Selagi menunggu lampu merah berubah menjadi hijau, pikiran wanita itu tertuju pada lelaki yang tidak ditemuinya pagi ini, Gabriela juga melirik sekilas ponselnya namun tidak ada satupun pesan dari Aris. Suaminya.
"Kemana Aris, biasanya ponsel ku selalu berisik karena ada banyak notifikasi pesan dari Aris. Mungkin sekarang Aris sudah berada di dalam pesawat maka dari itu dia tidak mengirim pesan pada ku. Ahhh ya sudahlah kenapa aku jadi berharap Aris menghubungi ku, biarkan saja lagipula tidak ada yang mengganggu ku nantinya."
Bukankah Gabriela selalu terganggu jika mendapat pesan dari Aris kenapa sekarang dia justru berharap lelaki itu mengirim pesan padanya hari ini?
Namun mengapa kali ini Gabriela merasa kehilangan sosok Aris yang selalu memberi perhatian kecil padanya meskipun hanya mengucapkan selamat pagi dan berpesan untuk berhati-hati dijalan.
Entah kenapa sekarang Gabriela merindukan perhatian kecil dari Aris itu.
Setelah pernikahan mereka berjalan selama tiga tahun apakah Gabriela mulai membuka hatinya untuk Aris?
Gabriela yang tengah memikirkan tentang dimana suaminya itu sekarang tersentak kaget ketika mendengar bunyi klakson dari mobil yang ada dibelakangnya, setelah melihat kearah lampu lalu lintas yang tadinya berwarna merah ternyata kini sudah berubah warna menjadi hijau, itu artinya ia harus segera menjalankan kendaraannya sebelum mendapat protes dari pengendara lainnya.
Sadar sudah membuat pengendara lain menunggu, Gabriela menginjak pedal gasnya dengan cepat dan melanjutkan perjalanannya menuju ke kantor.
Karena tidak ingin membuang waktu Gabriela menambah sedikit kecepatan mobilnya agar ia segera sampai ke kantor, wanita itu tidak ingin membuang waktu lagi karena ada banyak pekerjaan yang sudah menunggunya.
Sesampainya dikantor Gabriela memparkirkan mobilnya di lobby, sebelum keluar dari mobil mewahnya wanita itu merapikan penampilannya lebih dulu.
Bughhh
Triiit
Triiit
Mobil mewah milik Gabriela sudah terkunci otomatis dari remote yang terselip dibalik kunci mobil yang tengah dibawa oleh si pemilik.
Klakk
Klakkk
Klaaakkk
Bunyi sepatu yang dipakai Gabriela memenuhi koridor selagi wanita itu berjalan menuju ruangannya.
"Selamat pagi bu Presdir."
Gabriela tersenyum tipis lalu menundukkan kepalanya sekilas guna menjawab setiap sapaan dari karyawannya.
Selama perjalanan menuju ke ruangannya Gabriela tidak pernah absen untuk selalu mendapat sambutan dari beberapa karyawan yang bekerja tepat dibawah kekuasaannya.
"Selamat pagi, Bu Direktur." Sapa seseorang yang menjabat sebagai sekretaris Gabriela, lelaki itu membungkukkan badannya 90 derajat ketika melihat Gabriela berjalan kearahnya. Dibalas dengan anggukan kepala dan senyum singkat oleh Gabriela.
"Pagi." Jawab Gabriela, "Apa ada masalah di kantor sehingga kau menyuruh aku untuk segera datang ke kantor." tanya Gabriela kini yang sudah mengentikan langkah kakinya tepat didepan sekretarisnya itu.
"Tidak ada masalah yang terlalu penting Bu hanya saja ada beberapa berkas yang harus segera anda tangani."
"Ahhh begitu ya, baiklah." Gumam Gabriela sembari berlalu melewati sekretarisnya.
Mengetahui atasannya yang berjalan mendahuluinya, lelaki itu segera menyusul dengan berjalan tepat dibelakang atasannya tersebut.
"Apakah peluncuran brand yang kemarin aku setujui itu berjalan dengan lancar?" tanya Gabriela pada sekretarisnya yang berjalan sedikit dibelakangnya, kepalanya sesekali menoleh ke belakang.
Lelaki itu mengangguk sebelum menjawab perkataan atasannya, "Tentu saja, Bu. Brand yang kemarin baru saja diluncurkan sudah mendapat rating tertinggi penjualan bulan ini dan produknya juga sudah habis terjual. Bahkan mereka sampai kewalahan dalam melayani pesanan karena terlalu banyak pesanan yang masuk, produk itu laku keras di pasaran Bu."
