"Wonbi, selama ini paman tidak pernah membedakan perempuan dan laki-laki dalam menuntut ilmu. Oleh karena itu, jika kau ingin belajar kemanapun kau pergi paman akan mendukungmu. Sungguh" suara seorang ayah yang mendengar rengekan anaknya terasa begitu hangat dan menenangkan. Wonbi selalu berharap dan berdoa agar dia memiliki ayah seperti paman. Tapi, untuk apa? Wonbi tidak butuh ayah kandungnya, baginya ia hanya butuh paman sekarang.
Mereka pun saling berpelukan, dalam pelukannya Wonbi bisa mendengar desahan napas panjang paman, "tapi di akademi haeseok itu akademi khusus untuk laki-laki Wonbi, bagaimana kau bisa mengatasinya?"
Wonbi melepaskan diri dari pelukan paman, "ini sudah keputusanku paman. Aku akan mengatasinya, aku janji akan hal itu" katanya menguatkan.
"Paman akan membantumu agar bisa sampai di sana dengan baik, hanya saja maukah kau membantu paman?" Wonbi yang mendengar permintaan paman langsung mengangguk tanpa harus berpikir panjang.
Paman mengajarinya berbagai hal yang diketahuinya tentang Hansung, mengenai kebiasaannya, makanan kesukaannya, dan bagaimana sikapnya saat bertemu dengan seseorang. Wonbi sangat antusias belajar tentang Hansung yang sebenarnya.
Sore itu, wonbi terlihat menatap dalam gerobak yang akan ia tumpangi. Dalam memorinya masih ingat dengan jelas tentang Jasung si kuda hitam berharga milik Hansung yang akan menarik gerobaknya malam nanti. Awal perjalanan Wonbi sangat ceria, tapi saat malam telah tiba ia sadar betapa berharganya malam-malam yang selama ini ia lalui bersama Hansung. Dalam setiap perayaan dan festival Hansung selalu mengajaknya keluar dan berkeliling desa, di perayaan bulan purnama terakhir musim semi tahun lalu misalnya, Hansung pernah mengajaknya berkeliling dan membuat permohonan agar bisa dipertemukan lagi dengan saudaranya, Wonki. Namun siapa sangka bahwa musim semi tahun lalu itu adalah musim semi terakhir yang ia lalui bersama Hansung.
Malam ini perjalanan mereka penuh dengan bintang gemilang. Paman menyadari itu, "Aku selalu menenangkanmu sewaktu kecil bersama Hansung ketika kau selalu berhasil kabur di malam yang gelap demi mencari Wonki waktu itu" kata paman tiba-tiba.
Wonbi kembali mengingat saat-saat sulit waktu itu, saat usianya 7 tahun, sedangkan Hansung 10 tahun. Mereka terpisah karena orang tua mereka yang memisahkannya, Wonbi diasuh oleh suami dari kakak ibunya sedangkan wonki, Wonbi bahkan tidak tahu dimana ia berada.
Satu bulan pertama saat ia tinggal dengan paman ia selalu menemukan jalan untuk kabur dari rumah dan pergi mencari Wonki.
Meskipun begitu setiap hari pula ia selalu gagal kabur karena bantuan dari warga desa yang melihat seorang anak yang membawa perbekalan seolah akan bepergian jauh, saat itulah paman dan Hansung sadar anak kecil yang mereka cari akan tertangkap sebentar lagi, dan benar saja dalam setiap uji coba kabur Wonbi selalu gagal. Berkali-kali ia mencoba Hingga pada beberapa tahun setelahnya, ia merasa akan berhasil, ia melewati jalan yang berbeda… jauh berbeda, melewati hutan terlarang dan memakai pakaiannya Hansung sebagai penyamaran bahwa ia adalah anak laki-laki.
Namun, hal tak terduga datang saat di perjalanan. Seekor serigala hitam besar menemukannya terperosok ke salah satu lereng gunung yang membuatnya berlarian agar tak dimangsa olehnya, berharap saat itu ia bisa menemukan sebuah pedesaan di tengah hutan agar bisa selamat dari serigala tersebut. Akan tetapi, semuanya nihil, tidak ada desa di tengah hutan terlarang. Ditambah lagi api obor yang dipegang saat itu tiba tiba jatuh tersenggol dan tidak punya waktu untuk mengambilnya kembali. Hanya cahaya bulan yang membantu penerangan Wonbi saat itu.
Sudah cukup lama ia berlari, ia sudah tidak kuat lagi. Ia ingin menyerah saja, baru saja ia mengatakan dalam hati bahwa ia akan menyerah ternyata dirinya malah terperosok jatuh ke dalam tebing dan disadarinya saat itu menuju sungai berbatu yang mengalir deras. Kondisinya malam itu sudah tidak keruan, dirinya merasa tubuhnya berdarah-darah jadinya.
