Chereads / My Schedule / Chapter 1 - Dikejar Deadline

My Schedule

RahmaWiwa
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 13.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Dikejar Deadline

Razzan al-Najjar, seorang mahasiswi Hukum semester 5. Ia dikenal si kampret dengan sejuta kesibukannya. Razan sangat baik dan rapi dalam mengatur daftar kegiatannya. Meski ia telah menyusun skedul dan me-managemen waktu dengan baik, Razan tetap selalu ngos-ngosan menyelesaikan urusan demi urusan pada rentetan daftar kegiatan malang itu. Apa yang salah Tuhan? aku gak paham!! aku gak ngerti?! keluhnya.

Pagi-pagi ia sudah direpotkan dengan berbagai kesibukan. Mulai dari menyuci pakaian yang sudah menggunung, memberi kucing-kucing adopsinya makan, belum lagi membersihkan pupnya dimana-mana kemudian mereview kembali tugas kuliah. "Aaaarggggg, aku maraaah, kenapa waktu dalam sehari cuma 24 jam?? seandainya tersedia 30 jam, barangtentu aku tidak serepot ini".

Razan kembali mengeluh bahkan memprotes Tuhan atas kurangnya waktu tersedia di bumi ini. Ia memang manusia yang tak pandai bersyukur. ayolah Razan ada yang salah dengan skedule mu!!

07.30 pagi, Razan telah rapi dengan pashmina Maroon dengan balutan brosh nama di bagian dada. Ia melirik arlogi berwarna silver itu di pergelangan tangannya, entah kenapa Razan kembali mengumpat sembari bergegas mengambil kunci motor dan helm. "Ampuuuuuunn, telat nih".

Ia menstarter motor dan menarik gas dengan tidak sopan. Membuat motor scopy tua itu, hampir jantungan. Yahh, tanpa memanasi mesin dan tanpa sarapan pagi, asalkan kucing-kucing adopsinya sudah makan, perihal diri sendiri itu urusan belakangan.

laju motor Rajan menembus jalanan ibu kota Jakarta, yang terkenal dengan kemacetan Naudzubillah min Dzalik. Sudah kebiasaan Razan, kalau kepepet begini yang ia lakukan hanya mengutuk skedul, waktu dan dirinya. Ia berulang kali melototi alorgi silver itu, 2 kali per sekian menit . " Fiks, gue harus atur ulang skedule gue" lirihnya.

"Piiitttt...piiiitttt!!!! Woiiii jalan dong, bengong aja mbak!! lagi mikirin utang?!" Suara lengkingan salahsatu pengendara motor, membuyarkan lamunan Razan, yang sedari tadi memikirkan apa yang salah dalam skedul-nya. Ia telah me-list jadwal mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Tak ada perubahan yang tampak signifikan, ia harus dikejar deadline seperti biasanya. Padahal hari ini, ia ada kelas dengan Bapak Syamsuddin, dosen ter-killer se antaro fakultas Hukum di Univ itu. Tambah lagi, ia harus mengumpulkan tugas paper yang deadline nya hari itu.

Hal demikian membuat Razan termenung memikirkan nasibnya yang antah berantah. Tanpa sadar, ia menambah panjang urutan kemacetan. "eeh maaf mas". Cengengesan Razan pada pengendara yang tampak kesal dan bahkan ogah membalas cengengesan multitafsir milik Razan. "Sabaar dong mas, kamu pikir kamu saja yang terlambat, saya juga nih!!! Bahkan saya terancam ngulang lagi tahun depan, nasib mana sih yang lebih miris?" gerutu nya dalam hati, iya cukup dalam hati.

Pukul 8.00 pagi, ia telah sampai di kampus, kalau saja ada Award bagi pengendara tercepat menembus kemacetan dalam waktu 30 menit. Maka Razan lah yang berhak meraih penghargaan itu. Razan menyusuri koridor kampus dengan nafas yang tersenggal-senggal. Terlambat 30 menit mungkin sesuatu yang dosen lain dapat maklumi, dengan kondisi kota Jakarta yang macet parah. Tetapi dengan dosen satu ini, siap-siap anda akan dilayangkan sebuah surat perjanjian dengan tanda tangan diatas materai 6000. Banyak hal berkecamuk dalam benaknya apakah ia tetap masuk? resikonya pasti ia bakalan habis nanti ditanya panjang kali lebar. Atau pilih gak masuk , dengan resiko dirinya akan ngulang tahun depan. Ketika situasi seperti ini, ia hanya bisa berpasrah diri dan berdoa kepada Sang Penguasa Alam Semesta . "Tuhanku yang baik,bantu aku. Aku akan rajin beribadah kepadamu dua kali lebih ekstra. Rajin sholat, baca al-Quran, membantu kaum dhuafa, bersedeqah kepada pengemis atau memberikan sumbangan kepada korban gempa, banjir bandang dan lain sebagainya." pinta Razan dengan tulus. Disaat seperti ini ia memang rawan ingat akan Tuhan.

