Dear diary,
Tuan Cokelat, dia adalah ibarat kembang tidurku. Jika dia ada dan memandangku, itulah mimpi indahku. Jika ini mimpi, aku masih sadar kok. Tapi jika ini nyata, dia adalah puzzle bagiku.
Seperti tugas karya ilmiahku, aku harus mencari informasi sendiri mengenai kak Cokelat, mencari tau kebenaran dari berbagai hipotesis dan merangkainya dalam sebuah kesimpulan. Hanya kesimpulan yang aku perlukan.
"Shana, kemarin tanggal sembilan Mei kak Rangga ulang tahun, ya?" tanya Lulu padaku ketika kelas sedang free.
"Enggak tau" ucapku asal.
"Nih, ada pemberitahuan di akun facebooknya. Banyak yang ngucapin juga" Lulupun menyerahkan handphone-nya padaku. Setelah aku lihat, ternyata benar. Satu hari yang lalu dia berulang tahun. Aku hanya tersenyum.
"Yang keberapa, Lu?" tanyaku penasaran.
"Gak tau, Shan. Kayaknya yang ke-tujuh belas tahun. Soalnya dia lahiran tahun sembilan delapan" ucap Lulu.
"Wah, seumuran, dong!" kejutku.
Aku tak semudah itu untuk percaya. Mungkin saja dia memalsukan kelahirannya di sosial media. Sebab kebanyakan mereka juga memalsukannya. Termasuk aku. Aku hanya memalsukan tahun kelahiranku.
"Eh, Shan! Menurut Shana, kak Rangga sudah punya pacar belum?" Aku terkejut dengan pertanyaan Lulu. Aku saja yang punya ceritanya tidak ada fikiran kesana.
"Kalau menurut Lulu gimana? Sudah punya atau belum?" aku bertanya balik.
"Kalau menurut aku sih, belum deh, Shan. Soalnya lihat tingkahnya saja sama kayak kamu. Masih polos dan kayak kekanak-kanakan gitu. Ditambah cuek. Mustahil banget kalo udah punya pacar" sahut Lulu dengan yakinnya.
"Lah. Kok gitu? Gak ada yang mustahil di dunia ini jika Tuhan berkehendak. Entahlah, Lu. Aku tak tau." Benar. Sedikitpun tak pernah terbesit dalam fikiranku tentang pacar kak Rangga. Aku benar-benar polos karena aku belum berpengalaman dalam hal ini.
Yang terbesit dalam fikiranku adalah aku ingat, sebelum aku jatuh cinta kepada kak Rangga, dulu lelaki yang aku tunjuk dan aku bilang anak basket tidak keren adalah kak Rangga. Aku juga ingat ketika beberapa waktu yang lalu aku bertabrakan dengan pemuda di gerbang sekolah itu adalah kak Rangga juga.
Tetapi sekarang kak Rangga telah banyak berubah. Yang semula rambutnya sedikit gondrong dan acak-acakan, kini rambutnya pendek dan rapi. Yang semula tubuhnya kecil kering, kini tubuhnya mulai berisi. Yang semula wajahnya tak terawat, kini kak Rangga terlihat sangat tampan dan manis. Yang semula kak Rangga hanya siswa biasa, kini kak Rangga famous di sekolah ini. Selain wajahnya yang tampan, mugkin karena ia juga mengikuti banyak ekstrakulikuker dan aktif diberbagai organisasi sekolah membuat kak Rangga kini menjadi tenar.
Aku semakin tidak dapat melihat kekurangan dalam dirinya. Kak Rangga bagiku adalah seumpama bintang gemintang yang gemerlapan di langit malam yang lenggang dan aku hanyalah sebuah pohon yang tak bisa menyentuh bintang-bintang itu. Kak Rangga begitu berbinar dalam ruang hatiku seterang cahaya bulan purnama ditengah gurun malam.
Ia pun bagai mega jingga di langit senja. Sedangkan aku bagai burung bulbul yang tak dapat terbang sampai menyentuh sang mega. Segala keindahan rupa kini tertuju pada dirinya. Dan siapa yang tidak akan tertarik kepada dirinya? Bahkan dalam sekali pertemuanpun akan selalu teringat dalam waktu yang panjang.
Lima hari mendatang acara pensi di sekolah ini akan di selenggarakan. Para OSIS menyibukkan diri kesana-kemari untuk mempersiapkan segalanya. Termasuk kak Cokelat.
Dua jam lagi istirahat, dan guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sedang berhalangan. Kami hanya diberi tugas merangkum. Tapi aku, Risma dan Lulu pergi ke kantin. Sebelum masuk ke dalam kantin, aku melihat kak Cokelat dengan temannya kak Eko membawa selembar kertas kesana-kemari. Saat mataku bertabrakan dengan mata kak Cokelat, aku lalu menunduk. Mungkin Risma dan Lulu tidak sadar ada kak Cokelat disini. Jika mereka sadar, mulut mereka tidak akan diam mempermalukanku.
