Semuanya berubah semenjak Bella terang-terangan menolak semua perhatian yang Vincent ajukan. Bahkan saat lelaki itu meminta ijin untuk memeluknya. Dirinya seakan kembali menjadi orang asing di kantor ini, tak ada lagi sapaan yang menjengkelkan dari bos besar di perusahaan ini.
Tetapi bukankah ini yang Bella harapkan selama bekerja di kantor ini? Bekerja dengan normal dan mendapat perlakukan sama layaknya karyawan-karyawan yang lainnya. Vincent masuk ke ruang kerjanya melewati meja sekretaris tanpa ucapan-ucapan menjengkelkan jika Chelsea sedang tidak di mejanya. Sekarang keinginan itu benar-benar terjadi.
"Chelsea, sedang apa, Kau?" Bella melihat teman kerjanya sibuk berselancar mencari film di layar monitornya.
"Aku ingin menonton film setelah ini, Pak Vincent harus pulang karena ada acara keluarga, jadi aku bisa sedikit refreshing," jawabnya lirih-lirih.
Vincent ada acara keluarga? Bella terpancing untuk mencari tahu, rasa penasarannya pada lelaki itu meskipun Ia sudah berjanji untuk menghindarinya, tidak bisa Ia tepati. Diam-diam Ia membuka jadwal Vincent dan mencari tahu tentang hal ini, tetapi tidak ada petunjuk apapun di sana. Vincent tidak memasukkannya ke dalam agenda di kalendernya.
"Pak Vincent sering ada acara keluarga, Chelsea?" Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya pada Chelsea.
"Tidak, setidaknya yang menyebabkan Ia harus keluar kantor di siang hari, dalam setahun bisa dihitung dengan jari," ucap Chelsea.
"Termasuk acara yang bersamamu beberapa hari yang lalu," lanjut Chelsea. "Ada apa, Bella?"
"Mmm. Tidak, tidak ada apa-apa, aku hanya penasaran apakah orang sesibuk Pak Vincent masih rajin mengikuti acara keluarga," ujar Bella.
"Pak Vincent tidak akan berangkat kecuali ada unsur bisnis," ucap Chelsea.
Mendengar ucapan Chelsea yang terakhir, Bella merasa sedikit tenang. Vincent hanya sedang melebarkan sayap bisnisnya. Diakui atau tidak, Bella merasa cemburu jika kenyataannya Vincent sedang mengurus pertunangannya dengan model ternama. Bukankah perjodohannya adalah perjodohan bisnis?
Bella menghela napas mengingatkan diri bahwa semua urusan Vincent bukanlah urusannya. Vincent memiliki dunianya sendiri begitupun dirinya. biarkan Ia mengikuti garis takdirnya sebagai anak kebanggaan orangtuanya. Bagaimanapun Ia mengetahui jeritan hati Vincent yang membuatnya seperti orang gila, Ia tidak bisa mengubah nasib lelaki itu.
Vincent meninggalkan ruang kerjanya lebih awal dan berhenti di depan meja sekretaris, Chelsea dan Bella berdiri seperti biasa untuk menghormati CEO-nya.
"Chelsea, aku harap Kau bisa meng-handle urusan di sini. Hubungi aku jika ada sesuatu yang penting dan tidak tidak bisa ditunda," ujar Vincent.
"Baik, Pak," sahut Chelsea.
Langkah Vincent menjauh dan menghilang di balik pintu lift. Suasana hampa semakin membuat kantor ini terasa bagai gedung kosong. Bella sesekali menoleh memastikan Chelsea masih ada di sebelahnya. Menangani proposal-proposal yang tiap hari sudah menjadi makanannya, hari ini terasa seperti menangani surat teror.
Bella menghembuskan napas untuk yang kesekian kalinya Ia harus ingat bahwa meskipun hati kecilnya kasihan kepada Vincent, tetapi lelaki itu juga pembunuh berdarah dingin. Orang-orang kantor tidak ada yang tahu kecuali dirinya. Vincent tega menghabisi nyawa orang, itu berarti Ia juga bisa mengatasi masalah dan beban hidupnya.
"Kapan Kau menonton film, Chelsea? Aku ingin menontonnya juga," ucap Bella memecah keheningan.
"Aku sudah mendownload-nya, tetapi sebaiknya aku menonton di rumah saja. Kau tidak tahu bahwa di sini ada kamera CCTV di mana-mana?" jawab Chelsea.
Bella terkesiap mendengar penuturan Chelsea, ingin rasanya Ia menutup laptopnya yang sedang menampilkan artikel-artikel tentang perempuan yang menjadi calon tunangan Vincent. Tetapi Bella tidak peduli, toh Vincent juga yang memberitahunya sendiri bahwa itu adalah calon tunangannya.
"Kau fans Primadona, Bell?" tanya Chelsea.
