Kediaman Keluarga Tann.
Pukul 19 malam lebih 20 menit 2 detik.
"Bete terus, padahal tadi terlihat sangat bersemangat?" Tanya Sean ketika melihat adiknya tidak bersemangat usai makan malam bersama keluarga Tann.
"..."
"Lah diem saja..."
"..."
"Perlu kakak panggilin Kei buat menghiburmu?" Sean menunjukkan muka tengil jailnya.
"Hah?" Apaan coba kakaknya yang tamvan itu?
"Dengar nama Kei langsung semangat. Hmm.."
"YANG BENAR SAJA! NAJIS!!" Rin langsung menolaknya.
"Hei, perbaiki kata-katamu itu! Kalau Mama dengar kau bicara kasar kek gitu, Mama bisa sedih." Sean menasihati.
"Iya maaf, Kak.. Maafin aku.. aku hanya emosi aja kalo mendengar nama itu ayam tiren."
"BENCI apa CINTA?"
"KAKAK!!" Kakaknya itu memang jail dan suka menggodanya. "Sudah deh kak.. jangan bahas dia! Moodku memburuk! Huuftt."
Sean tertawa badai. "Kau tahu? Kakak jadi menemukan banyak ekspresi ketika melihatmu uring-uringan karena Kei. Kawaiii.."
"Apanya yang kawaii sih? Mendingan si senior tamvan itu.. duuhh.. Senior Zack." Rin menunjukkan mata lope-lopenya.
"Hah? Jangan tertipu senyum palsunya! Kakak tidak akan memberi restu!"
"Yaelah, Kak..."
"INGAT! Jangan pernah berfikir untuk menjalin hubungan dengannya!" Sean menekankan penuturannya.
"..." Rin nampak menyepelekan ucapan sang kakak.
"INGAT ITU, RIN!"
"Kenapa sih emangnya?" Tanya Rin.
"Tidak boleh saja."
"Kaaak...." Rin ingin mendengar alasan rasional kenapa sang kakak menolak Senior Zack sebagai cowok idaman untuk jadi kekasihnya.
"Apa sih, Rin?"
"Marah ya?"
"..."
Kakaknya itu siscon, Rin tahu itu. Dia sering mendapatkan larangan untuk menjalin hubungan dengan laki-laki lain. Dia ingin keluar main saja perlu mengelabuhi kakaknya dulu apa lagi keluar dengan seorang laki-laki.
Kakaknya itu benar-benar lucu jika sedang ngambek.
"Kenapa sih dengan Senior Zack? Bukankah dia cowok yang baik? Senyuman dia palsu? Ayolah kak.. dia kan sahabat kakak. Kalau dia dengar kata-kata kakak, kasihan loh."
"..."
Rin memincingkan matanya menatap kakaknya yang ngambeg. "Sepertinya dia itu sangat menyayangi kakak." Rin ingin balik menggoda kakaknya.
Zack menyayangi Sean?
Seketika itu Sean langsung merinding dibuatnya.
"Hiiii... Bikin merinding aja kata-katamu. KAKAK NORMAL!" Sean rasa adiknya mulai tidak waras.
"Maaf.. maaf.. Hanya bercanda.
Hehe.."
"Kau ini..."
"Aku tahu kok. Senior cantik itu memiliki hubungan spesial dengan Senior Zack. Jangan Khawatir!"
"Rin, dengarkan kakak! Bukan maksud kakak melarangmu menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Hanya saja... "
"Hanya saja?"
"Hanya saja.. kau kan masih baru di sini. Jadi, lebih baik kau nikmati lingkungan barumu dulu. Jangan terlalu berambisi akan kehidupan asmaramu!"
"Aku tidak ingin mendengarnya dari seorang JONES!"
"RIN!!"
"Hahahaha.."
"Kakak serius."
"Iya.. sekali lagi maaf. Hehe... Sudah lama gak bercanda dengan kakak. Aku kan jadi rindu saat-saat itu."
