Drrttt drrrttt
Getaran yang berasal dari ponselnya yang ia taruh didalam tas kerjanya itu membuat Gabriela mau tak mau merogoh tasnya untuk mengambil ponsel miliknya tersebut.
Lagi-lagi Gabriela menghela napas ketika sekretarisnya itu mengirimi beberapa jadwal yang harus ia kerjaan beberapa hari kedepan, termasuk kepergiannya keluar kota untuk rapat dengan direktur perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaannya.
Entah mengapa semakin lama pekerjaannya itu semakin bertambah banyak dan tidak ada watu untuknya beristirahat meskipun hanya sebentar saja, jika mengetahui akhirnya akan begini mungkin Gabriela tidak bersedia untuk mengambil alih pekerjaan sang ayah dengan mudahnya.
"Ada apa nyonya?"
Karna terlalu sibuk dengan pemikirannya Gabriela tersentak ketika mendengar suara Bi Elis yang terdengar sangat lirih itu.
"Ahh ini, sekertaris ku baru saja menghubungi dan menyuruh aku untuk segera berangkat ke kantor karena ada beberapa pekerjaan yang harus segera aku selesaikan untuk pertemuan besok."
"Nyonya tidak ingin sarapan terlebih dulu, saya sudah memasak tadi dan saya hanya tinggal menghangatkannya saja jika nyonya ingin sarapan."
Gabriela menggelengkan kepalanya, "Tidak perlu bi, apakah bibi lupa jika aku tidak pernah sarapan. Minum air putih saja sudah cukup untuk mengisi tenaga ku. Perut ku tidak biasa jika makan berat di pagi hari."
Meskipun aneh tapi memang seperti itu kenyatannya, sedari kecil Gabriela memang sudah terbiasa untuk tidak sarapan meskipun kedua orang tuanya sering memarahinya karena tidak pernah sarapan.
Menurut Gabriela segelas air putih memang sudah lebih dari cukup untuk mengisi tenaganya di pagi hari tetapi menurut kedua orang taunya itu saja tidak cukup.
Gabriela harus mengisi tenaga setidaknya menggunakan roti isi dan Gabriela menurutinya saat itu setelahnya perut Gabriela terasa luar biasa sakit, berawal dari situ Gabriela sudah tidak mau mengisi perutnya dipagi hari dengan makanan, ia hanya mengisinya dengan segelas air putih.
Biasnya Gabriela minum air putih hangat tapi entah pagi ini dia ingin minum air putih dingin, mungkin karena suasana hatinya yang tengah berantakan sekarang.
Bagaimana tidak, ditengah pikirannya yang sedang memikirkan mantan kekasihnya itu Gabriela juga harus memikirkan bagaimana karir perusahaannya bertahan.
Salah satunya dia sendiri yang harus turun tangan sendiri jika akan menjalin hubungan dengan perusahaan lain, hal itulah yang membuat Gabriela tidak bisa fokus mencari keberadaan mantan kekasihnya yang sudah tidak dilihatnya selama tiga tahun itu.
"Nyonya segelas air putih saja tidak akan cukup untuk mengisi tenaga, apalagi pekerjaan nyonya sangat banyak jadi nyonya harus mengisi tenaga dengan makanan yang berat seperti nasi atau setidaknya roti. Jika nyonya enggan untuk makan nasi akan saya siapkan roti isi."
Gabriela menghela napasnya melihat bi Elis yang masih memaksanya untuk makan masakannya, "Meksipun hanya roti isi perut ku akan sakit nantinya, aku memang sudah terbiasa dari kecil untuk tidak sarapan di pagi hari jadi bibi jangan memaksa aku untuk makan ya."
"Ya sudah kalau begitu biar bibi siapkan roti isi untuk nyonya makan nanti siang, bagaimana?"
"Bi." Instruksi Gabriela untuk menyuruh Bi Elis diam sebentar karena dia juga ingin berbicara, "Segala bentuk bekal yang bibi bawakan untuk ku akan berakhir ke bawahan ku. Mereka yang akan memakannya jadi percuma saja jika bibi membawakan aku bekal ke kantor karena aku tidak akan memakannya."
"Nyonya tidak harus memakannya sesampainya di kantor, nyonya bisa memakannya nanti siang."
