Jamuan makan siang tertata rapi di meja, enam kursi kayu melingkar di sebuah meja persegi yang cukup besar. Vincent telah datang lima menit yang lalu setelah Ibu Vincent menyambut hangat tamu-tamu yang datang. Lelaki itu duduk tegak sembari mengenakan serbetnya. Ia tidak banyak bicara, semaksimal mungkin menunjukkan bahwa Ia bersikap netral terhadap acara ini. Tidak menolak sekaligus tidak terlalu senang.
"Donna beberapa hari ini stalking akunnya Vincent terus," ucap perempuan berusia lima puluhan tahun lebih.
Ayah Vincent tertawa ringan menghormati ucapan sepupu jauhnya. "Itu wajar. Lebih baik begitu kan, dari pada tidak," tanggapnya.
Ayah tiri perempuan yang dibicarakan turut menimpali, "Kalau Vincent pasti lebih keras stalking-nya." Semuanya tertawa.
Dentingan sendok dan piring porcelain sesekali terdengar di sela-sela acara. Ayah Vincent bersikeras mengambil Primadona sebagai menantu karena model molek itu adalah pewaris utama perusahaan lelaki di seberangnya. Primadona meskipun terhitung pandai, namun Ia tidak membidangi perekonomian dan bisnis. Orangtuanya terlalu memanjakan untuk menuruti kemauan Primadona meniti karir sebagai model.
Mukti tahu betul dunia modelling tidak selamanya menguntungkan, Ia beruntung anaknya yang rupawan dan cerdas bisa disetir hingga menjadi pemimpin perusahaan sukses seperti sekarang. Vincent memang anak tunggal yang patut dibanggakan. Vincent bayi pernah dipinang oleh agensi model dari televisi swasta. Waktu itu Mukti masih membolehkannya dengan syarat Vincent akan keluar di usia empat tahun untuk konsentrasi sekolah.
Musik, matematika, ekonomi dasar, hingga public speaking sudah disuguhkan kepada balita itu. Istri Mukti bekerja keras untuk menjadikan balitanya mahir di segala bidang. Beruntungnya, Vincent sudah mengenal dunia kerja sejak bayi. Bekal Ia menjadi model sangat meringankan ibunya dalam memberi pelajaran.
"Kau sudah tahu banyak, kan, Dona itu model terkenal. Sudah cantik, anggun, pokoknya tidak kalah dengan … apa itu namanya, putri Indonesia …"
"Miss Asia," sahut Ibu Vincent.
"Ah, iya. Pokoknya itu."
"Maaf Tante, saya terlalu sibuk di kantor. Tapi saya tahu, kok. Primadona model terkenal di televisi," ucap Vincent.
"Ah, tidak apa-apa. Namanya juga bisnisman. Tante senang kamu sudah jadi orang sukses. Ternyata kamu memang pekerja keras."
"Vincent sejak kecil memang sudah mandiri dan rajin," tanggap Ibu Vincent membanggakan.
Membanggakan anak sendiri sudah menjadi gaya para keluarga besar Muktiningjaya. Semua berlomba untuk menjadi yang terbaik. Mengunggulkan anak sendiri di depan khalayak menjadi tujuan utama dari kerja keras mendidik anak-anak. Anak adalah aset bagi Muktiningjaya.
Perbincangan tentang acara pertunangan berlanjut setelah acara makan siang usai. Beberapa hari yang akan datang, mereka akan menggunakan hotel perusahaan untuk menggelar acara sakral itu.
"Tempat dan prasmanan harus menjadi prioritas. Itu akan disorot oleh media," ucap Mukti.
"Tentu saja. Kami juga akan mengusahakan pakaian terbaik untuk Primadona, Ia harus jadi nomor satu di acaranya sendiri," ucap calon mertua Vincent.
"Oh, harus itu. Karena semua kolega Vincent dan Bapaknya akan datang. Calon nyonya CEO muda harus tampil paling cantik," Ibu Vincent bersemangat.
Primadona hanya tersipu menahan senyumnya di hadapan Vincent. Sedang laki-laki itu hanya duduk di tempatnya dengan kaku. Ia tak sabar agar acara ini lekas selesai. Waktunya habis dengan topeng manis di wajahnya. Andaikan, yang duduk di seberangnya adalah Arabella, mungkin Ia tidak akan sekalipun menghindari kontak mata dengannya.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu Vincent tiba setelah satu jam kemudian. Acara pembahasan persiapan pertunangan sudah beres. Ia tidak perlu banyak bicara karena Ibu dan Ayahnya memegang kendali penuh. Orangtua Primadona yang sangat bersemangat juga telah sanggup untuk menyiapkan banyak hal. Vincent tidak perlu berbuat banyak.