Razan sekarang telah berada didepan pintu kelas, tampak pintu itu tertutup rapat. Ia tidak tahu apa yang terjadi didalam sana. Razan mencoba mencari cela diantara pintu itu, untuk melihat keadaan di dalam kelas. Saat ia sibuk menelusuri dengan cermat pintu berdekorasi elegan itu, untuk memulai aksi pantauan, tiba-tiba...

"Sedang apa kamu?"

Razan sontak membalikkan badannya, bagai disambar petir disiang bolong. Bapak Syamsuddin memperhatikan Razan dengan lekat dan seksama.

"Eeh bapak, hmm...eee, hehe... "

"Kamu ngomong apa toh? ngapain ngintil-ngintil? kenapa tidak langsung masuk?"

" boleh masuk nih pak?"

" kamu terlambat?"

"Ii...iya pak."

" sama dong, saya juga terlambat, udah masuk aja". ucap pak Syamsuddin.

Entah apa yang merasuki Pak Syamsuddin pagi itu. Otak razan kembali disusupi dengan berbagai asumsi-asumsi liar seperti, kemungkinan pertama bapak Syamsuddin telah menerima hidayah dari Tuhan di masa-masa tuanya? Atau kemungkinan kedua Bapak Syamsuddin telah dirasuki oleh jin Sholeh penunggu koridor lantai II ? Tetapi ia lebih yakin dengan asumsi yang ketiga, bahwa Tuhan telah menjawab doa-doa tulusnya. Alhamdulillah, ia bersyukur sekali berasa menjadi makhluk yang paling beruntung di muka bumi ini. Ternyata memang benar, doa orang teraniaya itu mustajab.

Hidup terkadang lucu, taqdir seolah-olah bebas bermain dengan sesukanya. Inilah yang dinamakan dengan Hukum Kebalikan. Ketika kamu kurang memedulikan sesuatu, kamu justru mengerjakan hal itu dengan baik, pernahkan? Dan kadang ketika kamu terlalu fokus pada sesuatu, semuanya justru berantakan.

Sama halnya dengan sebuah Skedul. Padahal sudah dibuat daftar perincian waktu yang direncanakan. Tapi lihat hasilnya tidak sesuai yang diharapkan bukan? Tidak ada yang salah dengan skedul, memang kita saja yang hanya suka berencana tanpa ada sebuah tindakan. Apalah arti sebuah skedul tanpa aksi yang nyata dari sang pembuat skedul itu sendiri.

Itulah yang dialami Razan sekarang. Ia keteteran dalam melakukan berbagai kegiatan yang seharusnya dikerjakan pada jadwalnya. Razan memiliki moto hidup bahwa perempuan harus bisa mandiri, jangan menyusahkan orang-orang terdekat melulu, terlebih Abahnya. Untuk itu dirinya merasa tidak tega hati untuk memberatkan beban Abah diusia senjanya.

Kadang pernah terlintas dalam fikiran Razan untuk nikah muda saja, biar ada yang menafkahi lahir bathin. Namun sayang, tampaknya pria tidak ada yang tertarik dengannya. Ditambah menikah tidak semudah kelihatannya bos. Harus siap dalam segala hal, mulai dari kesiapan mental, emosi dan bekal ilmu dalam berumah tangga. Kalau di pikir-pikir Razan tampaknya cuma siap dalam hal mental saja. Pikirkan lagi Razan Bagaimana mau berumah tangga kalau masalah skedul saja kamu keteteran akut. Oke baiklah, atur rencana baru. Jika sukses nanti, saatnya 'Tebar Pesona'.

Razan berharap dengan skedul yang ia tulis, bisa menjadikan ia seorang wanita yang santai dan produktif. Tidak terhitung berapa kali ia mengganti-ganti skedul tanpa daya guna itu. Entahlah hanya Razan dan Tuhan yang tahu perihal mau nya apa.