Aksara memasuki rumahnya. Masih ramai dengan beberapa orang berlalu lalang. Juga sejumlah orang di halaman rumahnya memberikan ucapan bela sungkawa.
Masih monokrom sama seperti beberapa hari belakangan. Walaupun tangis sudah tak terdengar namun kilas sedih masih nampak terlihat.
Aksara mendudukkan diri di ruang tengah. Sepi dan senyap. Pemuda itu menghela napas gusar. Lalu beranjak hendak menuju kamarnya.
Suasana disini masih asing. Ia tidak terbiasa dengan semua ini. Rumah ini memang ramai, namun tidak hangat, tidak juga menyenangkan. Ramai namun senyap. Aksara benci itu.
Aksara membuka daun pintu kamarnya. Gelap. Sumber penerangan hanya berasal dari cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden kamarnya.
Mas Abim di sana. Tidur telungkup dengan selimut menutupi nyaris seluruh tubuhnya.
AC ruangan juga masih menyala, 20 derajat.