Kemelut asap sudah membumbung tinggi sedari tadi, dari jarak 5 meter panas begitu menyengat. Pembakaran mayat Hansung dilakukan pagi ini. Hari ini harusnya adalah titik balik musim dingin ke musim semi, tapi entah kenapa panas api dari pembakaran jasad Hansung terasa panas sekali bahkan air mataku kini terasa kering dan langsung meluap.
Sudah cukup aku menangisi ini semua, aku tak bisa melanjutkannya lagi. Tapi bagaimanapun juga hati ini rasanya perih, perih sekali bahkan air mata yang kukira mampu meringankan luka hatiku nyatanya telah kering kena panas api pembakaran itu. Aku tak tahu lagi bagaimana hidupku selanjutnya akan berlangsung.
"Wonbi-ya, tetaplah tabah" Jang Sin woo merangkulnya dari belakang, dia satu-satunya teman perempuan yang dekat dengan Wonbi. Selama ini Wonbi merasa selalu dalam perlindungan Hansung, Paman, dan Sinwoo, tapi setelah Hansung tiada Wonbi merasa tak memiliki apa-apa lagi.
Tatapan matanya masih kosong mengamati api perlahan membakar seluruh jasad Hansung, "Aaaaa..." Wonbi berteriak, entah apa yang sedang dipikirkannya, air matanya tumpah ruah, tubuhnya jatuh tersungkur kemudian memberontak berharap Hansung masih hidup di dalam api sana.
"Hansung!! Jangan pura-pura mati! HANSUUUNG!" Ia menerobos semua orang-orang yang menghalanginya, tapi semuanya sulit, ia tertahan oleh beberapa orang yang menghalanginya, tentu saja secara fisik semuanya lebih kuat dari Wonbi yang sudah kelelahan secara fisik maupun batin. Semuanya mendorong Wonbi mundur ke tempat semula. Dia hanya bisa berteriak kencang setelah perlahan kayu-kayu itu mulai hangus dan menjadi abu.
Wonbi kelelahan dan capek, matanya sayu melihat paman masih menangis tersedu di ujung sana, hingga dirinya tak berani mendekatinya. Wonbi merasa bahwa dia adalah pembunuh Hansung kemarin malam. Hansung putra satu-satunya yang dimiliki paman, yang diajak untuk menepi dari kehidupan konspirasi di istana, dia adalah orang yang menyelamatkan hidup paman dan hidupnya selama ini. Tapi dalam semalam hidup Wonbi seketika runtuh tak bersisa menjadi abu bersama jasadnya hansung.
###
Sesampainya di rumah, "Wonbi, makan nak" suara ibu sinwoo mulai berdatangan mengetuk pintu kamarku. Selama ini semua tetanggaku baik kepadaku, berkat Hansung hampir semua tetangga membantuku dan membuat hidupku lebih berwarna. Hampir semua anak perempuan selalu iri kepadaku karena memiliki kakak yang rupawan seperti Hansung itulah kenapa aku tak banyak berteman, hanya Sinwoo saja yang ia sudah dijodohkan dengan seseorang sejak ia masih kecil.
"Wonbi, ini paman" mendengar itu, Wonbi tak menyangka paman yang datang ke kamar. suaranya masih parau sisa dari tangisannya di pagi hari.
Aku putuskan untuk berdiri dan membuka pintuku perlahan, wajah paman bukan seperti paman, aku hampir saja terlonjak kaget. Wajahnya yang gendut selalu membuatku tertawa jika berusaha melerai aku dan Hansung saat bertengkar, kemana wajah lawaknya selama ini?
"Besok ayo kita bawa abu Hansung ke tempat yang istimewa. Untuk itu, malam ini ayo keluar makan agar besok bisa menempuh perjalanan jauh"
Paman benar, aku harus berani keluar melihat dunia meskipun tanpa hansung sekarang, kata Wonbi dalam hati. Di luar rumahku sudah ada tetangga mereka lima orang, salah satunya Sinwoo dan suaminya serta ayah ibunya ditambah lagi si penebang kayu pak Sunmal. Mereka semua tersenyum melihat Wonbi mulai keluar, saat itu ia sadar bahwa masih ada hal yang harus ia syukuri yaitu keramahan dan kebaikan tetangganya masih menyambutnya dengan baik.
Saat bangun tidur, Wonbi berharap tangisan kemarin adalah mimpi buruk baginya dan setelah ia bangun pagi saat ini berharap ia mendengar suara hansung memanggilnya keluar untuk pergi ke pasar. Ternyata kemarin adalah kenyataan, bukan mimpi buruk. "Ah sudahlah" akhirnya ia bangun dan segera membersihkan diri.
"Kau sudah bangun? Tanpa dibangunkan?, yaah, Shin Wonbi harusnya kau begini terus setiap hari hahaha" kata paman begitu tahu bahwa keponakannya sudah tidak memerlukannya untuk bangun pagi.
"Paman sudah bersiap-siap?" Tanya wonbi heran.
"Tentu saja, harus sepagi ini, perjalanan akan sangat jauh sekali. nanti aku akan mengajakmu ke suatu tempat"
Secepat mungkin Wonbi bersiap-siap agar bisa ke suatu tempat tepat waktu. Dan saat ia melihat ke langit ia menyadari bahwa matahari sudah jauh di atas itu pertanda bahwa ia bangun kesiangan, "Huft aku benar-benar butuh hansung saat ini". Di depan rumahnya sudah ada gerobak seperangkat lengkap dengan kudanya. Sepertinya perjalanan kali ini benar-benar panjang.
