Chereads / Akui no Me Rei / Zero / Chapter 3 - Zankoku na Yogen

Chapter 3 - Zankoku na Yogen

Rumah ketua klan di Jepang selalu menjadi rumah yang terbesar dan yang paling megah dalam sebuah desa. Tak terkecuali rumah ketua Klan Reira, Reira Yoshitomo. Rumah ini terletak di pusat desa, sebagai tanda bahwa dia adalah ketua klan yang sedang memerintah saat itu.

Kondisi rumah itu bisa dibilang sangat sibuk. Para asisten rumah tangga ada yang sibuk membersihkan rumah, menata taman, mencuci pakaian, hingga menghibur sang ketua klan yang tengah bersantai bersama beberapa putra putrinya.

Akan tetapi, kedamaian pagi itu sirna seketika saat sepasang suami istri mendatangi rumah itu dengan ekspresi yang berbeda-beda. Sang suami tampak seperti orang yang kebingungan dan takut. Sementara sang istri tampak menunjukkan ekspresi kemarahan yang luar biasa.

"Otou-sama! Cepat buka pintunya, Otou-sama! Aku perlu bicara denganmu!" Teriak perempuan yang tak lain adalah Reira Mitsuki. "Mi..Mitsuki-san, tolong tenang, tidak sopan berteriak di depan rumah," Reza berusaha menegur, meski dalam hatinya terasa takut saat melihat kemarahan istrinya.

"Jangan menghalangiku, Danna-sama! Hei kalian, cepat bukakan pintunya! Aku harus bicara dengan Otou-sama!" Teriak Mitsuki membentak Reza dan beberapa pengawal yang menjaga pintu rumah Reira Yoshitomo.

"Maaf, Ojou-sama, kami hanya menerima perintah dari Yoshitomo-sama," ucap angkuh seorang pengawal yang sepertinya adalah orang baru disana. Para pengawal lain bergidik ngeri, lalu menatap horor kearah pengawal baru itu. "Ada apa dengan kalian? Kenapa menatapku seperti itu?" Tanya si pengawal baru kebingungan.

"Hoi, kau...." Mitsuki menunjuk pengawal baru itu, lalu memberi kode padanya untuk maju ke hadapannya. Pengawal baru itu berjalan kedepan dengan angkuh, tetapi, keangkuhan itu seketika sirna saat ia merasakan bantingan dari istri Reza itu. "Jangan bertingkah sok di hadapanku, dasar pengawal! Kau pikir aku ini siapa?! Aku ini Reira Mitsuki, putri tertua Reira Yoshitomo!" Bentak Mitsuki setelah membanting pengawal baru itu.

Tak lama setelah Mitsuki membanting pengawal baru itu, akhirnya pintu gerbang rumah kepala klan dibuka oleh sang kepala klan sendiri. Tampaknya, sang kepala klan senang karena putri tertuanya datang berkunjung, ditandai dengan senyuman di wajahnya yang sudah kian menua. "Ah, putriku Mitsuki dan suaminya, ada apakah gerangan kalian mengunjungi pak tua ini?" Sapa Yoshitomo berbasa-basi.

Kemarahan kembali meradang di hati Mitsuki saat mendengar suara ayahnya. Wanita itu dengan cepat berjalan kearah sang ayah, lalu menarik kerah kimono pria tua itu dengan kuat. "Kau! KAU!!" pekik Mitsuki dengan amarah yang semakin meluap-luap, meski masih bisa ditahan oleh Reza. "Mitsuki-san! Tahan dulu amarahmu, para anggota klan yang lain melihat kita," tegur Reza seraya mendekap tubuh Mitsuki.

Mitsuki akhirnya bisa tenang setelah Reza mendekapnya. Wanita itu lalu meletakkan tangannya ke perutnya, seakan mencoba melindungi calon bayinya. Reza sendiri masih memeluk erat Mitsuki seraya membenamkan wajahnya ke rambut panjang Mitsuki. "Sebaiknya kita bicarakan semuanya di dalam, dan juga...." Yoshitomo berkata seraya melirik salah seorang pengawal yang mengenakan atribut yang berbeda dari pengawal lainnya.