"Tapi kau paham, kan?"
"Iya paham, ya ampun kak.. jangan khawatir berlebihan deh! Aku baik-baik saja!" Rin meyakinkan kakaknya jika ia akan baik-baik saja ke depannya.
"Kita semua sudah berkumpul. Setelah sekian tahun akhirnya kita bisa menjadi satu keluarga yang utuh."
"..."
"Aku.. kau.. papa.. mama.. kakek.. kita semua sekarang sudah serumah.. Jadi, berjanjilah kau akan bahagia!"
"..." Rin hanya diam saja.
Tiba-tiba sang ayah dan ibu ikut nimbrung pembicaraan.
"Si sulung nyuruh-nyuruh bahagia adiknya, tapi dia sendiri sering kesepian di malam minggu." Sang ayah, Kareem Tann yang memang juga suka menggoda. Buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya ya?
"Hahahaha." Rin ngakak gak ketulungan.
"Pa..papa?" Sean langsung merah kecut. Ayahnya luar biasa unggul tentang urusan goda menggoda.
"Tuh dengerin kata Papa, Kak! Bener banget. Mak jlebbb banget deehh."
"Sean... Ibu akan wellcome kok meski pacarmu tidak cantik. Jadi, kapan kau akan membawa pacarmu ke rumah? Ibu akan memasak makanan yang enak." Ibu Rina akan bersemangat jika membahas hal seperti ini. Sean anak sulungnya itu kaku soal hubungan romantis.
"Papa ingin kare ayam." Kata Pak Kareem.
"Aku bakso saja deh, Ma." Lanjut Rin.
"Boleh-boleh."
"Bisakah kalian tidak membullyku secara berkeroyokan? Haah... Kalian curang! Keluarga ini isinya orang-orang aneh." Keluh Sean.
"Papa mah merestui saja kisah asmaramu, Sean.. yang penting anaknya baik. Seperti mamamu." Pak Kareem memamerkan senyum manisnya pada Ibu Rina.
Ibu Rina membalas senyuman itu.
Ibu Rina langsung memerah mukanya dan memberikan pelukkan hangat pada suaminya itu.
"I love you, Pa."
"I love you too, Ma."
Dan mereka saling kecup kening secara bergantian.
Sean dan Rin hanya cengo.
Sudah sangat paham dengan kelakuan kedua orang tuanya yang sangat saling cinta.
"Pa.. ingat umur!" Kata Sean.
"Ma.. ingat umur!" Setuju Rin.
"Jika kalian iri, cepat sana menikah!!" Kata Pak Kareem.
"Iya, buru nikah kalian dan segera berikan kami cucu!" Lanjut Ibu Rina.
"..."
"..."
Orang tua yang aneh pikir sang anak.
"Yakin? Kalian nyuruh kami menikah? Tidak masalah?" Tanya Sean.
"Kakak, mereka hanya bercanda! Mana mungkin kita diizinkan menikah. kita ini masih sangat muda. Apa enaknya menikah muda coba?" Kata Rin.
"Hmm, apa enaknya? Banyak enaknya, iya kan, Ma?" Kata Pak Kareem.
"Iya banyak, lebih menggebu-gebu." Kata Ibu Rina.
"Baru kali ini lihat ortu kek gini amat. Menikah muda itu tidak gampang. Yaelah. Paling gak 30 tahun lah." Kata Sean yang tak setuju cara pandang kedua orang tuanya.
"Sean... awas saja kalau kau nikah di usia segitu!! Kau itu anak pertama. Cepet berikan kami cucu!!" Kata Ibu Rina. Harapannya sih Sean menikah usai lulus SMA apa pol-pol lulus kuliah.
"Hoe.. Ma.."
"Hahahah... Kakak malu."
"Diam kau, Rin!"
Hahahaha.
Kehangatan seperti ini tidak sering terjadi di keluarga Tann.