Belum lama aku menikmati jajanan bersama kedua temanku, tiba-tiba saja aku ingin cepat-cepat kembali kedalam kelas. Ini aneh. Seperti ada sebuah tali yang menarikku kesana. Tapi tarikan apa ini? Aku benar-benar penasaran dan tak faham.
"Lulu, Risma. Kita balik lagi ke kelas yuk!" ajakku dengan jantung yang berdegup begitu kencang.
"Eh, baru saja kita kesini. Bentar lagi aja, Shan" sanggah Risma.
"Enggak, aku mau sekarang! Ayo cepat!" tegasku yang mulai panik. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan ini.
"Ada apa, Shan?" tanya Lulu heran.
"Gak tau. Pokoknya ayo cepat kita ke kelas!" tanpa persetujuan mereka lagi, aku akhirnya mengambil langkah cepat. Kulihat dibelakang, Lulu dan Risma setengah berlari untuk menyeimbangi langkahku.
Saat aku tiba di depan pintu kelasku, aku benar-benar terkejut, mataku terbelalak, langkahku terhenti seketika hingga beberapa detik. Ternyata kak Rangga bersama Kak Eko sedang berbicara didepan kelasku. Aku dengan kak Cokelat itu saling menatap beberapa detik hingga akhirnya senyum tipis aku terbitkan.
"Assalamu'alaikum." Ku untai salam sebagai tanda penghormatan ketika memasuki ruangan.
"Wa'alaikumsalam." Jawab kak Cokelat pelan diikuti oleh beberapa teman sekelasku juga kak Eko. Aku duduk di kursi yang telah temanku sediakan untukku.
"Ada apa ini?" tanyaku heran pada Tria yang berada di depanku.
"Ini, pengumuman buat mata lomba baligho" ucap Tria. Dan aku hanya mengangguk faham.
Ini adalah kesempatan bagiku agar aku bisa melihat kak Cokelat lebih lama dan lebih dekat. Sesekali, ia menoleh kearahku kemudian dia menunduk dan aku tak henti-hentinya memandanginya. Tubuhnya yang tinggi membuat aku setengah menengadah melihat wajahnya. Ini adalah salah satu keajaiban dunia yang Tuhan tunjukkan padaku.
Aku berdzikir dalam hati sembari menahan rasa grogiku. Sesekali aku palingkan pandangan jika ia melihatku.
Aku tak mendengarkan kak Eko yang sedang berbicara didepan. Karena konsentrasiku pecah seketika. Jika aku grogi, aku tak bisa diam. Aku berpura-pura meminta penjelasan ulang dari Tria. Aku hanya mengangguk mendengarkan ucapan Tria, meskipun aku tidak mengerti apa yang Tria katakan.
"Shan, kamu tau gak? Aku tuh heran banget sama kak Rangga" ucap Lulu setelah kak Rangga dengan kak Eko keluar dari kelas kami.
"Heran kenapa, Lu?" tanyaku.
"Heran aja sama sikapnya waktu ada kamu sama waktu gak ada kamu. Tau gak, Shan? Hari Sabtu kemarin pas kamu sedang sibuk menghadiri pertemuan di Pramuka, kak Rangga sama satu teman Osisnya ke kelas kita buat ngasih pengumuman tentang mata perlombaan baligho. Nah waktu hari Sabtu saat gak ada kamu di kelas ini, kak Rangga itu bicara di depan kelas seperti gak ada beban. Aku juga sempet ambil videonya, Shan. Tapi tadi waktu ada kamu di kelas ini, kak Rangga kayak yang grogi gitu, terus tadi dia gak banyak bicara 'kan? Dan lebih anehnya lagi, dia itu lihatin kamu terus, Shan. Kayaknya ada sesuatu antara kak Rangga sama kamu, Shan" ucap Lulu panjang lebar padaku.
"Hm, iya gitu? Sesuatu apa, Lu?" tanyaku yang belum faham.
"Iya, kayaknya kak Rangga sudah tau kamu deh, Shan" tebak Lulu dengan begitu percaya dirinya.
"Aku juga masih bingung sama sikapnya. Kenapa dia gak mulai duluan buat kenalan, ya?" tanyaku.
"Justru itu yang buat kita gereget sama kak Rangga. Ya apa boleh buat, Shan. Kalo enggak kak Rangga yang mulai duluan, kayaknya harus kamu yang mulai duluan, Shan" kini Risma yang bersuara.
Untuk hal ini, aku harus berfikir dua kali. Aku masih ragu. Dan jangan lupa bahwa akupun malu untuk melakukannya. Jangankan berkenalan, menyebut namanya saja aku sudah sangat malu. Oh Tuhan, bimbing aku selalu.