"Oh, bukan. Kebetulan saja aku sedang membaca gosip," dalih Bella. Ia menelan ludah karena hampir tersedak ketika Chelsea menanyakan itu.
"Tapi itu artikel sudah dua tahun yang lalu, Bella," ucap Chelsea menggelengkan kepala, menertawakan teman satu mejanya yang baru beberapa bulan bersamanya.
"Oh, iya juga," Bella mati kutu. Ia mengutuk kebodohan dirinya karena hari ini benar-benar tidak bisa fokus sama sekali.
Tidur dengan berderai air mata sudah menjadi rutinitas Bella semenjak Aron meninggalkan dirinya tanpa kabar sama sekali dan juga setelah mengetahui sisi iblis Vincent. Ia menyesal telah memberikan lebih dari separuh hatinya untuk lelaki dominant itu. Padahal Ia tahu bahwa Aron hanyalah teman sesaat di dunia fantasinya saja.
Ini salah Bella karena terlalu membawa perasaan terhadap orang yang jelas-jelas sudah memberitahunya bahwa Ia hanya lelaki yang datang untuk menuruti hasrat Bella akan BDSM. Tetapi Bella terlalu bebal, otaknya tak bisa diandalkan ketika hasratnya sudah meledak-ledak. Sekarang lelaki itu pergi dan Ia menyesal.
Ada sebuah akun yang follow dirinya tadi pagi dan Ia baru ingat akan melihatnya. Tommy M, akun dengan followers sangat banyak. Bella beranjak duduk, ini agak aneh. Tidak ada foto pribadi yang diposting di feed-nya. Tetapi Bella menemukan satu postingan yang menampilkan foto Vincent. Ia yakin itu adalah teman Vincent. Satu pesan masuk bertengger di daftar permintaan pesan.
"Hi Bella, salam kenal. Aku Tommy, teman Vincent sejak kecil," isi pesan itu.
Bella mengerutkan dahi, bos brengseknya pasti sudah menyebarkan apapun tentang dirinya kepada teman-temannya.
"Iya? Ada keperluan apa?" balas Bella dengan was-was.
Vincent orang jahat, siapapun yang menjadi temannya kemungkinan orang jahat juga. Ia harus berhati-hati. Siapa tahu si Tommy ini adalah sindikat kejahatan yang lebih parah dari Vincent, terbukti dari lancangnya Ia memfollow dan mengirimkan pesan kepada sekretaris temannya.
"Maaf aku hanya ingin meluruskan semuaya tentang Vincent," balasnya.
Oh, rupanya lelaki brengsek itu menggunakan temannya untuk meminta maaf kepada dirinya, mengapa tidak meminta maaf sendiri saja? Dasar pengecut!
Bella menyeringai mengetahui otak busuk Vincent, tetapi bagaimanapun temannya ini kelihatannya adalah orang baik dilihat dari caranya Ia bersahabat dengan Vincent. Ia memikirkan balasan yang tepat untuk orang itu.
"Jadi Anda sudah tahu tentang saya?" pesan Bella.
"Iya, Anda adalah sekretaris Vincent dan anak itu menyukai Anda. Aku tahu semuanya, anak itu sering mabuk dengan menyebut-nyebut nama Anda," balas Tommy.
Bella memutuskan untuk meladeni orang itu, meskipun sebenarnya Ia masih merasakan ganjalan karena orang itu hanyalah utusan Vincent.
"Ngomong-ngomong, kenapa Anda marah besar sama anak itu? Vincent hanya anak kurang gaul dan terjebak dalam penjara dirinya sendiri."
"Vincent telah membunuh orang, bukankah itu salah? Aku hanya menghindari seseorang yang membuat pikiranku terganggu."
Bella kembali menangkupkan bantal ke wajahnya, Ia benar-benar terganggu oleh fakta bahwa Vincent adalah manusia psikopat yang melindungi nama baiknya dengan membunuh orang.
"Membunuh orang adalah salah satu dari seluruh sisi gelap Vincent. Masih banyak yang belum Anda ketahui, Bella."
Balasan Tommy membuat Bella semakin tercengang, dugaannya tidak salah, Vincent lelaki berbahaya.
"Mungkin Anda benar, tetapi mohon maaf saya tidak tertarik untuk mengetahuinya. Vincent hanya atasan saya di tempat kerja, tidak lebih," balas Bella. Ia tidak mau berlarut-larut dengan kebusukan yang telah diperbuat bosnya. Bernafsu kepada dirinya yang tidak tersampaikan dan berujung maut bagi rekan kerjnya di kantor. Ini kejam. Andai Ia mau melakukan apa yang Vincent inginkan waktu itu, mungkin akhirnya tidak seperti ini. Tetapi hal itu pulalah yang menyebabkan Ia mengetahui sisi kelam Vincent yang sebenarnya.
***