Tuntutan bisnis yang memaksa untuk memangkas kebersamaan yg seharusnya dilakukan oleh keluarga.
Mulai saat ini, masing-masing anggota keluarga Tann berjanji untuk membayar semua waktu yang hilang.
"Mama kalian hanya bercanda.. tentu saja menikah jika kalian sudah siap lahir dan batin. Papa tidak akan memaksa kalian soal pernikahan. Tapi jika kalian sudah menemukan cinta sejati, maka segeralah menikah meski kalian masih muda."
"Menikah muda bisa cepet cerai." Sahut Sean.
"Ini bocah psimis sekali soal cinta.. pantas saja kamu jadi jones. Mama jadi khawatir." Kata Ibu Rina.
Rin tertawa untuk yang ke sekian kalinya.
"Itu sudah banyak buktinya." Sean tahu itu dari berita yang sering ia baca online.
"Kalau bercerai maka itu bukan cinta sejati.. tapi nafsu saja. Buktinya papa dan mama bisa sampai saat ini, sampai ada kalian pula."
"Papa dan mama menikah waktu kuliah loh.. Alhamdulillah awet."
Memang benar adanya mengenai rumah tangga antara Kareem Tann dan Rina Tann. Mereka luar biasa.
"Selain karena cinta, kenapa papa dan mama menikah muda?" Tanya Rin yang penasaran dengan keputusan orang tuanya itu.
"Hmm.."
"?"
"?"
"BIAR GAK DOSA!!"
Gubrak.. Jawaban sang ayah luar biasa sampai-sampai membuat Sean dan Rin jatuh dari sofa.
"Pacaran itu banyak godaan, jadi mending nikah sekalian, kan Ma?"
"Iya.. uhhh.. waktu itu papa kalian melamar dengan manisnya."
Dan mereka menceritakan lika liku lovey dovey kisah cinta mereka kepada anak-anaknya.
"Papa dan mama bisa bahagia. kalian juga bisa!"
"Tidak pantas jika hanya kami saja yg bahagia. Kalian harus!"
"..."
"..."
"Kalian mengerti kan? Kita semua sudah bersama. Bisakah kalian berjanji untuk bahagia?" Tanya Ibu Rina. Ini adalah keinginan tulus hatinya.
Sean memandang teduh ibunya.. Mata itu sangat cantik. Mata yg berharap besar akan kebahagiaan anak-anaknya.
"Aku pasti bisa bahagia, Ma. Aku akan baik-baik saja. Aku juga akan menemukan pacar, tapi tidak sekarang! Aku sedang fokus belajar. Aku memiliki mimpi besar." Jawab Sean. Ia tak ingin sang ibu khawatir setelah banyak hal terjadi ketika keluarga ini berpisah cukup lama. "Saat ini... Yang lebih penting itu kebahagiaan Rin." Lanjut Sean.
Ibu Rina mendekati Rin. la lalu duduk di samping Rin. Memegang pundak putrinya yg terlihat begitu rapuh.
"Rin?"
"Ya?"
"Demi Mama.. Papa.. Aku.. Kakek.. keluarga kita... bisakah kau bahagia?"
"Emm."
"Jawab yang benar, Rin!"
Sean menghela nafas.
"Kau paham kan apa yg terjadi di New York?"
"..."
"Ini bukan permintaan Rin, tapi perintah! Demi kebaikanmu. Demi kelangsungan hidupmu di masa depan. Aerin Tann, bisakah kau bahagia?"
Rin menatap Ayahnya. lalu menatap ibunya.
Ayah dan ibunya terlihat sangat mengharapkan kebahagiaan dalam hidupnya..
Keluarga ini berharap banyak akan kebahagiaannya. Mereka berjuang keras demi membuatnya bahagia.
Anak yang baik harus mendukung keluarganya!
Toh ini demi kebaikannya.
"Iya.. Aku bisa!" Jawab Rin.