Chereads / Wanita Dibalik Cadar / Chapter 2 - Chapter 2

Chapter 2 - Chapter 2

Sedikit perkenalan tentang diriku, sebut saja nama ku Abe, aku terlahir dari kedua orang tua yang sangat menyayangiku dan selalu mengajarkkan ku tentang agama. Dalam kehidupan ku sehari hari aku di ajarkan mengamalkan apa yang selalu di amalkan Rasulullah Muhammad shallallahu'alaihi wassalam dari cara berpakaian yang sunnah dan beribadah pun sedari kecil aku sudah di ajarkan untuk kemasjid hingga besarnya aku terbiasa ketika sholat wajib pasti kemasjid kecuali sholat sunnah.

Didesa tempat aku tinggal sebut saja desa Madinah, begitu menomor satukan agama meskipun Manhaj yang Ayah ku pegang berbeda dari kebanyakan warga desa ditempatku namun perbedaan tersebut enggak membuat kerukunan antar penduduk menjadi terpecah, mereka tetap menghargai walaupun berbeda Manhaj, meskipun aku berpakaian cingkrang mereka enggak pernah mempermasalahkan itu.

Setelah tamu Ayah pulang aku lalu melanjutkan aktifitas ku untuk mencari rumput dan daun nangka bersama Ayah, saat sedang menebas rumput karna kurang konsen tangan ku terkena sedikit parang hingga menorehkan luka di jari ku.

"Eh Be kamu kenapa?, aduh kerja yang konsen Nak jangan ngelamun" ujar Ayah

"Maaf Yah" sahutku

"Kamu ngelamunin apa to Nak?"

"Enggak kok Yah, cuman...?" aku tertunduk malu untuk curhat ke Ayahku tentang uneg uneg yang ada di pikiran ku

"Kamu enggak nyangka yah sama pertemuan dengan teman Ayah tadi?, kamu siap apa endak nikah muda?, kalau kamu belum siap enggak usah di paksa biar Ayah aja entar bilang ke teman Ayah"

"Bukan begitu Yah maksud aku siap kok menikah tapi kan menikah butuh biaya Yah"

"Allah menjamin rezeki kepada hambaNya yang bertaqwa apa kamu masih belum percaya?"

"Percaya Yah"

"Yaudah enggak usah di pikir, entar mas kawinnya jual salah satu sapi kita kan gampang" sahut Ayah

"Sapi yang mana Yah?"

"Yang itu" seraya menunjuk sapi brahma gemuk yang aku beri nama Paijo sapi peliharaan ku yang amat ku sayangi

"Yah jangan Paijo dong, yang lain aja, Paijo sayang untuk di jual, kan Ayah tau aku sangat sayang ama itu sapi" sahut ku

"Kamu mentingin nikah apa Paijo?" tegas beliau

"Nikah Yah" ujar ku tertunduk lesu

"Yasudah jual aja Paijo ada yang nawar 10juta tuh kan lumayan buat Mas kimpoi kamu entar"

Dengan sangat terpaksa akhirnya aku pun harus merelakan Paijo untuk di jual.

Yah sapi yang sedari kecil aku rawat hingga besar kini harus aku relakan untuk dijual buat biaya Mas kawin ku nanti.

Keesokan harinya dengan berpakaian gamis dan celana cingkrang aku berdandan serapi mungkin karna hari ini adalah hari dimana aku akan dipertemukan oleh seorang akhwat yang aku sendiri belum mengenalnya, seperti apa wajah dan parasnya aku tak tau.

Setelah selesai berpakaian aku lalu menyusul Ayah ku yang sudah bersiap menungguku di luar dengan sepeda pancalnya, yah kami bersepeda berdua menuju rumah teman Ayah yang akan menjodohkan ku dengan Anaknya. Karna jaraknya cukup jauh kami kadang bergantian berboncengan ketika lelah aku menggantikan membonceng Ayah begitu juga sebaliknya.

40 menit lebih kami bersepeda akhirnya sampai juga disebuah rumah yang besar dan begitu nyaman ketika di pandang, dengan cat berwarna hitam, atap terbuat dari genteng berwarna merah serta taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga, disinilah rumah teman Ayah berada.

