Jangankan balas menyerang, Lois justru kesulitan menangkisi kombinasi cakaran Medora yang datang sangat dekat dengannya. Medora benar-benar tak memberi celah kepada lawannya itu.
Tiba-tiba, dari belakang Lois, muncul satu sosok yang identik dengan dirinya. Medora langsung melompat mundur, mengambil jarak cukup jauh dari sang lawan, mengamati dua sosok Lois itu dengan waspada.
"Ah, itu kemampuan dari bidadari bernama Circe, kan? Berarti Anda sudah mengalahkannya, ya?" Tentu saja Medora berbicara dengan senyuman teduh andalannya. "Saya pernah bertemu dengannya. Dia juga tidak mau bekerjasama dengan saya, sama seperti Anda, Nona."
Satu sosok Lois berdecak, satunya lagi berucap, "Satu alasan lagi aku tidak mau bergabung denganmu. Kamu susah diberitahu, padahal sudah kubilang aku tidak suka dipanggil Nona."
Kedua Lois itu melancarkan serangan beruntun. Kali ini Medora yang terdesak. Beberapa tusukan Lois berhasil mengenai tubuhnya.
"Coba kekuatan yang baru, Lang!" teriak Medora.
Medora memberikan cakaran menyilang dengan kedua tangannya. Jumlah cakaran yang menggores kedua Lois itu bukanlah sepuluh sesuai jumlah jari Medora, tetapi lebih banyak dari itu. Medora melanjutkan runtutan serangannya. Lois sama sekali tak kuasa menghindar, cakaran demi cakaran terus mengenai tubuhnya.
Ketika Medora sudah berhenti menyerang, Lois dan kembarannya baru bisa melompat mundur.
"Benarkah Anda benar-benar tidak mau bekerjasama dengan saya, Nona? Saya ini mengagumi Nona. Nona ini berhati mulia. Apa Nona tidak ingat, saya ini dulu pernah ditolong oleh Anda." Medora berdiri dengan napas yang mulai ngos-ngosan dan keringat yang banyak mengalir. "Ah, kebaikan Anda itu sudah terlalu banyak, sehingga Anda lupa dengan saya."
"Kebaikan yang mana?" tanya salah satu Lois, kemudian Lois satunya melanjutkan, "Paling juga aku melakukannya karena paksaan kedua orangtuaku. Asal kamu tahu saja, apa pun yang mereka lakukan atas nama kebaikan, semua itu hanya untuk menarik simpati masyarakat saja."
"Menurut saya, kurang bijak berkata seperti itu kepada keluarga Anda sendiri, Nona. Keluarga Anda itu sangat dihormati. Mereka terkenal berhati mulia."
"Kenyataannya memang begitu, kok. Keluargaku itu sebenarnya tidak hebat-hebat amat."
Mereka sama-sama maju menerjang kembali. Namun, gerakan mereka terhenti ketika tanah yang mereka pijak tiba-tiba bergetar hebat.
"Gilang!" Medora langsung menghampiri tuannya yang terjatuh, kemudian memeluknya erat-erat. Gilang merapatkan dirinya kepada sang bidadari, menahan tangis, berusaha tak bertariak.
Sementara itu, Lois menoleh ke tepi lain sungai, menatap seorang bidadari yang berjongkok, mengenakan busana kuning yang khas, memakai perisai bundar di tangan, dan mengambil pose seperti baru memukul tanah dengan perisai itu. Terbukti dengan pola retakan yang mengelilinginya.
Pukulan seperti itu tidak akan membuat gempa sehebat ini. Lois tahu, bidadari tersebut pasti menggunakan kekuatan. Lois akan heran kalau yang menyia-nyiakan kekuatan seperti ini adalah bidadari biasa.
Medora membelalak lebar begitu menyadari keberadaan bidadari dengan rambut oranye dikucir dua itu.
"Tidak mungkin," desisnya dengan mulut bergetar. Getaran di tanah sudah berhenti, dia pun melepaskan pelukannya dari Gilang dan bangkit berdiri, mengamati bidadari itu dengan lebih saksama. "Ini gila. Kenapa orang seperti dia dipilih untuk mengikuti pemilihan ratu ini?"
Lois tersenyum getir. Kembarannya kini lenyap. "Kamu mengenalnya, ya?"
Medora menelan ludah. "Dialah yang disebut sebagai pembantai dari tenggara."
"Benarkah? Kukira pembantai dari tenggara itu berjenis kelamin laki-laki." Bahkan Lois sedikit bergidik mendengar nama itu. "Sebenarnya, tidak ada yang tahu apakah dia benar-benar dari tenggara. Orang-orang memanggilnya begitu karena mereka kebingungan menjulukinya."
"Aku pernah melihat kejahatannya secara langsung." Kali ini, Medora tak mau repot-repot mengembalikan senyumnya. Dia tak akan melupakan bidadari yang dulu membantai satu komunitas gelandangan tempatnya bernaung, sekaligus mematahkan sayapnya itu.
