Klap
Suara pintu ruangan yang ditutup dengan pelan oleh Aris, lelaki itu berjalan menuju beberapa karyawannya yang sudah berkumpul didepan sana.
Aris membenarkan letak dasinya yang sedikit miring sembari tersenyum pada bawahannya yang menyapanya.
"Pak Presdir sudah siap?" Tanya Sekretaris Aris yang bernama Jamal itu.
"Sudah. Apakah kita harus berangkat sekarang."
"Iya pak, saya sudah menyiapkan mobil yang akan ada gunakan untuk menuju ke Bandara." Ucap lelaki satunya yang bernama Dimas itu.
"Baiklah kalau begitu." Aris berjalan mendahului kedua lelaki yang bekerja sebagai bawahannya itu.
"Mobilnya sudah saya siapkan tepat didepan pintu masuk kantor, Pak." Ujar Dimas lagi guna memberi informasi pada Aris tentang letak mobilnya yang akan dia tumpangi.
Lelaki bernama Dimas itu berjalan mendahului guna membukakan pintu mobil untuk atasannya itu, "Silahkan masuk pak Presdir, berhati-hatilah anda dijalan dan cepatlah kembali ke kantor."
Aris menoleh lalu memegang pintu mobil yang sudah terbuka itu, ditatapnya Dimas dengan serius, "Saya titip kantor pada mu ya, selama saya tidak ada tolong urus semuanya dengan baik dan jangan sampai ada masalah yang tidak saya inginkan sepulangnya saya dari luar kota."
Dimas menganggukkan kepalanya antusias, "Baik, pak Direktur. Saya akan menjaga kantor ini dengan baik sesuai dengan pesan yang anda berikan pada saya."
Selesai berpesan pada Dimas, Aris masuk ke dalam mobilnya dan pintu mobil tersebut ditutup oleh lelaki itu.
"Pak Jamal tolong jaga pak Direktur selama di sana ya."
Itulah pesan Dimas pada Jamal yang masih dapat didengar oleh Aris, lelaki itu tersenyum lalu melihat Dimas lewat kaca mobilnya yang tertutup itu, "Terimakasih karena kau sangat peduli pada ku Dimas, semoga kau tidak mengecewakan aku nantinya.'
"Baik."
Lalu Jamal masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi, "Pak Direktur, apakah anda tidak curiga dengan pak Dimas-"
"Curiga?"
"Iya, tumben sekali pak Dimas yang menyiapkan mobil untuk anda. Biasanya kan tidak, atau jangan-jangan pak Dimas merencanakan sesuatu yang tidak baik pada kita. Apakah ini hanya ketakutan saya saja pak?"
Mendengar penuturan Jamal, Aris menjadi khawatir tentang dugaan yang baru saja dikatakan oleh Jamal.
Dimas memang tidak pernah menyiapkan mobil untuk Aris lagipula ini bukan tugas Dimas untuk melakukannya, diam-diam Aris melirik Dimas yang masih berdiri disamping mobilnya, "Dimas, apa kali ini aku bisa percayakan semuanya pada mu?" tanya Aris dalam hatinya.
Kini pemikiran buruk tentang niat terselubung dari kebaikan Dimas hari ini berkecamuk didalam kepala Aris, tetapi lelaki itu segera menepis pemikiran buruknya, "Ahhh tidak tidak aku tidak boleh berpikiran buruk pada Dimas, selama ini dia adalah orang kepercayaan ku dia tidak akan mungkin merencanakan hal buruk pada ku kan?"
Tidakkah Aris banyak mendengar bahwa musuh bukan hanya berada di luar tetapi berasal dari dalam, dalam artian jika musuh itu tidak hanya orang lain yang jelas-jelas membenci kita tetapi orang yang selama ini baik dengan kita bisa saja menjadi musuh dan menusuk kita dari belakang.
Tetapi Aris tidak ingin berprasangka buruk pada orang lain, dia memilih untuk berprasangka baik pada orang lain.
Ia tidak boleh mengikuti instingnya yang mungkin bisa menyakiti hati Dimas.
Aris tidak boleh mencurigai lelaki yang selama ini dia kenal dengan baik dan menjadi salah satu orang kepercayaannya.
"Pak Direktur, anda melamun?"
Kedua mata Aris mengerjap ketika mendengar suara Jamal.
"Haah? Oh tidak."
"Apakah anda memikirkan perkataan saya tadi bahwa Dimas mungkin saja memiliki niat buruk dengan kita."
"Jamal sebaiknya kau tidak berpikiran buruk pada Dimas. Dimas itu adalah salah satu orang kepercayaan saya setelah diri mu jadi kau jangan berprasangka buruk padanya." Ucap Aris dengan tegas membuat Jamal menjadi tidak enak dengan perkataannya yang sebelumnya.
