Chereads / Young, Wild, & Sexy / Chapter 6 - Deklarasi Perang

Chapter 6 - Deklarasi Perang

Acara perkenalan rupanya memakan waktu yang cukup lama, bahkan sampai bosan jika harus diulang, apalagi ditulis kembali lalu dibaca. Yakin, pada bosan, bahkan ada yang menganggap tidak penting sama sekali.

Jangan ngedumel dalam hati! Kisah hidup juga panjang. Ada kalanya berjalan sangat lambat dan juga membosankan. Nikmati saja, mungkin saja akan menemukan sesuatu yang menarik di ujung jalan.

***

Semua siswa di kelas itu pada berhamburan ke luar untuk istirahat, meninggalkan Rin dan Kei di dalam kelas. Rin memilih menitip susu kotak pada Zayn, sementara Kei memang malas keluar karena tidak mau membuat heboh di kantin dengan triakan-triakan tidak jelas dari fangirlsnya.

Ya, ada alasan lain juga, gadis di depannya ini.

"Tak kusangka penolakkanku akan berimbas sampai sejauh ini.." Kata Kei yang masih duduk di bangkunya.

Rin yang duduk di depannya tak menghiraukan kata-kata dari Kei. Dia tetap menghadap ke depan bermain dengan ponsel barunya.

"Memangkas rambut, melepas kaca mata, dan menyibakkan poni. Haha.. Ternyata jidatmu lebar juga."

Rin tak menggubris meski kesal dikatai jidatnya lebar walau itu FAKTA!

"Pakaian kedobrohan (longgar) kau ganti dengan pakaian seperti itu. Hoo, berani juga kau."

Berani?

Apa maksudnya?

Baginya, pakaian yang ia pakai juga masih normal dan wajar dibandingkan dengan siswi lain.. Ya walau agak lebih sexy dari pakaian Hilda. Rok di atas lutut sedikit dan baju pas dengan badannya tapi tidak press body.

Kei masih diabaikan.

"Sepertinya aku berbicara pada hantu yang tuli."

Rin berdiri dan membalikan badan menghadap ke Kei. "Apa kau bilang?"

"Hantu yang tuli." Kei mengulangi perkataannya.

"Dengar ya, Tuan Buntut Ayam, suka-suka aku mau seperti apa. Hidup-hidupku. Urusi urusanmu sendiri!"

"Hey, Jidat, kau lupa apa yang sudah kau lakukan kemarin, heh? Kau menulis surat cinta untukku, kan?"

Rin menyilangkan kedua tangannya di depan data. "Surat cinta? Jangan bercanda! Bagaimana bisa kau tahu itu adalah surat cinta sementara kau tidak membacanya? Jangan asal menyimpulkan!" Rin sudah mempersiapakan jawaban seperti ini sebelumnya.

Kei menatap Rin. Ia menopang dagunya dengan tangan kirinya. "Amplop warna pink dengan corak hati norak pasti surat cinta, aku tahu itu. Kenapa kau tak mengakuinya? Kau, terpesona denganku, kan?"

Mendengar kata surat cinta sudah sangat menyebalkan ditambah embel-embel jika amplop pilihannya itu norak benar-benar membuatnya semakin kesal.

Rinpun langsung menarik kerah baju Kei. Kei hanya mendongakkan kepalanya yang cukup dekat dengan wajah Rin.

"Bermimpilah! Terpesona denganmu? Jika kau mengatakannya lagi, aku benar-benar akan muntah di wajah tengilmu itu!" Ancam Rin.

Kei tersenyum. "Seorang gadis sebaiknya tak berkata seperti itu. Kau perlu menggosok gigi setelah ini!" Kei mencoba mengelus pelan pipi Rin dengan tangan kanannya.

Rin menepis kasar tangan Kei. "Tak hanya menggosok gigi, aku juga akan membasuh wajahku dari najis ini!" Rin melenggang pergi keluar dari kelas.

"Aku punya main baru dan mainanku ini sedikit 'nakal'." Gumam Kei senang.

Tentu saja ke depan pasti akan sangat menyenangkan. Punya mainan baru dan mainan barunya itu sedikit nakal. Tidak tahu arti nakal dalam takaran Kei. Yang jelas, prediksinya akan benar. Kehidupan masa sekolah menengahnya akan sangat menarik. Ia tidak akan bosan dibuatnya.

"Jidat! Ayo kita bersenang-senang!" Seringai Kei.

***

Rin benar-benar membasuh wajahnya. Hari ini penat sekali. Sudah sangat lama ia tak seperti ini, meski kali ini ia sangat berlebihan dalam bertutur kata, tapi ia memang akan melakukannya.

Rasanya bermain dengan Kei cukup menyenangkan. Setidaknya mengisi waktu yang sempat ia buang sia-sia sebelumnya..

Rin berdiri di depan cermin. Menatap dirinya.

Rasanya juga sudah lama, tapi luka masih terasa. Ia memegangi dadanya. Ia lalu tersenyum.