"Takeru-kun, tolong bubarkan kerumunan orang ini, dan rawat anak buahmu yang dibanting oleh Mitsuki tadi," perintah Yoshitomo pada pengawalnya seraya berbalik dan memberi kode pada Reza untuk mengikutinya. Reza yang menyadari kode itu langsung saja membawa Mitsuki memasuki rumah, meninggalkan keributan yang masih tersisa di luar.

~AnM: Rei~

"Jadi, Mitsuki, apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Yoshitomo setelah seluruh anggota keluarganya berkumpul di ruang pertemuan. Rumah kepala klan memang terkenal sangat luas karena bisa menampung seluruh anggota klan di ruang pertemuan. Akan tetapi, rumah seluas itu hanya ditinggali oleh Yoshitomo, istrinya, dan dua anaknya yang belum menikah, serta beberapa pelayan dan pengawal.

"Otou-sama! Kenapa kau hendak mewariskan kekuatan jahat itu?! Bukankah lebih baik jika dia terkubur bersamamu?!" Mitsuki balik bertanya dengan nada keras, tak peduli tatapan sengit yang diarahkan padanya dari kedua adiknya. "Memangnya kenapa kalau Otou-sama ingin mewariskan kekuatannya? Toh, tidak mungkin anakmu itu yang akan jadi pewarisnya," cibir Azusa, adik perempuan Mitsuki dan anak kedua Yoshitomo.

"Azusa-neesama benar, Mitsuki-neesama. Kenapa kau marah-marah hanya karena hal sepele macam itu?" Masahiro, adik bungsu Mitsuki ikut berkomentar. "Kalian ini tidak paham sama sekali kekuatan macam apa yang dia miliki, Azusa, Masahiro! Mata jahat itu tidak boleh sampai jatuh ke tangan anakku atau anak kalian karena nyawa merekalah yang jadi taruhannya!" Jelas Mitsuki berapi-api.

"Sepertinya kamu memang sulit memahami kekuatan yang kumiliki ini, putriku Mitsuki," ujar Yoshitomo seraya terkekeh pelan. "Apanya yang lucu, pak tua?! Apa kau mau bilang kalau mengorbankan anakku ini adalah hal yang lucu?!" Hardik Mitsuki yang merasa kesabarannya mulai habis. "Sejak tadi kamu hanya membicarakan Akui no Me, Mata Setan yang jahat. Padahal, aku masih memiliki kekuatan lain yang sepaket dengan Akui no Me," Yoshitomo berkata dengan santai.

Mitsuki bagaikan disambar petir saat mendengar perkataan Yoshitomo, begitu pula dengan Reza, Azusa, dan Masahiro. Keempatnya larut dalam keterkejutan dan perasaan yang mendalam. Mitsuki mencengkeram tangan Reza dengan kuat karena takut akan keselamatan calon bayi mereka. Sementara Azusa dan Masahiro, mereka terhanyut dalam fantasi dimana anak mereka akan menjadi pewaris dari kekuatan itu.

"Apa maksudmu, pak tua?! Bukankah itu artinya kekuatanmu lebih berbahaya dari yang kuduga sebelumnya?!" Mitsuki berteriak marah menghancurkan khayalan kedua adiknya. "Mitsuki-neesama, kalau kau tidak mau anakmu mewarisi kekuatan itu, maka aku akan mengambilnya sebagai milikku," ucap Masahiro seraya berdiri. "Tunggu dulu, Masahiro! Akulah yang harusnya mewarisi kekuatan Otou-sama, karena aku lebih tua darimu!" Azusa berkata seraya berdiri menentang Masahiro.