Tidak perlu berbuat banyak dan diam saja? Mana mungkin. Pikirannya sangat tertekan karena sebentar lagi anak manja itu akan menjadi istrinya. Ia akan menjadi budak korporat dari dua perusahaan sekaligus. Sekilas, Vincent membayangkan bahwa menikah dengan perempuan miskin dan hidup sederhana tapi bahagia seperti di negeri-negeri dongeng adalah pilihan terbaik.
Ah, mungkin Ia perlu ke psikolog setelah ini. Halusinasi dan jiwa pura-puranya sudah lelah bekerja keras di dalam raganya.
Malam ini Ia memilih untuk berdiam di kamarnya setelah menenggak obat tidur dua kali lipat dari dosis yang seharusnya. Ia mengabaikan pesan Tommy yang mengirimkan tangkapan layar hasil percakapan dengan Bella. Anak setan itu benar-benar berani mendekati sekretaris kesayangannya. Ia perlu diberi pelajaran. Vincent melemparkan handphone dan merebahkan badannya.
Bella adalah perempuan pertama yang bisa membuatnya tertawa lepas. Gadis itu datang kepadanya tanpa disangka-sangka pada perekrutan karyawan beberapa bulan yang lalu, mungkin hampir setengah tahun yang lalu. Ia tidak hapal bahwa gadis itu yang diciumnya di lampu merah korban kebobrokan teman-temannya. Tetapi Vincent akhirnya mengenalinya suara dan cara gadis itu berbicara, lebih tepatnya mengumpat.
Bibir ranumnya kembali Ia rasakan karena gadis itu dengan polos menerima permainannya. Waktu itu Vincent benar-benar lupa bahwa dirinya adalah pemimpin di menara gadingnya di mana semua orang berlomba-lomba menjadi yang terbaik di depannya. Membungkukkan badan untuk mengakui betapa terhormatnya Ia, bekerja keras demi memenuhi target dan deadline.
Tetapi gadis itu tidak. Dengan lancang Ia memaksanya untuk menerimanya sebagai karyawan atas dasar ganti rugi pelecehan seksual yang Vincent lakukan. Benar-benar gadis pemberani, atau nekat? Tetapi Vincent beruntung karena hari-harinya lebih hidup setelah menerimanya.
Andai orangtuanya membiarkan dirinya untuk memilih, maka Ia akan memilih gadis itu sebagai pendamping hidupnya. Ia akan melakukan apapun demi mendapatkan hati gadis itu.
Mungkin teman-temannya benar, Ia sebaiknya sesekali menerobos garis hidup orangtuanya demi kebaikan sisa hidupnya. Tetapi bagaimana caranya, Ia akan dikeluarkan dari keluarga besar dan jatuh miskin. Lalu apakah Bella akan menerimanya jika Ia sudah jadi gelandangan?
Tidak, Bella malah sudah menolaknya sejak dirinya menampakkan sisi gelapnya. Manusia berdarah dingin. Itu artinya Vincent sudah tidak memiliki harapan lagi meskipun Ia membatalkan tunangan itu dan meninggalkan kedua orangtuanya. Bella terlalu suci di sisinya.
Vincent mencengkeram selimut menelan kecewa dengan kenyataan yang ada. Sejak lahir Ia sudah menjadi boneka ibunya, menjadi robot ayahnya, dan sekarang menjadi mesin pencari uang di menara gading Sidomuktiningjaya Group.
Kesadarannya kembali saat dering handphone membuat jantungnya terlonjak. Tommy menelpon.
"Vin, Kau tahu? Aku berhasil mengajak gadismu makan malam!" teriak Tommy.
"Sialan Kau Tom," desis Vincent.
"Kau mau titip salam?" Tommy semakin senang meledeknya.
"Aku peringatkan lagi, kalau Kau sampai berani menyentuhnya maka kepalamu akan bertengger di kamar bersama kepala-kepala hewan buruanku yang lain," ucap Vincent kemudian menutup telepon.
Jika Tommy berhasil mengajaknya makan malam secara baik-baik mengapa Ia tidak? Karena gadis itu tidak menyukainya, bahkan jijik dan takut. Tetapi apakah berarti Ia menyukai Tommy? Tidak! Tidak mungkin. Mereka bahkan tidak saling mengenal.
***