Ditempat lain, Aris sudah bersiap untuk berangkat menuju Bandara karena ada pertemuan dengan wakil direktur cabang perusahaan miliknya yang berada diluar kota.
Tidak lupa ia juga berpamitan dengan kedua orang tuanya dan kedua mertuanya.
Aris tentu saja sangat pintar beralasan ketika kedua orang tuanya bertanya mengapa Gabriela tidak mengantarnya ke Bandara, saat itu Aris menjawab, "Aku kasihan melihatnya berkerja seharian jadi aku menyuruhnya untuk tidak mengantar, lagipula Gabriela juga memiliki kesibukan sendiri jadi sebisa mungkin aku tidak akan merepotkan dia."
"Aris, meskipun kau meminta Gabriela untuk ikut dengan mu itu tidak bisa dikatakan sebagai suatu hal yang merepotkan, wajar saja ketika seorang suami meminta istrinya untuk menemaninya bekerja." Ujar sang ibu mertua yang tidak lain adalah ibu dari Gabriela sendiri.
"Hanya mengantar mu sampai airport saja itu tidak akan memakan waktu sampai satu hari penuh."
"Sudahlah bu, tidak perlu mempermasalahkannya lagipula Aris sudah terbiasa bepergian seorang diri tanpa diantar oleh Gabriela. Yang terpenting ibu mendoakan Aris agar bisa pulang dengan selamat dan semua pekerjaan Aris berjalan dengan lancar."
"Iya nak, tanpa diminta pun ibu akan selalu mendoakan yang terbaik untuk mu."
Aris tersenyum, ia bahagia karena mendapat mertua yang begitu baik kepadanya.
Tetapi kebahagiaan Aris tidak lengkap jika Gabriela saja tidak bisa bersikap baik kepalanya selama ini.
"Ibu, bolehkan aku menitip pesan pada ibu sebelum aku berangkat ke luar kota."
"Iya katakan saja ibu akan mendengarnya."
"Selama Aris pergi keluar kota, aku titip Gabriela ya bu jangan biarkan dia bekerja terlalu keras. Aku khawatir dengan kesehatannya jika dia hanya sibuk bekerja, semalam dia sampai lembur mengerjakan pekerjaan kantornya. Aku juga sudah meminta Bi Elis untuk menginap di rumah selama Aris pergi tapi aku minta pada ibu agar ibu juga mengawasi Gabriela. Jaga dia selama aku tidak ada ya bu, mungkin kali ini aku akan pergi sedikit lebih lama dari biasanya."
Aris menarik napasnya panjang lalu membuangnya perlahan, "Aku ingin mengatakan bahwa aku sangat bersyukur memiliki mertua seperti ibu dan ayah yang sudah baik pada ku dan menganggap aku sebagai anak kalian sendiri, jujur saja aku sangat bahagia bu. Terimakasih karena sudah mengijinkan aku untuk menikahi putri ayah dan ibu tiga tahun yang lalu."
"Aris sangat mencintai Gabriela, tolong selalu katakan pada Gabriela bahwa aku sangat mencintainya bu."
"Aris, kenapa kau tiba-tiba berkata seperti itu. Rumah tangga kalian baik-baik saja bukan?"
Aris tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, "Rumah tangga kami baik-baik saja, ibu tidak usah khawatir ya."
"Syukurlah jika rumah tangga kalian baik-baik saja. Iya Ris, ibu akan menjaga Gabriela selama kau pergi ke luar kota. Ibu harap pekerjaan mu disana cepat selesai dan kau bisa segera pulang."
"Iya bu."
Aris dan Gabriela selama ini memang menjadi sepasang suami istri yang romantis namun hanya saat didepan keluarganya saja, padahal kehidupan rumah tangganya jauh dari kata romantis melainkan berantakan.
Mereka hanya tidak ingin membuat kedua orang tua mereka mengetahui bagaimana kehidupan rumah tangganya, akhirnya Aris dan Gabriela memutuskan untuk berbohong.
"Pak direktur sebaiknya kita segera berangkat ke Bandara, kita akan cek in sebentar lagi."