"Masa SMA-ku harus berwarna. Seperti kata Kakak, warna itu banyak, jangan kelam melulu! Aku senang masuk sekolah ini, aku bertemu banyak hal berwarna. Zayn, Senior Zack, dan juga Kei si ayam. Semoga aku bisa mendapatkan teman cewek!"

Tuhan menjawab do'anya, saat keluar dari toilet, ia tak sengaja bertabrakan dengan seorang cewek yang ia ketahui sebagai Yenaya Indry.

Itu pertama kalinya Rin berbicara dengan teman cewek dari kelasnya. Ternyata Indry adalah teman yang nyaman untuk diajak bicara. Indry bahkan mengenalkannya dengan teman baik Indry dari SMP yang sama yaitu Hilda, Tessa, dan juga Karin. Mulai dari hari itu merekapun menjadi akrab.

***

Mereka juga mengobrol di kelas..

"Hee, masak sih? Waah, Hebat.. Ne, Rin, jadi kau benar-benar adik dari Pangeran Sean?" Tanya Indry.

Rin mengangguk.

"Aku tak menyangka orang itu punya adik. Masalahnya aku tak pernah melihat dia bersama seorang gadis, terutama kau, Rin." Kata Karin yang disetujui Tessa dan Hilda.

Ternyata, mereka dulu juga pernah jadi adik kelas Sean di SMP.

"Sudah aku bilang kan, kami tinggal berpisah. Kami hanya bertemu saat liburan saja. Kakak biasanya mengunjungiku ke New York."

"Hidupmu enak sekali ya. Punya kakak tampan, pintar, dan sangat keren lagi." Kata Tessa. Mereka menyetujuinya.

"Apa kakakku memang sehebat itu?"

"Be-benar, Rin... Senior Sean juga sangat baik, dia pernah mengajariku belajar matematika sampai a-aku bisa." Sambung Hilda.

Rin melebarkan matanya, ia hanya tak menyangka jika kakaknya sampai sejauh itu. Setahunya, kakaknya itu tidak pernah dekat dengan seorang cewek.

"Ne Hilda, apa kau mau menjadi kekasih kakakku?"

HHEEEEE?

"Apa?"

"Rin, apa yang baru kau katakan?" Kata Indry.

"Pacar? Seriusan?" Tanya Karin.

"Hilda menjadi kekasih Senior Sean?" Tessa mulai membayangkan.

"A-apa ma-maksudmu, Ri-Rin?" Tanya Hilda.

"Kakakku itu tidak memiliki pacar, aku ingin dia memiliki pacara agar tak mengurusiku terus menerus. Aku juga kasihan karena dia jones lapuk."

Indry meminum teh kotaknya. "Kurasa mudah baginya untuk mencari kekasih mengingat gelar pangeran yang disandangnya."

Karin manggut-manggut setuju. "Kau tahu Rin, dulu kami semua nge-fans sama kakakmu itu dan tentunya berharap bisa menjadi kekasihnya. Dari kami berempat, hanya Hilda saja yang benar-benar bisa beruntung sampai sejauh itu."

"Maka dari itu, salah satu dari kalian boleh kok berpacaran dengan kakaku. Hilda, kau mau, kan?"

"Be-begini Rin... Wa-walau kami memang pernah berharap menjadi kekasih kakakmu, tapi jika kami dihadapkan dengan pertanyaan seperti ini rasanya sangat berbeda. Kami malah merasa jika... jika kami memiliki ja-jarak yang sangat jauh de-dengan kakakmu." jelas Hilda.

"?"

"Kakakmu itu terlalu sempurna untuk kami, sangat tidak imbang. Jaraknya jika diulur itu sejauh bumi dengan matahari. Ayolah, kami sadar siapa kami." Sambung Indry.

"Kakakku tidak akan mempermasalahkan sampai sejauh itu."

Karin memegang pundak Rin yang memang duduk di sampingnya. "Kami sadar, perasaan suka kami pada kakakmu itu sebatas kagum semata, jika dihadapkan soal cinta, okelah, anggaplah kami jatuh cinta dengan kakakmu, tapi pertanyaannya, apa kakakmu punya rasa yang sama pada kami? Pada salah satu dari kami?"

"Hmmm..."

"Aku tahu, nyatanya untuk seorang seperti Senior Seanpun mungkin berfikir untuk mendapatkan seorang putri sejati dan cinta sejati.." Simpul Tessa.

"Hoh, kakakku ditolak lagi. Baiklah, terserah kalian saja. Yang jelas, aku tidak masalah jika salah satu dari kalian nanti jadi kakak iparku."

Semua langsung tertawa.

"Rin, tadi pagi sepertinya kau berangkat dengan Kei dan Zayn? Apa kau mengenal baik mereka?" Tanya Indry.

"Oh mereka? Aku kenal Zayn karena dia teman baikku dan juga anak dari sahabat papaku. Kalau Kei, aku tidak mengenalnya."

Kei yang duduk bersama Zayn tak jauh dari tempat Rin dkk pun mendengar jawaban dari Rin.

Kei memincingkan mata onyxnya.

"Tidak mengenalku? Hei Jidat, apa kau amnesia? Tadi kita melakukan sesuatu saat kita hanya berdua di kelas!" Kata Kei.

