Geraldo belum juga memberikan tugas baru.
"Kau baru selesai sekolah jam segini?"Akhtara bergeser, memberikan tempat untuk Seina duduk.
"Tidak, aku tadi berbicara sebentar dengan pak Geraldo. Dia memberikan ini," Seina mengambil flash drive dari saku seragamnya lalu menyambungkan flash drive tersebut pada handphonenya.
"Aku mempunyai firasat jika kita akan dapat misi baru," ucap Akhtara antusias.
"Kurasa firasatmu benar," sahut Levino sambil menatap layar handphone Seina yang menunjukan beberapa file berisi video amatir dan rekaman cctv.
Mereka bertiga menonton video rekaman tersebut dengan serius. Mulai menganalisis setiap kejadian yang terputar dalam video itu. Video tersebut menampilkan sekelompok geng motor yang dengan beringasnya menghancurkan fasilitas umum tanpa rasa bersalah. Mereka mengeroyok seseorang yang tak terlalu jelas fisiknya. Setelah membuat orang itu lemas tak berdaya, mereka menggeret tubuh orang tersebut ke semak-semak. Mobil yang terparkir juga dirusak tanpa sebab. Begitupula dengan video selanjutnya. Seakan adegannya hanya diulang dan yang membedakannya hanyalah latar tempat dan waktu.
Mereka bertiga saling memandang satu sama lain sambil mengerutkan dahi. Telepon kabel yang terpasang di ruangan mereka berbunyi, membuyarkan pemikiran ketiga remaja ini yang sudah terbangun. Dengan satu tekanan jari, telepon kabel tersebut mengeluarkan suara yang beraksen seperti robot. Suara kaku yang menjelaskan apa saja yang mestinya mereka lakukan dengan hati-hati.
Suara robot tadi berhenti dalam waktu lima menit, meninggalkan kesunyian yang kembali. Ketiga remaja itu mengangkat kepala yang tadinya tertunduk bersamaan. Mereka kembali menatap satu sama lain. Layaknya Elang yang menyambar mangsanya, mereka bergegas bangkit dari duduk dan mengganti pakaian sekolah dengan seragam resmi organisasi. Tidak lupa dengan topi, masker dan kacamata hitam yang selalu mereka bawa saat terjun lapangan. Bolpen serbaguna juga melekat pada saku seragam organisasi mereka.
Mereka keluar dari area gedung menggunakan motor. Akhtara dan Levino melajukan motornya dengan cepat. Membelah jalan raya layaknya pisau belati tajam. Seina mengeratkan peganganya pada Levino, rambutnya yang sekarang panjang ia gelung dan disembunyikan dibalik topi. Angin menyambar kecepatan yang mereka buat dengan kasar. Kaca pada helm full face yang dipakai Akhtara dan Levino membuat mata mereka tetap terjaga tanpa terganggu oleh besarnya tekanan angin yang menahan kelajuan mereka.
[YOUNG AGENT]
GPS mengarahkan mereka pada suatu tempat dengan tembok yang penuh dengan coret-coretan kotor dan tong-tong minyak yang sudah tidak terpakai. Tempatnya gelap dan lembap. Ban-ban mobil yang sudah tidak terpakai berserakan di mana-mana, kayu-kayu dan besi panjang tergeletak begitu saja. Sangat cocok untuk markas sekelompok geng motor. Auranya suram dengan pencahayaan yang sedikit. Kegelapan yang lumayan mencekam ketiga remaja ini tak menjadi penghalang untuk mereka menuntaskan misi.
Seina turun dari motor, diikuti dengan Levino. Akhtara membuka helm full face-nya, dengan posisi yang masih duduk di atas motornya. Mereka bertiga melihat sekeliling dengan tatapan tajam. Penglihatan samar mereka tertolong dengan kaca mata yang baru saja mereka pakai. Kacamata kamuflase yang dapat digunakan dalam kegelapan, juga untuk mengelabui musuh.
"Pakai masker kalian, gawat jika mereka melihat wajah kita," Seina melempar masker yang ia ambil dari tasnya ke arah Akhtara dan Levino.
Tertutup sudah seluruh bagian wajah mereka, topi, kacamata dan masker membuat seseorang yang ada di hadapan mereka akan sulit menerka siapa mereka. Seina, Levino dan Akhtara berdiri dalam satu garis lurus. Tatapan mereka semakin menjurus pada pintu utama bangunan yang berdiri di depan mereka.
