Isapan kuat membuat William pusing, begitu juga dengan Reina dipelukannya, walupun begitu William tidak berani mengendur tangannya, memeluk dengan erat, seolah olah adalah hal paling berharga untuknya
Merasakan kekhawatiran Tuannya. Reina merasa nyaman dan membalas pelukan William.
Deeur….
Beberapa saat William dan Reina akhirnya jatuh ke lantai, kekuatan isap menghilang, menatap Reina " apa kamu tidak apa ..". Reina yang masih nyaman dalam pelukannya , tidak menyadari, hanya tidak ingin momen ini berahir. Mengendus,.. hidung kecilnya bergerak mencium aromanya, pipinya memerah, memegang pinggang William dengan erat.
William merasa aneh dengan ini, karna Reina dalam pelukannya menunduk ke dadanya, William hampir tidak bisa melihat wajahnya, membuat William salah paham berfikir dia ketakutan. William semakin erat memeluk, memberikan rasa perlindungan.
Merasakan ini, Reina kaget dan wajahnya lebih terbakar, memegang lebih erat . Reina semakin membenamkan wajahnya ke dada William. Dia bisa merasakan jantung berdebar,, duum.,dum,.dum
Dengan tanda tanda ini, jika William masih tidak tau, dia tak pantas memegang gelar laki-laki, William yang seblumnya khawatir, juga merasa jantung berdebar, melupakan situasi mengerikan dalam ruangan.
William memindah tangannya, menyelip tangannya ke pipi Reina, William perlahan mengangkat Wajahnya. Pipi merah memesona, mata yang berkaca kaca menawan menatap William, napas harum seperti afrodisiak membuat William mendekatkan Wajahnya.
Reina yang bingung menatap wajah william mendekat, tidak tau harus apa. Dalam kebingungannya, Reina menutup mata, menyerah pada takdir.Melihat ini, William menggunakan jempolnya membelai bibir memikat dan seksi, menutup mata. Saat bibirnya akan bertemu
" aku tak bermaksud mengganggu! Tapi bukankah tidak sopan seperti itu di depan pemilik tempat " suara terdengar mengejutkan William dan Reina.
Reina yang tersadar dari kebingungannya dengan cepat keluar dari pelukan William, tapi pipinya masih terbakar merah, menunduk dengan malu. William yang terganggu, merasa sangat kesal " bajingan .." . menatap ke depan
Baru sekarang William dan Reina menyadari, bahwa ada singgasana megah yang terbuat dari emas, disamping kiri terdapat kepala phoenix sedangkan kanan terdapat kepala naga, melengkapi kesombongan dan keangkuhannya.
Sosok tulang dengan jubah kerajaan, menyandar dagu ditangan kanannya, mata darah menatap kelompok William, penuh dengan wibawa.
Hanya tatapan membuat William dan Reina merasa jika sosok itu ingin membunuhnya, bahkan tidak perlu 1 detik. Seolah olah kehidupan dan kematian kelompok William berada dalam genggamannya.
" kau tak perlu takut, karna bahkan dengan itu kamu tidak akan bisa merubah situasimu , sudah sangat lama Sesorang datang kemari, hingga aku tak mengingat waktu yang berjalan. Jadi buat lebih sederhana, siapa kalian, ini bukan pertanyaan melainkan perintah .. " sosok tulang berkata dengan ringan, tanpa menambah tekanan atau apapun
Tapi bagi kelompok William, kata katanya seperti pisau yang akan menusuk jantung mereka kapan saja jika mereka menolak atau berbohong. William mengambil langkah kedepan Reina, berkata " yang rendahan ini adalah William dan pelayanku Reina, pelayanku merasa sesuatu memanggilnya. Dan karna penasaran, yang rendahan ini sampai kesini dan mengganggu yang mulia, memohon maaf kepada yang mulia " dihadapan kekuatan obsolut, William hanya bisa membungkuk.
Reina melihat tuannya yang membungkuk, merasa sangat tidak nyaman, menatap sosok didepannya, Reina merasa tak berdaya. Dalam beberapa hari terahir, Reina telah membunuh banyak monster, hal ini membuatnya meremehkan lawannya. Dan sekarang Reina untuk kedua kali merasa sangat takut, dia membenci perasaan ini
Diam diam menguatkan tekad dalam hati, Reina ingin menjadi kuat. Menjadi kuat untuk tidak mengalami perasaan ini lagi.
" oh! " sosok tulang menatap Reina, Reina yang dilihat seakan tubuhnya dilucuti di matanya. Sosok tulang melihat Reina, melebarkan matanya, kaget dengan temuannya sebelum terbahak - bahak" haaaaha…hahhaha… benar – benar tak terduga, untuk melihat spesies langka seperti ini, hahha… ahhaa.. kau benar benar membuatku senang,… "
William tak tau apa artinya, tapi dia berharap semuanya akan baik baik saja. Sosok tulang menatap William " bagaimana kau bertemu dengannya! Tunggu dan kamu mengatakan dia adalah pelayanmu, mahluk sombong sepertinya tak mungkin rela menjadi pelayan , dan disini dia benar benar pelayanmu..kau lebih menarik dari yang kuduga "
William merasa bingung dengan ini begitupun juga Reina, tapi tetap menjawab " yang rendahan ini bertemu dengannya di hutan, pertama kali bertemu, di keluar dari cangkang . aku menduga itu adalah telur monster yang memiliki bentuk aneh dengan perut yang mengembung, ,, dan bagaimana yang rendahan ini menjadi masternya, aku pun tak tau .." William juga penasaran bagaimana dia menjadi pelayannya dan menatap Reina
" ya itu tak masalah! Karna kau adalah masternya, aku memberimu dua pilihan. Pertama kau menyerahkan pelayanmu, kedua kau membuktikan layak menjadi masternya .." sosok agung berkata dengan acuh acuh, tapi nadanya tak perlu di pertanyakan
Reina mendengar ini menjadi gugup, memegang kedua tangan didadanya, menatap William dengan menyedihkan.
William mengerutkan dahinya, sangat tidak senang dengan ini, tapi apa yang bisa dilakukan. Baik kekuatan ataupun kecepatan dia kalah dalam semua hal. Tapi tak mungkin dia menyerahkan pelayannya, jika itu saat dia dan Reina baru membuat kontrak, William tidak akan berfikir dua kali untuk menyerahkannya.
Tapi sekarang, dia dan Reina telah melalui banyak hal, Reina telah banyak membantunya. Sesuatu dalam dirinya berteriak untuk mempatahankannya, menoleh untuk melihat Reina, William tersenyum lembut dan mengulur tangan, manariknya dalam pelukannya.
William kembali menatap sosok tulang, berkata dengan tegas " aku akan membuktikan aku layak untuk menjadi masternya "
" tuan! ..hiks,,hiks,waaaaaaa,...waaaaaaaaa ", membenamkan wajahnya didada William, Reina meluapkan emosinya. butiran butiran mutira air mata jatuh, membasahi baju William. Menangis dengan segenap hati, dia benar benar takut.
Melihat ini, William menegaskan kembali keputusannya, menetapkan dalam hati [ apapun yang terjadi, aku tak akan menyerahkannya, tida membuatnya menangis lagi ]. William menatap sosok tulang dengan dingin, tidak ada lagi kerendahan sebelumnya