Malam harinya seperti biasa setelah sholat isya diriku duduk di pelataran rumah sembari menikmati sejuknya angin malam di desa di temani secangkir teh hangat plus sambil mendengarkan kajian ceramah dari ustadz favorit yaitu ustadz Syafiq tentang bagaimana cara membangun rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah.
Beliau semoga di rahmati Allah ketika menjelaskan tentang bagaimana cara agar rumah tangga selalu harmonis begitu mendetail merincikan bagaimana tugas seorang suami sebagai kepala rumah tangga dan menjelaskan wanita itu seperti apa supaya para kaum Adam paham bagaimana watak wanita itu yang sudah di kabar kan oleh Rasulullah yaitu terbuat dari tulang rusuk yang bengkok.
Beliau menegaskan bahwa wanita itu bengkok maka bersabar lah bagi kaum lelaki ketika menghadapi istrinya, wanita memang enggak ada yang lurus seperti tulang rusuk apabila kita keras dengannya maka akan patah dan apabila kita biarkan maka akan makin bengkok maka dari itu bersabar dan tetap membimbing sang istri kejalan yang Allah ridhoi.
"DERRRTT...TIIT...TIIT.." tiba tiba hp ku berbunyi notifikasi pesan masuk
Saat ku buka ternyata pesan dari Aisyah, "tumben nih anak ngirim sms" bathin ku sembari membuka pesan darinya
"Mas besok pagi anter Ana yah, tapi kali ini jangan pakai mobil, Ana mau antum pakai sepeda. jangan di balas pesan Ana!" pinta doi
Aku lalu membalas pesan Aisyah karna pesan tersebut sangat berat bagi ku, yang bener aja pakai sepeda berjalan sejauh 5 kilometer dari rumahnya kekampus.
"jangan becanda dong, kan kamu tau jarak rumah kamu dengan kampus itu jauh, masa aku bonceng sejauh itu?enggak ah" tolak ku
"iiihhh antum ini dibilang jangan balas sms Ana bandel banget ish 😡"
"yah anti sendiri bikin Ana kesel, lagian dipikir dong kita berdua kan bukan mahrom, halal juga belum main berboncengan berdua, apa kata orang coba" ujar ku
"oh soal itu Antum tenang, ana udah bikin sekat antara ana dan antum jadi enggak usah khawatir kita enggak akan bersentuhan kok, udah yah jangan balas pesan ana lagi"
"tapi kan...??"
"JANGAN BALAS PESAN ANAAA...!!!"
"ah dasar cewek kaga mikir apa bawa dia itu berat, bersepeda 5 kilometer pula 😩" bathin ku
Akhirnya setelah sholat subuh diriku dengan berat hati bersepeda kearah rumah Aisyah, entah apa maksud dirinya menyuruh ku mengantarkannya memakai sepeda pancal, apa dirinya enggak malu di antar dengan hanya memakai sepeda?. Kalau diriku mah bodo amat orang mau bilang aku orang kere atau yang lain sebagainya.
Setelah sampai dirumah Aisyah ternyata dirinya sudah menungguku di luar rumahnya bersama Om Rahman,aku lalu memarkirkan sepeda dan berjalan kearah mereka.
"Assalamu'alaikum" sapa ku
"wa'alaikumsalam" balas mereka
"misi Om saya mau jemput Aisyah" pinta ku
"oh iyah Nak, maaf yah ngerepotin kamh jadinya, tau nih si Aisyah banyak maunya maklum kadang suka manja sama Om jadi harap mengerti yah Nak" ujar beliau
"apaan sih Yah, aku kan gak manja,cuman mau ngetes calon suami sampai mana sih dia bertahan"
"iyah endak apa apa Om, lagian pakai sepeda biar sehat(padahal mah bisa lepas semua tulang tulang ku akibat bonceng ini anak)"
Lalu setelah mencium tangan Ayahnya Aisyah mengambil sejenis sekat terbuat dari Kardus berbentuk kotak supaya antara kami enggak ada yang sampai bersentuhan, "niat banget ini anak sampai bikinin yang beginian" bathin ku
Lalu setelah doi memasang sekat dan naik disepeda ku kami pun berangkat, badan Aisyah enggak terlalu kurus juga enggak terlalu gemuk tapi tetep aja kalau naik gunung bikin ini kaki serasa mau lepas dari engselnya.