Segerombol orang keluar dari bangunan yang berada di depan mereka sambil tertawa. Ada satu orang yang berjalan paling depan dengan jaket kulit hitam dan helm full face di tangannya. Mungkin pemimpin geng motor tersebut. Tawanya terlihat kaku, kulitnya putih pasi, bahkan terlihat pucat. Pemuda itu seperti memancarkan aura dingin yang menusuk.
Mereka bertiga mudur satu langkah saat melihat jumlah anak geng motor yang lima kali lebih banyak dari jumlah mereka. Levino mengepalkan tangannya dengan tatapan tajam penuh selidik saat pemimpin geng motor tersebut menyadari kedatangan mereka bertiga dan menatap tajam kearah Levino.
"Wah-wah, sepertinya kita kedatangan tamu kawan," ucapnya sambil menyunggingkan senyum, "Kalian datang tanpa diundang."
"Kami datang bukan untuk bersenang-senang di tempat kumuh ini," Levino menggeratkan gigi, "Hama kota!"
"Jaga ucapanmu, aku bisa saja membuatmu pingsan dengan satu pukulan," katanya tajam.
"Coba saja!" Levino mendekat lalu dengan seketika ia melayangkan pukulannya.
Pemimpin geng motor itu menghindari pukulan Levino,"Kurang ajar!"
Ia mengarahkan pukulan keras ke arah ulu hati Levino.
Kuda-kuda Levino yang cukup kuat membuat ia kesulitan mencari titik lemah Levino. Levino kembali melayangkan pukulan ke arah rahang yang sukses membuyarkan konsentrasinya. Ia melayangkan serangan balik, sebuah pukulan telak ke sisi kanan. Levino menangkis pukulan dengan telapak tanganya yang langsung memanas.
"Kau bahkan tak tahu bagaimana sebenarnya aku, dan dengan mudahnya kau meremehkan kekuatanku."
Seina menatap Akhtara bingung, gadis itu seakan merasakan de javu saat mendengar perkataan Levino tadi. Otak mereka berpikir dengan keras, tidak seharusnya ini terjadi. Dalam keadaan segenting apapun, berkelahi bukanlah opsi pertama yang harus diambil. Kenapa Levino mengambil keputusan bodoh disaat seperti ini. Jelas mereka akan kalah telak jika harus bertarung. Semua anak geng motor tersebut menatap Levino tajam dan saat ketua mereka mulai tak sanggup menangkis pukulan Levino, sudah pasti mereka semua akan turun tangan.
Akhtara berjalan mendekat, berbisik ke arah Seina, "Kau bawa motorku, aku akan membereskan ini. Gas sekencang-kencangnya, jangan pernah menoleh ke arah belakang sedikitpun."
"Tapi bagaimana dengan…" Seina menggantungkan perkataanya.
"Kita harus saling melindungi, kau pergi sekarang!" Akhtara mendorong Seina ke arah motornya.
Gadis itu melangkah gemetar. Motor Akhtara berada tiga langkah di depannya. Tapi hatinya yang berat sulit untuk melangkah. Gadis ini tidak bisa membiarkan rekannya bertarung tanpa dia.
"Cepat!" teriak Akhtara. Sekali lagi, gadis itu menggelengkan kepalanya cepat. Ia menyingkirkan pikiran buruknya. Dengan berat hati, Seina naik ke atas motor Akhtara dan meninggalkan kedua rekannya.
Akhtara mulai menghajar anak geng motor yang hendak berlari mengejar Seina. Sedangkan Seina sudah melaju sangat cepat dengan jantungnya yang berderbar dan rasa khawatir yang menyelimutinya. Motor yang ia kendarai mulai samar terlihat dan menghilang seperti abu ditelan kegelapan. Gadis itu benar-benar melajukan motornya sekencang mungkin.
Akhtara mencari celah untuk kabur sambil terus menghajar siapapun yang ada di depannya. Ia mendekat ke arah Levino dengan terus waspada. Dalam sekali gerakan, ia berhasil menarik Levino. Lantas berlari ke arah motor dengan tergesa.
"Dasar bodoh!" umpatnya kesal.
Levino menyalakan motornya dan langsung melajukan motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Motor yang dinaiki mereka berdua melaju sangat cepat, meninggalkan kumpulan anak geng motor tersebut. Levino menghembuskan napasnya lega saat sadar bahwa komplotan geng motor tersebut tidak mengejar mereka. Dilihatnya Akhtara yang mengerutkan dahinya kesal dari spion motor.
"Maaf, aku tak bisa kendalikan emosiku tadi."
