Malam ini Bella kembali menghabiskan waktunya bersama Aron. Lelaki itu ingin bertemu sekali lagi sebelum scene, memastikan gadisnya baik-baik saja adalah tujuan utamanya setelah Aron tahu bahwa Bella bisa terserang mood swing kapan saja.
Dengan senang hati Bella mengiyakan ajakan makan malam Aron, Ia beruntung karena tidak ada waktu luang baginya yang bisa menjadi celah untuk memikirkan pertunangan Vincent. Lagi pula untuk apa? Pertunangan Vincent dengan perempuan bernama Primadona bukan urusannya sama sekali.
Percakapan-percakapan random bersama Aron tidak terasa menghabiskan waktunya di antara makan malam, hingga akhirnya Bella teringat akan sesuatu yang sangat penting.
"Kak kalau boleh tahu besok skenarionya seperti apa, Kak?"
Aron tersenyum mendengar pertanyaan Bella. Ia mengerti Bella sudah tidak sabar untuk mengeksplorasi dirinya di dunia itu. Gadis yang memiliki keinginan untuk menyicipi bagaimana rasanya berada dalam kungkungan dominasi orang lain, tampak memohon dengan jelas di depan Aron.
"Aku belum pernah menggunakan skenario, Bella. Tapi kalau itu kehendakmu, mari kita buat bersama," tanggap Aron.
"Aku sudah tahu semua wishlist yang ingin kau coba. Sekarang Kau ingin aku menentukan yang mana dulu yang akan kuberikan padamu, atau Kau punya permintaan lain?" ucap Aron.
Pembicaraan yang semula random membahas hobi dan pengalaman sehari-hari, beralih menjadi serius. Aron tidak akan lalai apapun yang Bella telusuri di dunia BDSM. Ia akan tetap mengawalnya dan Ia merasa peduli tentang apa yang Bella pikirkan.
Aron menunggu Bella membuka mulut, tetapi seperti yang Ia hapal, gadis itu mati kutu dan bungkam ketika dirinya sudah mulai menekannya. Padahal barusan Bella memulai percakapan yang sangat penting. Aron mengangkat satu alisnya dan menatap Bella ketika gadis itu sedikit mengintip dari balik wajahnya yang menunduk di bawahnya.
"Mmm, aku tidak tahu," ucapnya.
"Oke, kalau begitu biar aku mengusulkan padamu, nanti Kau bisa menginterupsinya kalau tidak suka. Bagaimana?"
"Boleh," tanggap Bella lega.
"Ekhm, sepertinya Kau tipe yang tidak bisa menerima tekanan. Jadi kemungkinan aku akan prefer to guide you softly. Tetapi aku akan tetap kasar pada saatnya. Kau akan mengikuti semua mauku dan jika tidak, aku akan bertindak kasar untuk menghukummu," ucap Aron tanpa menanggalkan pandangannya dari wajah Bella.
"Aku suka suasana temaram dan dingin, jadi kemungkinan aku kan mematikan lampu dan menghidupkan AC dengan suhu serendah mungkin. Itu sudah pasti, Kau tidak bisa menolaknya kecuali Kau alergi dingin dan phobia kegelapan," lanjut Aron.
Bella mengangguk kecil tanpa sadar.
"Having sex tidak masuk limit, jadi aku akan tetap melakukannya padamu. Kecuali Kau mengucapkan safeword-mu."
"Satu hal yang jangan sampai Kau lupakan, safeword," ucap Aron. "Aku peringatkan dari sekarang, Bella."
"Baik, Kak. Terima kasih," ucap Bella pelan.
Bahkan sebelum scene pun, Aron sudah menunjukkan taringnya.
"Bella, boleh aku minta kamu melakukan sesuatu?"
"Iya, Kak?"
"Panggil aku dengan sebutan kehormatanku mulai dari sekarang," ucap Aron setengah berbisik. Nada suaranya dalam menandakan Ia serius meminta hal itu.
"Baik … Sir," ujar Bella.
"Kau ragu-ragu?" ucap Aron.
Pertanyaan itu seolah menjadi tuduhan telak kepada Bella. Menggunakan sebutan kehormatan untuk memanggil Aron sangat merubah power-nya. Seolah ada yang terserap dari dirinya menuju keluar raga. Bella tidak mengerti itu apa, tapi Ia merasakan itu semua.
"Maaf, Sir," lirih Bella.
"Sekarang, pergi ke kamar mandi, lepas bra-mu, dan ganti dengan ini," ucap Aron sembari mengeluarkan dua benda dari pouch-nya.
Bella terkejut melihat sepasang nipple clamps dan vibrator pipih di depannya. Ia melirik kanan kiri dan memastikan orang-orang tidak melihatnya.
"Bisa cara pakainya, kan?" ucap Aron dengan suara tanpa dipelankan. Bella hanya mengangguk.
