Selesai berbincang dengan Bi Elis, Gabriela menyuruh bi Elis untuk kembali melanjutkan pekerjaannya membersihkan rumah sedangkan Gabriela bergegas untuk membersihkan dirinya karena ia harus berangkat ke kantor satu jam lagi.
Setelah membersihkan dirinya dan memakai pakaian yang biasa ia pakai ke kantor, akhirnya Gabriela siap untuk berangkat bekerja.
Wanita itu berjalan menuju dapur untuk sekedar meminum air putih, sebelum menuju ke dapur tadi Gabriela melihat bi Elis tengah membersihkan ruang tamu.
Ia tidak berniat memanggil bi Elis, biarkan saja wanita itu melakukan pekerjaannya dengan baik tanpa ada gangguan dari Gabriela.
Sesampainya di dapur netranya tidak sengaja melihat kue tart yang semalam dibawa oleh Aris masih utuh diatas meja makan, "Kenapa kue ini masih disini." gumamnya.
"Bi."
Akhirnya Gabriela memutuskan untuk memanggil Bi Elis karena melihat kue yang tadi malam katanya dibuat oleh Aris itu masih ada di atas meja makan.
"Iya nyonya, ada apa?"
Gabriela tidak menjawab karena wanita itu mengisyaratkan bi Elis untuk melihat kue yang terletak diatas meja itu, "Kenapa kue ini masih ada disini?"
"Bukankah itu kue buatan tuan Aris nyonya?"
"Iya dan kenapa masih ada disini."
"Ahh nyonya ingin saya menyimpannya di dalam kulkas baiklah saya akan menyimpannya."
"Buang saja kue itu." Ucap Gabriela ketika bi Elis mengangkat kue tersebut dan akan menyimpannya ke dalam kulkas, "Jangan menyimpannya di kulkas lebih baik bibi membuangnya saja ke tempat sampah." Ucap Gabriela lagi ketika bi Elis menoleh ke arahnya.
"Lagi pula kenapa bibi tidak membuangnya saja sih."
"Saya pikir nyonya masih akan memakannya jadi saya tidak membuangnya, selain itu tuan Aris juga tidak menyuruh saya untuk membuangnya."
"Bibi lihat, kuenya saja masih utuh itu artinya aku tidak memakannya sejak semalam. Jangankan memakannya menyentuhnya saja aku enggan. Bibi buang saja."
Mendengar perkataan Gabriela membuat bi Elis langsung melihat kearah kue yang sekarang berada ditangannya itu dengan tatapan sendu.
Kue itu adalah kue buatannya dengan Aris, dan Gabriela tega menyuruhnya untuk membuang kue yang sudah susah payah ia buat dengan Aris?
Kuenya memang masih utuh, apakah benar jika Gabriela sama sekali tidak menyentuh kue buatannya itu?
Atau karna Gabriela tahu bahwa kue ini adalah buatan Aris maka kajiannya itu enggan untuk memakannya.
Memangnya kenapa Gabriela sampai tidak mau untuk memakannya, bukankah sesuatu yang dibuat oleh suami maka rasanya akan sangat spesial?
"Kenapa bibi diam saja, cepat buang kuenya." Gabriela kembali bersuara.
Bi Elis menolehkan kepalanya lagi pada Gabriela, "Daripada kue yang masih utuh ini dibuang bolehkah jika saya bawa pulang untuk diberikan pada keluarga saya nyonya."
"Ahhh begitu, ya sudah kalau begitu bibi ambil saja aku juga tidak peduli dengan kue itu. Apa bibi yakin jika kuenya masih enak, jika tidak maka aku akan pesankan kue untuk keluarga bibi-"
"Tidak perlu nyonya." Tolak Bi Elis secara langsung, "Kuenya masih enak dan saya akan menyimpannya didalam kulkas nanti saya akan pulang sebentar untuk memberikannya pada keluarga saya."
"Ya sudah jika bibi yakin kue itu masih enak, bawa pulang saja asalkan kue itu tidak terlihat lagi di mata ku."
Bi Elis langsung menyimpan kue itu kedalam kulkas sebelum nanti ia bawa pulang ke rumahnya.
Ia juga sudah meminta ijin pada Gabriela untuk pulang sebentar, dia tidak mungkin menunggu sampai Aris pulang lebih dulu sebelum memberikan kue itu pada keluarganya.