Dia masih menguatkan dirinya untuk berlari hingga sadar tubuhnya sudah lemas dan tidak berdaya tapi malang nasibnya, bahwa ternyata ada satu serigala lagi yang datang. Ia menyadari kesalahannya waktu itu, yaitu berada di hutan sendirian dan berada di aliran sungai. Sehingga aku memutuskan untuk membelokkan jalan lari ke kanan agar tidak mengikuti aliran sungai lagi, tapi serigala itu masih mengikutinya. Saat itu ia benar-benar menyesal. Andai ia tahu akhirnya akan begini ia akan mengatakan hal yang baik kepada paman dan sepupunya sebelum pergi. "Aku benar-benar menyesal" katanya dalam isak tangis malam itu.
"Sial, jalan buntu!" seru Wonbi. Ia harus menaiki undakan di ujung jalan jika ingin berhasil tapi tubuhnya sudah capek, ia tidak kuat lagi menaiki undakan setinggi itu. Ia memutuskan hanya duduk bersandar pada tanah yang meninggi di belakang, tak lupa ia mengeluarkan pisau hadiah dari Wonki untuk berjaga-jaga. Hanya saja ia merasa bahwa pisau yang dibawa terlalu kecil untuk dua serigala yang ada di hadapannya. Dia berusaha untuk mengerang agar serigalanya merasa takut dengan erangannya Wonbi, tapi entah kenapa ia malah merasa bahwa erangannya terdengar seperti cicitan tikus di tanah.
Tiba-tiba sebuah anak panah melesat tepat mengenai leher salah satu serigala, sehingga serigala itu jatuh terhuyung-huyung dan akhirnya tergeletak tak bernyawa. Namun masih ada salah satu serigala disini, dia pun menyeringai memanerkan gigi-giginya, saat itu nyalinya semakin ciut, ia menangis ketakutan saat itu juga hingga sebuah tarikan tangan membekap dan mengelus kepala Wonbi dengan lembut. Saat itu juga Wonbi langsung berteriak menangisi kejadian itu. Seandainya orang ini tidak menarikku tentu aku akan dimangsa serigala, Pikir wonbi.
"Ssstt, sudah tenang. Semuanya sudah berakhir. Tenang, tenangkan dirimu" suara Hansung, pikirnya. Meskipun Hansung menyuruhnya untuk tenang tapi ia sungguh menyesali perbuatannya selama ini, berusaha kabur dari rumah agar bertemu dengan kakaknya, Wonki.
"Maafkan aku.." kataku sambil mencoba mendongakkan kepalaku. Dan melihat wajah hansung bermandikan sinar rembulan saat itu. Seketika ia merasa tenang. Ketakutannya sirna. Dia lalu membantu Wonbi untuk berdiri, dan ia mengintip di balik punggungnya berdirilah paman dengan sebuah pedang yang masih berlumuran darah segar hingga sorot mata wonbi mengarah kepada dua sosok bangkai serigala yang salah satunya dalam keadaan kepalanya terputus. Kengerian merayap ke seluruh tubuhnya hingga ia pun hampir tumbang karena ketakutannya tiba-tiba datang lagi.
"Wonbi, tenanglah. Sini aku bantu berdiri" kata Hansung.
Paman dan Hansung langsung membawanya menaiki tandu yang ditarik oleh dua ekor kuda besar. Hansung memeluknya di dalam tandu sedangkan paman menjadi kusir di depan. Wonbi menangis sepanjang perjalanan pulang ke rumah dan saat itulah ia berjanji ia tidak akan mencoba kabur atau pergi dari rumah paman lagi.
Hingga malam ini, ternyata ia sudah berada di tengah perjalanan untuk ke istana kerajaan masuk ke akademi haeseok atas nama mengembalikan kejayaan nama Hansung, dan jika nanti ia beruntung ia bisa jadi bertemu dengan kakaknya, Wonki.
##
"Selamat pagi anak manis, sebentar lagi kita akan memasuki gerbang kota dan kau akan resmi menjadi Hansung di sana. Sudah kau bawa tanda pengenalmu?" Sapa paman setelah mengetahui bahwa Wonbi sudah bangun dari tidur malamnya.
Masih dalam keadaan mengantuk, wonbi pun hanya diam mengangguk begitu saja. Gerbang kota sudah mulai terlihat. Aku harus menjadi hansung mulai sekarang, meskipun hansung telah menjadi abu namun nama hansung sejatinya masih hidup dan akan tetap hidup, jika tak bisa oleh dirinya sendiri maka akan aku hidupkan melalui akademi haeseok ini", kiatnya hari itu.