"Ini tidak perlu dimasukkan, cara pakainya seperti Kau memakai pembalut kecil," ucap Aron.
Bella merasakan perutnya mulas membayangkan dirinya memakai benda itu. Aron pasti sedang menghukumnya karena Ia ragu-ragu.
"Lakukan sekarang, Bella. Atau aku akan melepas paksa bra-mu di sini," desis Aron.
"Baik, Sir," ujar Bella sembari berdiri dan meraih benda keramat itu dari atas meja. Ia menggenggam erat agar tidak sampai terlihat oleh orang. Tetapi sialnya, Aron menyalakan remote control dan membuat tangannya terkejut. Hampir saja Bella membuka tangannya dan menjatuhkan benda itu.
Perjalanan ke kamar mandi terasa jauh lebih lama, Bella bernapas lega ketika Ia mengunci dirinya di dalam toilet. Sekarang waktunya Ia melakukan apa yang diperintahkan Aron.
Dengan hati-hati Ia melepas kemeja yang dipakainya sebagian, lalu menanggalkan bra-nya seperti yang dikatakan Aron. Bella mengutuk diri karena menggunakan kemeja warna cerah. Benda keramat itu terasa menggigit di organ sensitifnya, tetapi gadi itu memutuskan untuk tetap memakainya dengan ketat. Lebih baik menahan sakit dari pada menanggung malu jika nipple clamps yang Ia pakai jatuh di tengah-tengah keramaian.
Ini pertama kalinya Bella menerima perintah secara langung dari Aron untuk melakukan sesuatu. Desiran di ulu hatinya tak kunjung reda ketika benda bergetar itu kini berada di pangkal pahanya. Sekarang Ia merasa bahwa Aron mulai menguasainya.
Sekembalinya dari kamar mandi, Bella duduk dengan canggung di hadapan Aron, lelaki itu menatapnya seperti akan melahapnya mentah-mentah. Bella meremas pakaian dalam yang sudah ditanggalkannya yang Ia pegang di balik kemejanya.
"Berikan padaku," ucap Aron sembari mengangguk ke arah gadis itu.
Bella melakukannya, melalui tangan yang terulur di bawah meja, Ia menyerahkan pakaian itu keada Aron.
"Bagaimana rasanya?" tanya lelaki itu seengah menggoda.
"Malu," ucap Bella lirih. Aron terkekeh senang.
"Bagaimana jika seperti ini?"
Benda pipih keramat yang bersemayam di selangkangan Bella bergetar hebat. Gadis itu terlonjak dan hampir saja berteriak, Ia mencengkeram pinggiran meja kuat-kuat.
"Ampun, Sir," lirih Bella.
"Duduklah dengan benar seperti biasa," desis Aron.
"Baru seperti ini Kau sudah menggelinjang tidak jelas? Besok aku akan melakukannya lebih jauh dari ini, Bella," ucap Aron.
"Ampun, Sir," hanya itu yang bisa Bella ucapkan.
"Mulai dari sekarang biasakan melakukan semua yang kuperintahkan tanpa ragu-ragu, apalagi dengan protes," ucap Aron.
"Aku sangat menyukai kepatuhanmu, oleh karena itu jangan melakukannya seperti tadi," lanjut Aron.
Bella merinding mendengarnya, sebagian hidupnya seolah sudah menjadi bagian dari milik lelaki itu. Tak ada celah baginya untuk menyangkal dan membantah apa yang lelaki itu ucapkan.
"Sekarang, mari kita pulang. Kau butuh menyimpan tenaga karena aku akan menggunakan tubuhmu besok," ujar Aron.
"Baik, Sir," jawab Bella.
Saat Bella beranjak keluar, Ia melihat sebuah mobil yang tidak asing meninggalkan halaman restoran. Ia berusaha mengingatnya karena mobil itu sangat familiar. Pajero hitam milik Vincent. Bella terkejut, apakah lelaki itu baru saja makan malam di restoran ini juga? Jika benar, seharusnya Ia bisa melihatnya sebelum ini. Mungkin dirinya terlalu asyik mengobrol dengan Aron hingga tak menyadari kehadiran lelaki itu. Sudahlah, jika memang benar seharusnya Ia bersyukur jika Vincent melihatnya sedang bersama seorang lelaki. Ia pikir, Ia saja yang bisa memamerkan calon tunangannya yang cantik jelita? Bella juga bisa menunjukkan bahwa dirinya bisa mengambil hati lelaki, setidaknya untuk melengkapi sisi lain dirinya.
Mobil Aron berhenti di depan gadis itu, sejak malam ini sampai scene berakhir, Bella adalah hak milik Aron sepenuhnya. Ia akan bertanggung jawab terhadap keselamatan gadis itu dan memastikannya sampai di kost.
***