Elis hanya takut jika kuenya itu akan basi nantinya jika ia menunggu sampai Aris pulang.
"Nyonya, sepertinya itu ada surat." Tunjuk Bi Elis pada sebuah kertas yang dilipat kecil dan terletak tidak jauh dari kue tadi.
Gabriela melirik kearah yang ditunjuk oleh bi Elis itu dan ternyata benar jika ada sebuah surat disana.
Gabriela mengabaikan keberadaan surat tersebut lalu melangkahkan kakinya menuju kulkas untuk mengambil air putih untuk membasahi tenggorokannya yang kering itu.
Wanita itu menuang air dingin ke dalam gelas dan meneguknya sekedar untuk menyegarkan tenggorokannya, "Tidak biasanya Aris meninggalkan pesan melalui surat seperti itu, biasanya dia menempelkan note di pintu kulkas. Haaah apa dia tidak tahu bahwa apa yang dia lakukan ini membuat aku sangat muak." ucap Gabriela dalam hatinya.
"Bibi buang saja surat itu-"
"Tapi nyonya, surat itu pasti tuan Aris yang memberikannya."
"Aku tahu bahwa surat itu Aris yang memberikannya maka dari itu aku menyuruh bibi untuk membuangnya."
"Kenapa dibuang nyonya, apakah anda tidak mau membacanya lebih dulu. Siapa tahu tuan Aris menulis beberapa pesan untuk nyonya selama dia pergi ke luar kota."
Gabriela menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati bi Elis yang juga tengah melihat ke arahnya, "Aku bilang buang ya buang saja bi." Gabriela terkejut ketika melihat bi Elis yang menggelengkan kepalanya, apakah asisten rumah tangannya itu tidak mau menuruti perintahnya untuk membuang surat itu?
"Bibi tidak mau membuang?"
"Maafkan saya nyonya, saya tahu tuan Aris pasti menulis banyak pesan untuk nyonya didalam surat ini jadi saya tidak berani untuk membuangnya."
Gabriela menghela napasnya lalu menghabiskan air minum sambil memperhatikan suasana dirumahnya yang terlihat sepi, mengabaikan keberadaan bi Elis yang kini tengah bersamanya.
Kenapa rumahnya terasa sangat sepi?
Akhirnya ia sadar bahwa Aris yang biasanya selalu ada di dapur ketika ia akan berangkat bekerja hari ini tidak ada karena berangkat bekerja.
Mungkin Aris sudah berangkat bekerja sebelum ia bangun tadi karena lelaki itu semalam berkata jika ada pertemuan diluar kota dan mengharuskan dia untuk berangkat pagi buta.
Wanita itu mencuci gelas bekas minumnya tadi di washtafel lalu menempatkannya ketempat semula, Gabriela berjalan ke arah meja makan dan meraih kertas yang dilipas kecil itu.
"Apa nyonya benar-benar akan membuang surat itu?" tanya bi Elis ketika melihat kertas itu sudah ada ditangan majikannya sekarang.
"Hmmm."
Tak.
Kertas itu berakhir didalam tempat sampah karena Gabriela memang benar-benar membuang surat tersebut.
Bi Elis hanya bisa menatap tidak percaya ke arah majikannya itu, "Kenapa nyonya membuangnya?"
"Aku muak dengan Aris bi maka dari itu aku tidak mau melihat apapun yang berhubungan dengan dia."
"Apa semalam nyonya habis bertengkar dengan tuan Aris sehingga nyonya tidak ingin melihat apapun yang berhubungan dengan tuan?"
Diam-diam Gabriela merutuki dirinya karena sudah kelepasan didepan bi Elis, selama ini pembantunya itu memang tidak tahu bahwa pernikahan antara Gabriela dan Aris itu karena keterpaksaan, bi Elis juga tidak tahu bahwa Gabriela tidak mencintai Aris.
"Ahhh iya, semalam aku sempat bertengkar dengannya dan itulah yang membuat ku kesal dengannya. Bibi tahu kan jika kita sedang kesal dengan seseorang maka kita tidak mau mendengar apapun tentang orang itu." Bi Elis menganggukkan kepalanya, "Itulah yang sedang aku rasakan saat ini, jadi aku harap bibi mengerti."