Semua mata mendelik.

HEEEEE?

Melakukan sesuatu saat mereka hanya berdua di kelas?

Kata-kata ambigu Kei membuat seisi kelas melemparkan tanda tanya karena penasaran. Apakah sesuatu itu? Dilakukan berdua? Laki-laki dan perempuan? Itu..

"Bicara yang jelas, Ayam!"

"Jangan pura-pura lupa, Jidat! Tadi itu sangat manis, itu pertama kalinya bagiku mendengar kata-kata panas seperti itu! Itu pengalaman pertama kali bagiku." Kei menyeringai membuat beberapa siswa yang ada di kelas itu penuh tanda tanya.

Melakukan sesuatu apa sih?

Manis... susu? Gula?

Panas... kopi?

Ah, imjinasinya tidak jelas.

Zayn mendelik dengan roti yang masih di mulutnya.

Lalu..

Pengalaman pertama apa?

"Dasar gila!"

"Siapa yang kau sebut gila, hah?"

"Kau Ayam!"

"Tarik kata-katamu!"

"Tidak akan!"

"Jidat lebar kali panjang sama dengan luas lapangan!"

Kuping Rin terasa panas. "Jangan mengataiku seperti itu!"

"Siapa yang mulai? Kau, dasar Jidat bodoh!"

"Bodoh? Siapa yang kau sebut bodoh? Ayam tiren!"

Mereka berdua berdiri dan saling mendekat. Rin sedikit mendongakan kepalanya karena Kei yang jauh lebih tinggi darinya. Rin berkacak pinggang.

Indry dkk dan Zayn hanya menjadi penonton setia. Mereka belum begitu mengerti duduk permasalahannya mengingat hari ini adalah hari kedua berangkat sekolah.

Zayn malah baru berangkat hari ini. Sementara Indry dkk rasanya baru mengenal Rin beberapa menit yang lalu.

"Sejak pertama bertemu denganmu, AKU LANGSUNG MEMBENCIMU!" Kata Rin yang cukup keras membuat semua terdiam.

"CIH, munafik sekali kau ini. Bukankah kau JATUH CINTA DENGANKU? Aku masih ingat kemarin di belakang sekolah."

Harus dibungkam sebelum semuanya usai!

Rin mendelik, jika Kei buka mulut tentang ia yang membuat surat cinta maka ia harus memutar otaknya untuk mencari jawabannya. Ia yakin jika Indry dkk akan segera menanyainya.

"HAHAHHAAHA..." Rin tertawa keras. Ia menggerakkan tangannya di depan muka Kei. "MIMPI!"

Kei menyingkir tangan Rin yang meledek di depan wajahnya. Dengan gerakan cepat, Kei mencengkram tangan Rin dan meraih pinggang Rin agar lebih mendekat dengannya.

Memeluk paksa?

Kei mendekatkan wajahnya di kuping kanan Rin. Rin bisa merasakan hembusan hangat nafas Kei di sekitar lehernya.

"Kau terlalu berani bermain denganku. Satu, mengataiku dengan sebutan menjijikkan adalah dosa. Dua, dan kau tahu apa artinya? Aku tidak akan melepaskanmu! Meski kau merengek di atas penggorenganku, aku akan tetap menngorengmu sampai matang kecoklatan."

Rin tertawa pelan, ia lantas juga melakukan hal yang sama dengan Kei, mendekatkan bibirnya di telinga Kei meski ia harus berjinjit.

"Aku akan mengajari bagaimana orang sombong sepertimu turun tahta."

Teeeettttt Teeeeetttttt Teeeeettttttt... bel masuk berbunyi.

Kei melepaskan pelukannya. "Aku akan menunggunya, Ae-Rin." Ia juga meninggalkan sentilan pelan di jidat Rin. Ia melenggang pergi menuju tempat duduknya.

Rin yang kesal setengah mati hanya bisa menatap kesal Kei. Ia melampiaskannya dengan menginjak-injak kesal lantai kelas. Ia tak bisa membalasnya karena siswa lain sudah mulai memasuki ruang kelas.

Satu hal yang pasti jika ia tidak akan tinggal diam. Ia akan terus melakukan 'balas dendam' sakit hatinya pada Kei.

Rin akan menerima tantangan dari si sombong Kei. Dia bersumpah akan membuat Kei bertekuk lutut di depannya dan bersimpuh meminta maaf padanya.

Tidak tahu kenapa Rin bisa sampai sekesal ini pada Kei. Bahkan timbul rasa benci yang mendalam di hatinya. Entah kenapa juga, ia justru senang karena masa mudanya akan kembali menarik. Rasanya seperti menemukan lawan yang sepadan! Ya, walau perlu kerja keras untuk menaklukannya.

Hari itu, tepat di beberapa menit sebelum bel masuk.

RIN mendeklarasikan dirinya akan memerangi KEI.

Disaksikan oleh Zayn, Indry, Hilda, Karin, dan Tessa. Mungkin juga besok seisi sekolah juga akan tahu genderang perang yang Rin bunyikan.

Apakah Rin yang akan menang?

Atau justru Kei yang akan mecundanginya?