Chika Wira Kusuma, gadis tertutup yang hanya bertaman dengan seorang gadis yang hampir memiliki sifat yang sama dengan dirinya.
Gadis yang memiliki bulu mata yang lentik juga kulit putih bersih.
Sebenarnya ia cukup menarik, hanya saja penampilannya yang berkacamata dan kurangnya ia dalam bergaul membuatnya jauh dari sorotan para pria di sekolahnya.
Dita Permata Sari, adalah satu-satunya teman yang mau bergaul dengan Chika karena memiliki hobi yang sama.
Gabriel Alexander, adalah cowok tampan yang paling rese di Sekolah. Cowok yang memiliki netra gelap namun kelihatan coll ini mampu membuat orang-orang di sekolah terpesona dengan karismanya.
Suatu hari, saat jam pelajaran sekolah tengah berlangsung tiba-tiba Chika kebelet.
Ia pun meminta izin pada guru pembimbing dan langsung menuju ke toilet. Saat perjalanny menuju toilet, tiba-tiba ada sosok cowok yang menubruknya dari belakang.
Otomatis Chika tersungkur ke depan.
"Eh, sory-sory! Gue buru-buru tadi gak liat kalau ada orang lewat." Ucapnya.
"Iya, gak papa kok."
Setelah itu Chika masuk ke dalam toilet wanita. Sedangka cowok yang menabraknya tadi kembali ke kelasnya.
"Duh! Mana sakit banget lagi nih lutut," keluhnya.
Setelah selesai buang air kecil, Chika kemudian berlalu menuju kelasnya.
"Oke anak-anak pelajaran kali ini cukup sekian."
Seperyi biasa, saat pulang sekolah Chika selalu di antar jemput oleh supirnya. Ia bahkan tidak punya waktu untuk hanya sekedar bermain bersama teman-temannya.
Hidupnya terlalu di atur oleh ayahnya, dan Chika pun hanya bisa menurut saja setiap perintah dari ayahnya.
Sesampainya di rumah, seperti biasa Chika akan langsung masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju.
"Non makanannya udah siap!" Ucap bi Sari asisten di rumah Chika.
"Iya Bi, bentar lagi Chika turun." Jawab Chika.
Chika kwmbali membuka buku pelajaran. Perutnya belum terlalu lapar jadi ia memutuskan untuk makan nanti saja.
Ia kembali menghafal pelajaran yang tadi di terangkan oleh guru di depan kelas. Setiap materi ia ingin menguasai dengan baik karena ia tidak ingim mengecewakan ayahnya.
"Non?" Panggil bi Sari lagi.
"Ya bi!"
"Nanti makanannya keburu dingin lo non, takut gak enak!" Ucap bi Sari dari depan pintu kamar Chika.
"Iya bi, ini Chika mau turun"
Akhirnya Chika memutuskan untuk turun ke bawah karena kasian jika bibi harus bolak balik naik tangga hanya karena ia belum makan.
"Papa mana bi, belum pulang?" Tanya Chika pada bi Sari.
"Belim Non, katanya sih hari ini sibuk jadi pulangnya agak malaman." Jelas bi Sari.
"Ya udah, aku makan dulu bi,"
Chika pun melahap menu makanannya. Ia memang selalu makan sendirian. Tanpa ada mama dan juga papa di sampingnya.
Mamanya yang setelah bercerai dengan papanya memilih menetap di jerman dan menjalankan bisnisnya di sana membuat Chika jauh sekali dari kasih sayang seorang ibu.
Meski pun begitu, ayanhya tidak kurang dalam memberikan kasih sayang untuknya. Mungkin akhir-akhir ini papanya sedang sibuk hingga membuat Chika kurang di perhatikan.
Setelah selesai makan Chika kembali ke kamarnya. Ia memutuskan untuk mandi karena badanya sudah sangat lengket.
Setelah 30 menit Chika berendam di dalam bathup, ia merasa lebih segar.
Selesai berganti pakaian, Chika membuka laptopnya kembali. Bukan untuk belajar, namun ia membuka akun sosmed teman-teman sekloahnya.
Ada satu nama yang membuat Chika penasaran. * Gabriel Alexander * akun twiter yang pengikutnya sudah lumayan banyak.
Ia pun kepo dengan akun tersebut karena teman-teman di sekolahnya rata-rata sudah memfollow akun tersebut. Bahkan nama Dita pun tertera di sana.