Saat memasuki rumah diriku begitu gugup karna ini adalah kali pertamanya aku bakal di pertemukan oleh seorang Akhwat yang belum aku kenal,

"Assalamu'alaikum" ujar Ayah

"Wa'alaikumsalam" sahut suara lelaki dari dalam rumah

"Eh ada tamu jauh rupanya, ayuk masuk Mas" pinta teman Ayah

Kami pun masuk lalu duduk diruang tamu, aku begitu terkesima melihat pemandangan yang ada dirumah teman Ayah tersebut, berbeda jauh dengan rumah ku yang hanya berlantaikan tanah dan beratapkan seng biasa hingga ketika panas matahari mengenai atap rumah ku membuat suhu begitu panas didalamnya, beda dengan rumag teman Ayah yang begitu sejuk padahal siang itu matahari begitu panas.

"Buk...Buk...bikinin minuman dong buat tamu kita" pinta teman Ayah sedikit berteriak

"Iyah Yah sebentar" sahut istri Beliau

"Wah enggak nyangka Alhamdulillah Nak Abe ternyata menepati janji, gimana Nak Abe udah siap melihat Anak Om?" tanya Beliau

"Sii..sii..siap om insya Allah" jawab ku tergagap sembari menunduk

Enggak lama datang lah istri Om abdurrahman lalu menghidangkan minuman di depan ku, lalu Om Abdurrahman menginstruksikan istri beliau untuk memanggil anaknya yang berada di halaman belakang rumah.

"Diminum Nak Abe Mas tehnya" ujar Om Abdurrahman

"Maaf ini Kang, aku hanya bisa memeberi beberapa uang saja buat Mas kimpoi kelak" ujar Ayah yang membuka pembicaraan

"Udah Mas enggak usah khawatir soal rame rame biar saya bantu nantinya" jawab Om Abdurrahman

"Lebih baik mending enggak usah rame rame aja Kang daripada nyusahin kamu aja nanti" pinta Ayah

"Udah biar aja, lagian sekali seumur hidup kan Mas, apa salahnya kita ramaikan" desak Om Abdurrahman

"Assalamu'alaikum" ujar suara perempuan muda yang tiba tiba datang dari arah belakang Om Abdurrahman

"Wa'alaikumsalam" aku dan Ayah menjawab salam darinya

Setelah menoleh kearah suara tersebut aku begitu terkejut karna wanita yang ada dihadapan ku sepertinya pernah aku temui namun dimana?, aku sepertinya lupa.

Saking terkejutnya hingga aku lupa batasan batasan melihat yang bukan mahrom aku hingga perempuan bercadar tersebut menegurku.

"Afwan Akhi tolong pandangannya dijaga" pinta suara lembut dari wanita tersebut

Begitu malunya diriku ketika yang menegur bukan Ayah ku melainkan perempuan yang aku pandang begitu lama, akhirnya dengan malu aku pun menunduk dan menyesali perbuatan ku barusan.

"Gimana menurut mu Syah?" tanya om Abdurrahman kepada Aisyah

"Hmmm...dia hapal berapa surat dalam Al Quran yah?" ujar Aisyah

"Tanyakan aja sendiri ke Nak Abe" pinta om Abdurrahman

Dalam hati ku "Mampus dah kenapa harus ayat Al quran yang doi pertanyakan?, enggak ada yang lain apa?" gumam ku

"Afwan Khi, antum hafal surah Ar Rahman tidak?" tanya Aisyah

"In...insya Allah" jawab ku sembari tertunduk

"Baguslah kebetulan banget ada Masjid didepan rumah dan ana harap antum bisa menggantikan Ayah Ana untuk menjadi imam sholat di mesjid tersebut, apakah akhi sanggup memenuhi permintaan ana?"

"MAMPUS untuk yang kedua kalinya aku diheadshot oleh Aisyah hingga membuat ku terdiam tanpa bisa menolak apa yang di ingin kannya, kalau aku menolak tentu saja Aisyah akan berpandangan bahwa aku hanya omong doang, kalau diterima aku sangat lah gugup orangnya ketika berhadapan dengan banyak orang,

"Ya Allah enggak ada test yang lebih ringan apa selain ini" keluh ku sembari menghembuskan nafas berat