"Kalian! Kalian masih belum tahu kekuatan macam apa yang bisa diperbuat oleh mata terkutuk itu! Jadi jangan sembarangan bicara!" Bentak Mitsuki seraya menatap marah kedua adiknya. Bentakan itu memicu amarah dalam diri Masahiro, yang berjalan mendekat dan mengangkat tangan kanannya kearah Mitsuki. "Orang yang menikah dengan seorang Gaijin (orang asing) sepertimu tahu apa, hah?!" Balas Masahiro seraya mengayunkan tangannya.

Akan tetapi, tangan Masahiro berhasil ditahan oleh Reza yang sejak tadi hanya diam dan menyaksikan pertengkaran keluarga itu. "Kau boleh menghinaku sepuasmu, karena aku memang hanya orang asing disini, Masahiro. Tapi! Kalau kau sampai berniat menyakiti istriku, disitulah aku tidak akan tinggal diam!" Desis Reza mengancam Masahiro.

"Brengsek! Lepaskan aku, Gaijin!" Masahiro yang makin emosi pun mengayunkan kepalan tangan kirinya kearah Reza, meski akhirnya malah ditangkap oleh tangan Reza. Reza menatap marah kearah Masahiro, yang juga balas menatapnya kesal. Keduanya saling bertatapan sampai akhirnya Yoshitomo mengetukkan sebuah tongkat ke lantai.

"Cukup, kalian berdua! Masahiro, kembali ke tempat dudukmu, kalian juga, Reza, Azusa!" Ucap sang kepala klan Reira dengan tegas. Decihan keluar dari mulut Masahiro, meski ia akhirnya menurut dan mendudukkan dirinya di samping Azusa. Reza sendiri kembali duduk di samping istrinya, yang menatapnya khawatir karena telah memulai konflik baru dengan adik iparnya.

"Mitsuki, Azusa, Masahiro, kalian harusnya sudah tahu kalau klan kita memiliki keistimewaan dibanding klan-klan Onmyouji lainnya. Klan kita tidak mengabdi pada Amaterasu seperti klan lain, kita hanya mengabdi pada Izanami no Megami (Dewi kematian dan penguasa neraka dalam mitologi Shinto), karena itu kita memiliki banyak keistimewaan," ucap Yoshitomo seraya menatap lurus kearah Mitsuki.

"Lebih tepatnya, itu adalah kutukan," cibir Mitsuki, sebelum merasakan tangannya diremas dengan lembut oleh Reza. "Beberapa orang dari klan ini memang menyebutnya kutukan, tapi, Akui no Me (Mata Iblis), Ankoku no Migite (Tangan Kanan Gelap), dan Ikari no Me (Mata Amarah) adalah sebuah berkat yang diberikan oleh Dewi Izanami sendiri kepada kepala klan pertama kita, Reira Daishinji," Yoshitomo menyanggah dengan ceritanya.

"Mohon maaf, Otou-sama, tapi saya setuju dengan Mitsuki-san bahwa kekuatan yang hendak anda wariskan itu berbahaya bagi keturunan anda sendiri," Reza memberikan argumennya untuk membantu Mitsuki. "Benarkah itu, menantuku? Kalau begitu, bisakah kamu memberitahu kami apa yang berbahaya dari kekuatan ini?" Ibu mertua Reza, Reira Minako bertanya.

"Dari penelitian saya semasa kuliah, kekuatan-kekuatan itu merupakan satu kesatuan. Akan tetapi, hanya anak lelaki dan merupakan anak tertua dari keluarga itu yang bisa mewarisi kekuatan itu sepenuhnya. Sisanya hanya mendapatkan salah satu serpihan kekuatan yang tidak stabil, entah itu adalah Ankoku no Migite, atau Ikari no Me," jawab Reza menjelaskan.