Gabriela mengangguk tanda mengerti, "Jika apa yang terjadi dilapangan memajg seperti itu maka aku senang mendengarnya, tapi kau yakin mereka bisa menanganinya dengan baik bukan?"
"Sejauh ini saya lihat mereka belum mengalami kesulitan dalam menerima pesanan jadi saya pikir tidak akan ada masalah untuk kedepannya." Sekretaris Gabriela itu menolah ke arah atasannya, "Sepertinya kita harus segera mengeluarkan produk terbaru dari brand tersebut Bu karena banyaknya yang berminat dengan brand yang kemarin kita luncurkan itu mereka jadi tidak sabar untuk menunggu produk-produk terbaru dari brand tersebut."
"Ehmmm baiklah jika seperti itu akan memikirkannya lagi, yang terpenting brandnya mampu menguasai pasaran setidaknya dalam minggu-minggu ini."
"Saya rasa brand tersebut akan selalu berada di peringkat atas sebagai brand yang banyak di minati oleh masyarakat tahun ini dan seterusnya."
Gabriela mengangguk, "Semoga saja seperti itu." Ia melirik ke arah sekretarisnya, "Tolong siapkan laporan pengeluaran akhir bulan ini karena aku akan memeriksanya hari ini, aku harus memberikan hasil rekap dari pengeluaran dan pendapatan perusahaan kita setiap bulannya para Presdir."
"Baik, Bu. Saya akan menyiapkannya lebih dulu jika sudah saya akan segera mengantarkannya ke ruangan ibu."
"Baiklah, jika sudah siap tolong berikan pada ku nanti." ucap Gabriela sebelum membuka pintu ruangan kerjanya.
"Baik Bu."
Gabriela masuk kedalam ruangan pribadinya dan menaruh tasnya dimeja kerja lalu melangkahkan kaki menuju jendela ruangannya yang masih tertutup tirai sehingga membuat pemandangan perkotaan tidak dapat ia lihat dengan jelas.
"Apakah tidak ada office boy yang membersihkan ruangan ku, kenapa tirainya masih tertutup." gumam Gabriela, karena tidak mau terlalu mempermasalahkannya Gabriela memutuskan untuk membuka tirai jendela itu sendiri.
Tangannya terlulur untuk membuka tirai tersebut bersamaan dengan itu terdengar ketukan pintu ruangannya, tidak lama kemudian sekretarisnya itu masuk.
"Ini laporan pengeluaran dan pemasukan perusahan pada bulan ini, Bu."
Gabriela menoleh dan menerima map yang disodorkan oleh sekretarisnya itu, "Terimakasih Pak Ruli, sekarang anda boleh kembali bekerja. Tapi sebelum itu apakah tidak ada yang membersihkan ruangan ku tadi kenapa tirai jendelanya masih tertutup, biasanya begitu aku masuk ke dalam ruangan pemandangan kota akan terlihat dengan jelas."
Sekretaris Gabriela yang bernama Ruli itu menundukkan kepalanya, "Maafkan saya Bu, lain kali saya akan menegur para office boy agar mereka tidak lupa untuk membersihkan ruangan anda."
"Seharusnya ruangan yang pertama kali mereka bersihkan adalah ruangan ku, bagaimana ruangan seorang direktur bisa terlewati begitu saja." gerutu Gabriela yang baru saja melempar map yang diberikan oleh Pak Ruli tadi keatas mejanya.
"Maafkan atas kelalaian pekerja kami, Bu. Saya akan memecat siapa saja yang bertugas pada hari ini."
"Tidak tidak. Pak Ruli tidak perlu sampai memecat mereka, aku hanya ingin anda menegur mereka."
Pak Ruli menganggukkan kepalanya patuh, "Baik Bu saya akan langsung menegur mereka."
"Ya sudah sebaiknya kau keluar karena aku akan mulai bekerja."
"Baik Bu. Kalau begitu saya permisi." Pak Ruli keluar dari dalam ruangan Gabriela.
Gabriela melirik map berwarna biru yang baru saja dileparnya itu lalu kembali mengamati hiruk pikuk perkotaan yang terlihat jelas dari kaca jendela ruangan kerjanya.
"Ditengah hingar-bingar orang-orang di kota ini kenapa aku masih belum bisa menemukan keberadaan mu, Ren." helaan napas yang berat baru saja keluar dari mulut Gabriela, "Huft... Kemana lagi aku harus mencarimu, Ren. Apa kau tahu jika sampai detik ini aku masih sangat mencintaimu."
Lagi dan lagi dadanya terasa sesak ketika mengingat mantan kekasihnya yang sudah pergi meninggalkannya selama tiga tahun ini.
Gabriela selalu lemah ketika mengingat mantan kekasihnya yang bernama Rendi itu.