"Dita? Dia udah Follow juga?"
Akhirnya Chika pun memfollow akum tersebut.
Baru beberapa menit ia memfollow sudah di konfirmasi.
"Gila! Ini anak setiap detik on apa ya?" Heran Chika.
Chika membuka akun twiternya hanya sekali dalam seminggu. Itu pun saat tugas sekolah sudah selesai semua.
Ia membuka akun twiternya pun hanya untuk membaca-baca berita. Kadang juga ia hanya menuliskan sebuah quotes di berandanya.
Kesibukannya dalam belajar memang telah menyita waktu bermain Chika. Papanya selalu menuntut bahwa Chika harus selalu menjadi juara kelas.
Jika satu kali saja Chika tidak menjadi juara kelas, maka papanya akan sangat marah pada Chika.
Terkadang Chika merasa sangat tertekan dengan hidupnya.
Papanya selalu bilang, dia tidak ingin di kecewakan oleh wanita untuk yang kedua kalinya. Kekecewaanya pada mamanya membuat papanya menjadi ayah yang sangat posesif menurut Chika.
"Kapan ya bisa kaya temen-temen main bareng, seru-seruan bareng!" Keluhnya.
Chika sebenarnya hanya ingin sedikit saja menikmati waktu bermainnya. Ia juga butuh hiburan untuk sekedar merefreskan otaknya yang seharian hanya di gunakan untuk berfikir.
Setelah selesai menuliskan sebuah quotes, Chika pun mematikan kembali lap topnya.
Ia kembali dengan buku pelajarannya, karena kalau papanya tau jika Chika tidak belajar dan justru main twiter maka papanya akan sangat marah.
"Hay sayang? Papa udah pulang!" Seru Hendrik pada putri semata wayangnya.
"Ya Pa, Chika lagi belajar;" jawab Chika.
"Oke sayang. Kamu lanjut belajarnya papa mau ganti baju dan mandi dulu, setelah itu papa ke kamar kamu." Ucap Hendrik sambil berjalan menuju kamarnya.
Kamar Chika dan papanya memang hanya bersebelahan. Jadi, setiap papanya pulang dari Kantor pasti akan menyapa Chika dari luar.
Chika hanya mengiyakan saja ucapan papanya sambil tetap melanjutkan kegiatannya dalam membaca buku.
*Terkadang seseorang memilih diam dan menutup hatinya untuk siapa saja, karena ia takut di kecewakan. Seperti aku yang menutup hatiku untuk tidak jatuh cinta.. hanya karena pengalaman di masa kecilku.*
Setelah matanya pegel untuk membaca, Chika memutuskan untuk tidur. Tadi papanya bilang akan menemuinya di kamar, namun sampai tengah malam pun papanya itu juga tak kunjung datang.
Chika fikir mungkin ayahnya kecapekan dan sudah tidur. Padahal, chika sangat berharap jika papanya saat ini ada di sampingnya.
Besok dirinya ulang tahun, apakah papanya lupa jika putri sematawayangnya ini akan bertambah usia?
Pusing memikirkan itu, akhirnya Chika pun terlelap. Ada kerutan di dahinya yang menandakan bahwa dirinya tengah banyak fikiran.
Sementara di kamar, Hendrik tengah sibuk menyiapkan ulang tahun untuk sang putri.
Hendrik sudah membungkus sebuah kalung leonton yang sengaja ia pesan jauh-jauh hari hanya untuk di berikan kepada putrinya di ulang tahunnya yang ke 17 tahun.
"Chika sayang? Kamu sudah tidur Nak?" Panggilnya dari balik pintu kamar Chika.
Hendrik sendiri sebenarnya merasa sangat bersalah karena tidak bisa memberikan keluarga yang utuh untuk putrinya.
Namun ia berfikir bahwa ini jauh lebih baik dari pada memiliki keluarga yang utuh namun tidak bahagia.
Pemikiran Ayu latifa, mama Chika yang tidak sejalan dengan Hendrik membuat mereka sering berselisih paham dan memutuskan untuk bercerai.
Ayu yang selalu sibuk dengan bisnisnya yang memang terbilang sukses membuatnya jarang memperhatikan Chika kecil yang saat itu sangat membutuhkan kasih sayang seirang ibu.
Hal itulah yang membuat mereka sepakat untuk bercerai dan Ayu sendiri memutuskan untuk memberikan hak asuh Chika sepenuhnya pada Hendrik.