Kehidupan kota benar-benar berbeda dengan desa, meskipun pasar di desa kami juga ramai akan tetapi pasar di ibukota ternyata jauh lebih ramai. Berbagai macam barang dan kebutuhan di jual disini. Ada banyak gadis cantik berkeliaran di sini. "wah, mereka cantik-cantik ya paman. Seingatku dulu saat kita pernah kesini bersama hansung tidak sebanyak ini gadis-gadis yang berkeliaran?" tanyaku penasaran.
Waktu terus berubah, tentu saja begitu juga saat ini. Paman terus mengarahkan kudanya menuju tempat yang benar, "paman tidak ingin beristirahat dulu?" tanyaku. Dia pun menjawab dengan menggeleng pelan. Dunia yang ramai ini, sebentar lagi harus bersahabat denganku.
Sepanjang jalan kami menuju istana, ada banyak juga kereta berkuda yang mengantar penumpang mereka menuju akademi haeseok. Tak diragukan lagi, alumni yang keluar dari akademi tersebut sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat. Mahasiswanya berasal dari berbagai daerah, terutama para putra gubernur kerajaan dipastikan mendaftar ke akademi ini. Bahkan beberapa putra kerajaan dari negeri asing juga dikirim orang tua mereka untuk belajar di akademi ini. Akademi Haeseok mengajarkan berbagai macam jenis ilmu, baik yang bersifat akademis maupun non akademis. Hasil dari pengajarannya selalu mendapat pengakuan di berbagai lapisan masyarakat.
Pantas saja begitu ramai orang yang memenuhi jalanan ini karena mereka memiliki tujuan dan niat yang sama denganku. Hanya saja, mereka semua mendaftarkan putra terbaik mereka sedangkan pamanku mendaftarkan keponakan yang menyamar menjadi putranya saja, begitulah isi pikiran Wonbi saat ini. Namun, semakin lama dia memerhatikan semuanya, ada yang sedikit berbeda disini. Mereka semua menggunakan kereta berkuda yang bagus dan gagah, sedangkan dirinya? Ia sadari kereta kuda yang dinaiki saat ini adalah kereta rakitan pamannya sendiri, "Paman, apakah semua yang mendaftar disini merupakan seorang bangsawan?" Tanya Wonbi tanpa berpikir panjang.
"Tentu saja, kau pikir?" jawab paman tanpa pikir lama.
Pantas saja semua keretanya terlihat gagah dan besar, sedangkan miliknya? Wonbi hanya terdiam tidak mau memikirkan hal-hal lainnya. Ia pun diliputi rasa penasaran, apa cuman keluarganya paman saja yang merupakan satu-satunya bangsawan miskin yang ada?. Namun, ia tegaskan lagi bahwa ia yakin seratus persen keinginan paman menghindari istana adalah jalan terbaik yang bisa ia lakukan untuknya dan untuk Hansung saat itu.
Sesampainya di gerbang besar depan akademi yang ternyata halaman serta bangunannya menyatu dengan kompleks istana. Hampir semua gubernur, menteri, dan pegawai kerajaan bahkan raja yang sekarang menjabat menjadi raja merupakan alumni dari akademi Haeseok. Demi Hansung, aku akan mendapatkan posisi tertinggi disini.
"Nah, mulai sekarang sepertinya aku harus membiasakan diri untuk memanggilmu sebagai…. Putraku?" kata paman sambil menggenggam erat pundak Wonbi saat ia turun dari kereta. Akhirnya mereka mulai menurunkan beberapa perbekalan yang dibawa dari rumah. Dari desa ke istana kerajaan memerlukan waktu semalaman untuk sampai. Saat ini bisa dibilang Hansung belum mandi atau membersihkan diri sejak bangun tidur tadi.
"Kau harus menjaga dirimu dengan baik, banyak pengaruh buruk yang mulai bermunculan di istana. Kau harus pintar menjaga dirimu dan mengetahui mana yang harus kau hindari dan mana yang harus kau lindungi, mengerti?" kata paman untuk kedua kalinya saat itu.
"Aku titip nama hansung, ya?" saat mengatakan hal itu, entah kenapa dunia yang bising terasa hening dan sunyi. Tak ada suara lain selain suara tetesan air mata mereka masing-masing dan suara hati mereka yang sedang retak.
"Aku harus pergi" Itulah kata-kata terakhir paman hari itu, Paman sangat menyayangi Hansung karena selama ini dunianya hanya tersisa Hansung seorang. Tapi, Hansung meninggal hanya karena seseorang yang mencoba meracuni Hansung di malam pertemuan kemarin. Dunia berubah terlalu cepat bagi kami.