"Barangkali, kamu satu-satunya yang bisa selamat dari pembantaian itu tanpa jadi gila." Lois mendekati Medora. "Baiklah, aku mau bekerjasama denganmu, tapi khusus saat melawannya saja. Setelah ini, kita bukan siapa-siapa lagi."
"Heeeeiiiii!!! Kenapa sih, kalian-kalian ini suka sekali mengobrol waktu mau bermain!!?" Zita bangkit.
Gilang langsung gemetaran dan jatuh terduduk melihat ekspresi sinting nan mengerikan di muka ZIta. Ujung mata bocah cilik itu sudah mulai dihiasi cairan bening. Medora buru-buru berjongkok di dekatnya.
"Bidadari itu nggak semuanya baik, Lang." kembali tersenyum, Medora mengusap lembut kepala tuannya itu. "Sekarang, kamu sembunyi dulu, ya. Bidadari ini jahat. Jahat sekali, sama seperti monster-monster itu. Dia harus segera dikalahkan."
Awalnya, Gilang cuma bisa mematung dengan air mata bercucur. Namun, setelah dipeluk erat Medora dan dibisiki sesuatu, akhirnya dia tersadar dan bersembunyi di balik sebuah pohon.
"Ayo kita bermain!!!" Zita sudah melompat, tepat ketika Medora berbalik.
Lois dan Medora menghindar ke arah berlawanan.
Kraaak!!! Tepat ketika mendarat, Zita memecahkan sebuah batu besar dengan perisainya. Medora dan Lois pun menerjang ke arahnya.
"Ahahahaha!!!" Zita pun mulai meladeni serangan dari dua lawannya itu. Ia menangkis, mengayunkan perisainya, dan menghindar dengan terus tertawa-tawa. Tawanya bahkan makin keras ketika ada serangan yang mengenai tubuhnya. Seolah dia menikmati rasa sakitnya. "Ayo kita main! Ayo kita main! Ayo kita main! Ayo kita maiiiiin!!!"
Mulai terdesak, Medora dan Lois perlahan mulai mundur ke sungai. Saat ergerak, kaki mereka pun berkecipakan. Semakin lama, kaki bidadari-bidadari itu semakin tenggelam di air, membuat gerakan mereka melambat.
"Ugh!!!" Lois terhempas ke air begitu pipinya terhantam perisai.
Medora pun mendatangi Lois, memeriksa bidadari berambut pirang itu. "Kamu tidak apa-apa?"
"Selain pipiku yang baru dipukulnya ini sih, aku tidak apa-apa." Meringis, Lois memegangi pipinya, lantas menyisir rambutnya yang basah dengan jari-jemari.
"Cukup menyenangkan ...." Mulut Zita mndesis dengan nada aneh, seperti tidak berasal dari manusia. "Tapi, ini masih kurang! Beri aku lebih! Aku belum puas!"
"Kau masih bisa bertarung, kan? Kita masih harus mengalahkannya." Medora membantu Lois berdiri. Kemudian, dengan tubuh basah kuyup, mereka bergeser ke bagian sungai yang lebih dangkal.
Lois berusaha mengatur napas. "Sekarang, aku lebih berpikir untuk membuat celah dan kabur."
Mendapati lebam di pipi Lois—tanda energi pelindung bidadari itu telah tuntas—Medora melirik kepada Gilang, memberikan kedipan sebelah mata. Gilang awalnya terhenyak, tetapi akhirnya memencet satu tanda di lengannya.
Zita menunduk, berjalan maju di sungai itu dengan membungkuk dan langkah sempoyongan.
"Ugh, dia suka sekali melakukan sesuatu yang mengerikan seperti itu," gerutu Lois, memasang kuda-kuda.
Medora mengangkat kedua tangannya.
"Arrggggghhhhh!!!" Lois memekik begitu cakar-cakar Medora menyobek punggungnya. Ia juga tak bisa berbuat apa-apa ketika bagian belakang tubuhnya itu ditendang kuat-kuat oleh Medora. Ia pun terhuyung dan harus pasrah menerima hantaman perisai Zita di dadanya.
"Loisssss!!!" Marcel berseru panik begitu Lois tumbang ke air.
"Ahahahaha!!!"
Zita mulai memukuli tubuh Lois yang ada di air, sementara Medora berlari kencang, menyahut tubuh Gilang, kemudian melompat kabur dari tempat itu.
Tetesan-tetesan air bercipratan ke atas. Lois benar-benar tak bisa melawan. Zita terus memukulinya dengan sangat membabi-buta. Marcel hanya bisa berdiri diam sambil melihat adegan brutal itu.
"Ahahahaha!!!" Ekspresi kesetanan di wajah Zita makin jelas terlihat.
Air tempat Lois tenggelam pun mulai memerah.