"Memang benar apa yang kau katakan itu, Reza. Karena sejauh ini, di antara klan Reira, hanya anak lelaki kepala klan yang bisa mewarisi kekuatan Akui no Me. Bahkan istrimu hanya memiliki Ikari no Me, padahal dia adalah anak tertua, atau Masahiro yang hanya mewarisi Ankoku no Migite, padahal dia adalah satu-satunya anak laki-laki yang kupunya," ujar Yoshitomo sedikit mengiyakan penjelasan Reza.

"Akan tetapi, sejauh yang saya tahu, hanya Daishinji-sama sajalah yang mampu mengendalikan seluruh kekuatannya tanpa efek samping seperti kematian, atau....." Reza menjeda kata-katanya saat merasakan hawa yang tidak asing di sekitarnya.

"Ternyata tidak salah aku mengizinkanmu menikahi Mitsuki, Reza. Kau bahkan mampu merasakan kehadiran Youkai peliharaan ku," puji Yoshitomo saat seekor serigala abu-abu besar tiba-tiba muncul di depan Reza.

"Kendalikan anjing peliharaanmu ini, Otou-sama! Sebelum aku membunuhnya di depan matamu!" Hardik Mitsuki dengan mata kiri yang menghitam dengan iris berwarna biru tua. "Kau mengancam pak tua ini, putriku, padahal Tamako hanya muncul untuk menyapa anak-anak di dalam kandunganmu," ujar Yoshitomo dengan nada memelas yang dibuat-buat.

"Anak-anak?! Maksudmu anakku kembar?!" Ucap kaget Mitsuki saat mendengar penuturan ayahnya. "Ya, benar, Mitsuki, anak yang ada dalam kandunganmu itu kembar," Yoshitomo mengulangi perkataannya, kali ini dengan senyuman yang menurut Mitsuki adalah senyuman licik. "Kau! Bagaimana bisa?!" Teriak Mitsuki marah seraya menutupi perutnya dengan kedua tangan.

"Mitsuki putriku, kamu lupa kalau Akui no Me adalah kekuatan terhebat yang diberikan oleh Izanami-sama, maka dari itu ayahmu ini bisa meramalkan hampir tentang apapun," ujar Yoshitomo disertai senyuman licik.

"Tunggu dulu, Otou-sama! Jika anak-anak Mitsuki-neesama itu kembar, berarti masih ada kesempatan bagi anak-anakku untuk mewarisi kekuatanmu itu kan?!" Azusa menyela dengan keras, di matanya terbayang calon anaknya kelak akan menjadi pewaris tahta kepala klan Reira.

"Mungkin saja, Azusa, mungkin saja," ujar Yoshitomo yang masih setia mengeluarkan senyuman liciknya. "Kalau begitu, anak-anakku juga pasti memiliki kesempatan yang sama kan?!" Masahiro tiba-tiba saja berdiri seraya mengacungkan jarinya pada Mitsuki. "Anak-anakmu itu tidak akan memiliki kesempatan, Mitsuki-neesama! Karena pewaris kepala klan Reira selanjutnya adalah keturunanku!" Teriak Masahiro.

"Aku tidak peduli dengan warisan atau apapun itu! Ambil saja jika kau memang menginginkannya, Masahiro!" Mitsuki membentak adiknya dengan keras sambil memeluk dirinya sendiri. "Aku tidak akan membiarkan anakku mewarisi kekuatan jahat itu! Tidak akan pernah!" Jerit wanita itu histeris, membuat Reza terpaksa mendekap istrinya dan menenangkannya.

"Mitsuki, Azusa, Masahiro, Reza...menurut ramalanku, anak tertua Mitsuki adalah laki-laki, dan dialah yang akan mewarisi Akui no Me dariku," ucap Yoshitomo mengatakan ramalannya. "Tidak! Ramalanmu pasti akan salah, Otou-sama!" Pekik Azusa seraya berdiri. "Silahkan saja kalian meragukan ramalan dari Akui no Me, karena sekuat apapun kalian berusaha menolaknya, kalian tak dapat mengelak dari ramalan itu," ucap sang ketua klan seraya menatap tajam kearah Azusa dan Masahiro.

つづく