Satu jam kemudian mereka sudah keluar jauh dari pedesaan menuju perjalanan yang entah sampai kapan tiba di tempat tujuan. Melihat padang sabana itu, Hansung mengingat-ingat perjalanannya dulu bersama Hansung, perasaan seperti baru kemarin. Dulu, dia pernah beberapa kali ke kota bersama paman dan Hansung, saat ia mulai merasa penat maka mereka akan berhenti di padang sabana untuk sekadar bermain dan menikmati alam. Untuk perjalanan kali ini terasa sangat berbeda, karena kepergian mereka saat ini adalah menempatkan abu Hansung di tempat istimewa seperti yang paman katakana tadi.
Hampir tengah hari mereka baru sampai ke tempat yang mereka tuju. "Ini belum sampai Wonbi, masih ada perjalanan lagi ke puncak bukit sana" Tak mampu berkata apa-apa lagi, Wonbi hanya mengangguk pasrah, tapi dia tersenyum saat berjalan di belakang paman di hamparan sawah yang baru saja ditanam.
Wonbi salah mengira. Ternyata Paman tidak marah, dan saat itulah semangat hidupnya saat ini. Kebahagiaan paman selama ini adalah melindungi Hansung bahkah hingga akhir usianya, hal itu pernah ia katakan pada Wonbi. Sekarang hidupnya bukanlah apa-apa hingga dia merasa bisa membahagiakan paman.
Sudah 2 jam kami melewati jalan setapak dan hutan belantara hingga akhirnya mereka sampai di sebuah puncak bukit yang indah sekali pemandangannya. Di ujung cakrawala sana aku sudah bisa melihat puncak-puncak atap istana kerajaan. "Kita tempatkan abu Hansung di puri kecil itu Wonbi", aku baru menyadari ada puri kecil di atas bukit ini.
Sudah ditumbuhi banyak rerumputan di sekitarnya pasti sudah lama paman tidak pernah kesini. Setelah selesai membersihkannya, aku menaruh abu hansung berada di akar tanaman yang aku tanam, benih pohon sakura kecil ini kuharap bisa tumbuh dewasa dan bisa berbunga dengan cantik saat musim semi tiba di masa yang akan datang nantinya.
Dan wonbi ingat saat-saat dulu ia merindukan ibunya, hansung selalu menghiburnya…
"Kau tahu Wonbi? Pohon sakura adalah pohon kesukaan mendiang ibuku. Ketika aku masih tinggal di istana dulu, ibuku selalu mengajakku untuk berjalan-jalan keluar sebentar hanya sekadar melihat pohon sakura sedang menebarkan kelopak bunganya, cantik sekali"
"tentu saja, kau benar. Bunga sakura tak pernah kehilangan kecantikannya meskipun bukan musim semi. Hansung, ibumu pasti cantik sekali yaa?"
"tentu saja, ibu kita cantik Wonbi, ibumu adalah adik dari ibuku, kalau ibuku cantik pasti adiknya juga begitu bukan?"
"iya, kau benar. Ibuku pasti cantik ya?"
"kau tidak pernah melihat ibumu?"
"aku tidak tahu seperti apa ibuku, dia meninggal saat aku masih kecil" seketika aku sedih, karena hansung lebih beruntung masih mengingat apa yang disukai ibunya.
"ibumu caaantiiik sekali, kalau kau ingin tahu rupanya seperti apa, lihatlah dirimu di cermin, aku pernah berjumpa dengannya dan dia sangat mirip denganmu"
Itulah kebahagiaanku yang selalu dibuat oleh Hansung, kebahagiaanku selalu datang karena Hansung. Aku bahkan tak pernah menangis lagi mengenai ibuku karena dengan melihat cermin aku seolah-olah bisa melihat ibuku sendiri.
Keesokan harinya, sejak penyimpanan abu Hansung Wonbi memutuskan untuk memberanikan diri keluar menebarkan senyum semangat dan ceria sama seperti sebelumnya, hingga semua tetangganya bersemangat untuk itu. Ia tak perlu lagi menangis karena masih ada mereka yang akan merawatnya selanjutnya. Di pasar tentu saja semuanya ramai, dia harus berani menghadapi dunia luar meskipun tanpa Hansung. Tapi tunggu, tak sengaja ia menangkap ada keramaian di sudut pasar, "Ada pengumuman apa itu? Kenapa ada keramaian di papan informasi? Sebaiknya aku periksa dulu" begitu ia penasaran, maka didatangilah tempat tersebut.
Ya ampun, itu kan empat hari yang lalu. Ia bahkan masih ingat persis sebelum kematian Hansung malam itu. Tiba-tiba saja ia menemukan ide gila ini. Ia putuskan untuk berlarian ke rumah dan berteriak memanggil nama paman sepanjang jalan saat itu.
"Paman! Paman". Ternyata paman sedang membersihkan guci yang tersimpan di gudang di teras rumah. "ada apa wonbi? Tenanglah".
"Paman, ijinkan aku mendaftar ke akademi haeseok menggantikan Hansung"
"Apa maksudmu?"
"Aku ingin mendaftar akademi Haeseok dan menyamar menjadi Hansung disana" tekad wonbi sudah bulat sejak itu. Hanya saja, paman terliha bingung dan belum memberi reaksi apapun. Wonbi yang melihat hal itu merasa bingung, akankah dia mendapat izin atau malah sebaliknya?.