"ah lambat banget sih, buruan telat nih" keluh nya
"bodo amat, yang nyuruh Ana make sepeda siapa?, mau ana lambat atau cepet suka suka ana dong"
"yaudah deh lagian antum biar sehat juga enggak kaya orang penyakitan hehe" ledeknya
"hmmm...udah pinter ngeledek yah, aku turunin baru tau" ancam ku
"iiihhh jangan lah Mas, jahat banget jadi cowok" ujarnya sembari memukul punggung ku memakai buku
"Syah..." sapa ku
"iyah ada apa Mas?" sahutnya
"anti enggak malu ana anter kekampus pake sepeda?, padahal rata rata temen anti kan pake motor juga mobil"
"ngapain malu Mas, malu itu ketika kita sholat ketinggalan berjamaah, ketika subuh bangun kesiangan, tapi meminta kepada Allah macem macem serasa paling alim, lagian pakai sepeda mengurangi polusi kan"
"oh begitu, syukur deh kalau anti enggak malu"
"yaudah kalau gitu tiap pagi antum antar ana pake sepeda aja hehe"
"ah ogah yang ada bukan sehat malah tulang ana pada lepas semua, berat tau bonceng anti"
"iiihhh...antum nuduh ana gemuk?, ana kan enggak gemuukk" ujarnya merengek
Aku biarkan dirinya yang sedari tadi ngedumel terus dijalan, kalau aku ladenin yang ada capek di jalan, hampir 45menit kami bersepeda berboncengan akhirnya sampai juga didepan kampus Aisyah, saat itu banyak mahasiswa mahasiswi yang milirik kami berdua yah memang aneh bagi mereka karna ada sepasang pemuda pemudi berdua naik sepeda jarang jarang anak kampus pulang pergi di antar naik sepeda.
"antum pulang atau nunggu ana disini?" tanya Aisyah
"pulang lah, gila aja ana nunggu disini sampai siang, yang ada kering"
"yah lama dong nunggu antum jemput ana" dengan alis di kerutkan
"yaudah deh ana tunggu di masjid sebelah kampus aja yah" ujar ku
"nah gitu dong, ngerti aja sama yang ana mau, yaudah ana masuk yah Assalamu'alaikum"
"wa'alaikumsalam" jawab ku
Saat hendak berbalik sepedaku dipepet oleh sebuah motor gede, lalu aku berhenti sembari melihat kearah lelaki yang memakai motor tersebut. Lelaki itu turun dari motornya dan melepas helm sembari memandangku dengan pandangan sinis, sedangkan diriku cuek tanpa memperdulikannya.
"oh jadi ini calon suami Aisyah?, enggak salah apa ortunya milih cowok macam Lu?, bisa bisanya anak desa bakal nikah sama cewek kota"
"semua manusia sama di mata Allah Mas, yang membedakan adalah amal dan ketaqwaannya kepada Allah" jawab ku dengan santai
"wah sok jadi ustadz pula,cuih...! Gua enggak butuh ceramah Lu, yang Gua butuhin Lu tinggalin Aisyah karna doi bakal Gua lamar" ujarnya
"kalau Mas mau ngelamar yah datang aja ke orang tuanya jangan kesaya, kan saya bukan orang tua Aisyah" ujar ku tersenyum kepadanya
"ah bacot Lu" ujarnya sembari menendang ban sepedaku
namun aku biarkan tingkahnya seperti itu lalu melanjutkan berjalan menuju mesjid tanpa memperdulikan olokan dari lelaki tersebut.