"Bodoh, kau membahayakan nyawa kita!" Akhtara berkata tajam, "Kau terlihat seperti orang yang ingin dipandang kuat tadi. Jelas-jelas yang memancing keributan adalah kau."
"Iya aku mengerti, maaf."
"Siapkan telingamu, Seina akan sangat marah pasti."
Mendengar keluhan Akhtara tadi, Levino hanya bisa menghembuskan napasnya berat. Pikirannya berkecamuk. Ia menggas motornya sampai batas maksimum, membiarkan angina menggores kulitnya dengan kasar. Sungguh rasa bersalahnya kepada rekan sekelompok sangat mengganggunya.
Beberapa menit yang terasa berat telah berlalu. Levino dan Akhtara akhirnya sampai di gedung, Levino memarkirkan motornya. Melepas helm dan berjalan pelan menuju ruangan mereka. Agen-agen yang berlalu lalang menatap Levino dan Akhtara. Lebam yang ada di sudut bibir Levino dan pelipis sebelah kanannya membuat agen lain memusatkan perhatian mereka pada Levino. Akhtara memapahnya, berjalan pelan masuk ke ruangan Elang. Levino hanya tertunduk sambil meruntuki perbuatannya yang bodoh tadi. Seina tengah duduk di bangku rapat, ia fokus menatap layar laptopnya sampai tak menyadari Levino dan Akhtara masuk ke ruangan.
"Duduk di sini," Akhtara mengarahkan Levino ke arah sofa panjang.
Seina menurunkan layar laptopnya untuk melihat keadaan Levino. Ia menatap Levino tajam dengan sumpah serapah yang ada di batinya. Seina bangkit dari duduknya, berjalan ke arah Levino. Ia berkecak pinggang di depan Levino sambil menghela napas kasar. Sedangkan Akhtara memilih ke toilet untuk membasuh wajahnya dan membersihkan bajunya.
"Iya aku tau aku bodoh, silahkan kau bicara seberapa bodohnya aku tadi," Levino memegangi rahangnya. Kepalanya tertunduk memandang deretan kramik yang diinjaknya dengan lesuh. Sesekali ia melirik wajah Seina untuk memastikan seberapa marahnya Seina.
Seina menyungingkan senyumnya. Ia berjalan ke arah lemari mengambil kapas dan obat merah tanpa berkata apapun pada Levino. Beberapa menit kemudian Seina duduk di samping Levino dengan baskom kecil berisi air dan handuk kecil. Seina juga meletakan kapas dan obat merah di atas meja.
"Untuk apa? Toh kau juga sudah tau kalau kau bodoh," Siena menempelkan kain itu pada luka Levino. Mengusapnya pelan sambil menatap Levino. Rasa kasihannya memadamkan amarah yang memenuhi kepalanya. Seina dengan tenang membersihkan wajah Levino dengan kain dan air yang dibawanya. Terlihat dari wajahnya bahwa Levino terlihat sangat lelah dan sakit. Sesekali ia meringis saat Seina menempelkan kapas yang diberi obat merah ke lukanya.
"Aku hanya ingin melindungi," ucap Levino pelan sambil meringis.
"Caramu salah, melindungi itu bukan semua-mua tentang kekuatan. Jika tadi kau bersikap tenang dan menggunakan otakmu, pasti kita sudah mendapatkan informasi tentang mereka."
"Ya, aku memang bodoh tadi."
Seina menghela napasnya panjang, "Mau berapa kali lagi kau mengatakan bahwa dirimu bodoh?"
" Sebanyak yang bisa aku katakan," Levino tertunduk kembali.Ia meruntuki perbuatannya tadi saat menjalani misi. Sebuah keputusan yang diambilnya dengan gegabah membuat Levino dan kelompoknya menjadi lebih sulit memecahkan misi. Untungnya, Seina dan Akhtara bukanlah tipe orang yang bocor. Jadi bisa dipastikan bahwa Geraldo tidak akan tau hal ini. Jika Geraldo tau, Levino pasti akan mendapat hukuman nanti.
Kelompok Elang menutup pertemuannya hari ini dan melanjutkannya lusa nanti. Seina pulang terlebih dahulu karena harus mengerjakan tugas sekolahnya. Sedangkan Akhtara ada janji dengan tim futsalnya. Levino keluar dari gedung dengan mengendap-endap. Ia menghindar dari Geraldo. Jika sampai Geraldo tau, pria itu pasti sangat khawatir dan akhirnya memberhentikan penugasannya selama beberapa hari. Hal itu pasti sangat menghambat kelompoknya, maka dari itu Levino sangat berhati-hati.