Selama ini Dimas memang menjadi rekan kerjanya yang sangat baik dalam membantu pekerjaan atasannya itu, apakah pantas jika Jamal tiba-tiba berprasangka buruk pada Dimas.
Lagipula selama ini Dimas tidak pernah mengatakan bahwa dia kurang suka dengan kinerja atasannya, jadi mana mungkin Dimas memiliki niat jelek pada atasannya sendiri?
Jamal menundukkan kepalanya sekilas lalu melirik kaca kecil yang ada diatasnya guna melihat respon atasannya yang duduk di kursi belakang.
"Maafkan saya Pak Direktur saya tidak berniat untuk berprasangka buruk pada Dimas, hanya saja saya merasa ada yang janggal dari kebaikan Dimas hari ini. Tapi jika anda melarang saya untuk tidak berprasangka buruk pada Dimas maka saya akan melakukannya, Pak. Lagipula berprasangka buruk pada orang lain bukanlah hal yang terpuji."
"Baguslah jika kau sudah menyadari kesalahan mu, kalau begitu cepat jalankan mobilnya dan kita ke Bandara. Jangan sampai kita ketinggalan pesawat."
"Baik Pak Direktur."
Brrrrrrmmmmm
"Pak Direktur maaf jika saya lancang bertanya seperti ini, tapi saya ingin tahu kenapa Bu Direktur Gabriela tidak ikut mengantar anda?" Tanya Jamal mencegah keheningan yang terjadi diantara keduanya.
Selama mobil yang mereka tumpangi keluar dari area kantor, satu diantara keduanya tidak ada yang berniat untuk mengeluarkan suaranya sehingga suasana hening itu terjadi selama beberapa menit.
Mungkin Aris akan baik-baik saja dengan keheningan ini tapi tidak dengan Jamal.
Lelaki itu lebih suka mengobrol ketika diperjalanan, karena dengan mengobrol dia tidak akan mengantuk.
Aris melirik punggung Jamal, "Kau seperti tidak tahu bagaimana Gabriela saja, istri saya itu sangat sibuk jadi saya tidak berani meminta dia hanya untuk mengantar saya ke bandara saja."
"Ohh begitu ya, maaf jika saya lancang Pak Direktur."
"Tidak apa-apa Jamal, saya yakin bukan hanya kau saja yang ingin tahu alasan kenapa Bu Direktur Gabriela tidak mengantar saya ke bandara tapi saya rasa semua orang yang ada di kantor juga ingin mengetahuinya."
Keduanya kembali diam dan tidak mengobrol lagi.
Jamal yang sibuk memperhatikan jalanan karena dia sedang menyetir dan Aris yang sibuk dengan pemikirannya sendiri sembari melihat kearah luar jendela mobilnya.
Selama perjalanan menuju Bandara entah mengapa perasaan Aris sedikit tidak enak, apa yang akan terjadi padanya?
"Jamal kenapa perasaan saya tiba-tiba tidak enak ya." Ucap Aris membuat Jamal langsung menoleh sekilas.
Fokusnya terbagi karena ia harus memperhatikan jalan sekaligus melirik ke arah atasannya yang baru saja mengajaknya berbicara itu.
"Entah mengapa saya juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Pak Direktur rasakan saat ini. Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk pada kita ya, Pak."
Brmmmmmm
TIIIIIIIINNNN!!!
"PAK DIREKTUR BAGAIMANA INI MOBILNYA TIDAK BISA DI REM!!" ucap Jamal panik sembari menginjak rem mobil yang sayangnya tidak berfungsi sama sekali."
"Hah?!!! BAGAIMANA BISA!"
"SAYA JUGA TIDAK TAHU PAK!! SEDANGKAN ADA TRUK BESAR YANG MENUJU KEARAH KITA!! SAYA HARUS BAGAIMANA."
Tubuh Aris langsung menegang ketika ada truk besar yang memang melaju ke arahnya, sepertinya truk itu remnya blong dan tidak bisa berhenti maka dari itu pengemudi truk tersebut terus membunyikan klaksonnya, agar semua kendaraan yang ada disekitarnya menyingkir.
Termasuk mobil yang dikendarai oleh Aris dan Jamal.
"KAU BELOKKAN SAJA MOBILNYA KE ARAH KANAN!"
"TAPI BAGAIMANA JIKA MOBIL KITA JUSTRU MENABRAK MOBIL LAIN PAK!"
"SUDAH LAKUKAN SAJA APA YANG SAYA KATAKAN!"
Ckiiiiiitttt
Mobil milik Aris berhasil dibelokkan ke arah kanan.
"Aku mencintai mu istri ku, Gabriela Karina Waris."
BRAKKKKKKK!
"PAK DIREKTURRR!"