"Iya aku tahu bi, tapi aku sering tidak memakan bekal dari bibi. Pekerjaan ku sangat banyak jadi aku tidak sempat memakannya, jika lapar aku akan pesan makanan atau makan di luar kantor nanti jadi bibi tidak perlu khawatir aku akan makan atau tidak."
"Saya itu khawatir jika nyonya sering melewatkan waktu makan, sebanyak apapun pekerjaan nyonya anda tetap tidak boleh sampai lupa makan. Tuan Aris sudah berpesan pada saya untuk menjaga pola makan nyonya selagi beliau pergi, saya bahkan bersedia jika harus mengantarkan makan siang dan malam ke kantor nyonya."
"Meskipun nyonya bisa pesan makanan atau makan di luar tetapi saya masih saja khawatir."
"Tidak tidak." Gabriela menggelengkan kepalanya tidak setuju, "Bibi tidak perlu sampai mengantar makanan ke kantor ku, di kantor aja dan kantin dan aku bisa makan disana jika lapar."
Bi Elis menghela napasnya, "Saya hanya takut nyonya tidak menjaga kesehatan dengan baik, saya tidak ingin nyonya sakit."
Gabriela menganggukkan kepalanya paham dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Bi Elis, wanita paruh baya itu memang sangat peduli padanya melebihi ibunya sendiri.
"Iya bi aku tahu kalau bibi khawatir pada ku tapi jangan lupa bahwa aku sudah dewasa dan bisa menjaga diri ku sendiri."
"Ya sudah kalau begitu tapi nyonya jangan lupa untuk makan selama di kantor, sebanyak apapun pekerjaan nyonya tidak boleh lupa untuk makan" Gabriela mengangguk, "Nyonya hati-hati di jalan ya."
Setelah berpamitan dengan bi Elis Gabriela segera berangkat kerja menggunakan mobil pribadinya dan tentu saja wanita itu menyetir mobilnya sendiri tanpa memperkerjakan seorang supir untuk mengantarnya kemanapun dia pergi.
Gabriela adalah wanita yang mandiri jari ia tidak membutuhkan supir selagi dia masih bisa untuk menyetir.
Lagipula Gabriela tidak mudah dengan orang yang baru saja dikenalnya jadi apabila Gabriela membutuhkan seorang supir maka dia akan turun tangan langsung untuk mencarinya.
Dia tidak akan mengijinkan sembarang orang untuk bekerja di rumahnya.
Bukannya bermaksud untuk berprasangka buruk terhadap orang lain tetapi Gabriela memang harus berhati-hati dalam memilih orang yang akan berkerja di rumahnya bukan?
Wanita itu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, udara pagi ini cukup dingin tetapi tidak sampai membuat Gabriela menggunakan mantel tebalnya.
Ckitttt
Jari-jemarinya mengetuk setir ketika mobilnya berhenti saat lampu lalu lintas berwarna merah, "Arghhh kenapa aku harus terjebak di lampu merah sih, aku harus segera sampai ke kantor."
Padahal lampu merah hanya berdurasi selama 30 detik saja tetapi Gabriela sudah di buat marah karena harus menghentikan laju kendaraannya.
Selagi menunggu lampu merah berubah menjadi hijau, pikiran wanita itu tertuju pada lelaki yang tidak ditemuinya pagi ini, Gabriela juga melirik sekilas ponselnya namun tidak ada satupun pesan dari Aris. Suaminya.
Tidak biasanya Aris seperti ini, biasanya lelaki itu tidak pernah absen untuk selalu mengirimi pesan padanya meskipun itu membuat Gabriela merasa terganggu.
"Kemana Aris, biasanya ponsel ku selalu berisik karena ada banyak notifikasi pesan dari Aris. Mungkin sekarang Aris sudah berada di dalam pesawat maka dari itu dia tidak mengirim pesan pada ku. Ahhh ya sudahlah kenapa aku jadi berharap Aris menghubungi ku, biarkan saja lagipula tidak ada yang mengganggu ku nantinya."
Bukankah Gabriela selalu terganggu jika mendapat pesan dari Aris kenapa sekarang dia justru berharap lelaki itu mengirim pesan padanya hari ini?