Aris menoleh ketika sekretarisnya masuk kedalam ruangannya, "Kau keluarlah dulu saya masih melakukan panggilan telpon dengan mertua saya, selesai menelpon saya akan segera menyusul setelah memeriksa kembali berkas-berkas yang kita perlukan supaya tidak ada yang tertinggal." ucap Aris sambil merapikan beberapa berkas yang sudah ia kerjakan semalam menggunakan satu tangannya, tangan yang satunya ia gunakan untuk memegang ponsel miliknya.
"Baiklah pak Direktur, kalau begitu saya permisi." sekretarisnya itu keluar dari ruangan Aris menyisakan Aris seorang diri didalam ruangan kerjanya itu.
"Aris sepertinya kau akan segera berangkat."
"Ahhh iya, bu. Sekertaris ku baru saja memberitahu bahwa kami akan berangkat sebentar lagi."
"Begitu ya, ya sudah kita akhiri saja telponnya. Kau berhati-hatilah dijalan ya jangan lupa jaga kesehatan selama kau disana, jangan lupa untuk sering-sering menelpon ibu ya."
"Pasti, aku tidak akan pernah lupa untuk menelpon ibu. Ibu aku pamit ya dan tolong ingat pesan ku tadi untuk menjaga Gabriela dengan baik selama aku pergi."
"Iya Aris ibu akan menjaga istri mu itu dengan baik, sesampainya disana jangan lupa kabari ibu ya."
Lelaki itu menganggukkan kepalanya, "Iya, bu. Ya sudah kalau begitu kita akhiri sampai sini ya bu, Aris harus menyiapkan beberapa berkas dulu sebelum berangkat ke bandara."
"Ahhh ya ya ya, hati-hati dijalan ya nak."
PIP
Panggilan telpon mereka sudah diputus secara sepihak oleh ibu mertuanya Aris.
Selesai berpamitan dengan ibu mertuanya, Aris menaruh ponselnya diatas meja lalu memeriksa apakah berkas yang semalam ia siapkan sudah lengkap atau masih ada kurang.
Ketika sedang memeriksa dan merapikan berkas-berkas netranya tak sengaja melihat ponsel miliknya, Aris sepertinya sudah melupakan jadwal rutinnya untuk mengirimi pesan sang istri, entah hanya kata-kata penyemangat atau apapun itu.
"Pagi ini aku belum mengabari Gabriela apa sebaiknya aku telpon saja ya, mungkin dia sudah ada di kantor sekarang."
Set
"Ahh tidak tidak, aku bisa menelponnya nanti ketika di jalan. Aku harus segera bergegas untuk menyusul yang lain, pasti mereka sudah lama menunggu ku yang tidak segera menyusul."
"Lagipula aku sudah menulis pesan untuk Gabriela dalam sebuah kertas kecil itu yang aku letakkan didekat kue, semoga Gabriela mau membacanya."
Tanpa Aris ketahui bahwa surat yang berisi pesannya itu sudah dibuang oleh istri tercintanya?
Atau jangan-jangan Aris hanya berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja?
Aris memutuskan untuk mengurungkan niatnya mengabari sang istri, lelaki itu lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaannya.
Mengingat pertengkaran keduanya yang terjadi tadi malam, Aris tidak marah dengan Gabriela namun ia hanya memberi sedikit waktu pada sang istri untuk tidak terganggu karenanya.
"Setidaknya untuk hari ini aku akan meminimalisir segala bentuk perhatian ku pada Gabriela agar dia tidak merasa risih dan terganggu dengan ku."
Klap
Suara pintu ruangan yang ditutup dengan pelan oleh Aris, lelaki itu berjalan menuju beberapa karyawannya yang sudah berkumpul didepan sana.
Aris membenarkan letak dasinya yang sedikit miring sembari tersenyum pada bawahannya yang menyapanya.
"Pak Presdir sudah siap?" Tanya Sekretaris Aris yang bernama Jamal itu.
"Sudah. Apakah kita harus berangkat sekarang."
"Iya pak, saya sudah menyiapkan mobil yang akan ada gunakan untuk menuju ke Bandara." Ucap lelaki satunya yang bernama Dimas itu.
"Baiklah kalau begitu." Aris berjalan mendahului kedua lelaki yang bekerja sebagai bawahannya itu.
"Mobilnya sudah saya siapkan tepat didepan pintu masuk kantor, Pak." Ujar Dimas lagi guna memberi informasi pada Aris tentang letak mobilnya yang akan dia tumpangi.