Chereads / The Spirit of Xyor / Chapter 6 - VI. Duka di Regendi Town

Chapter 6 - VI. Duka di Regendi Town

CIIAAAAAATTT......!!!!!

Dengan kecepatan kilat, aku menerjang ke muka.

DESSSS.... DESSSS....

Dua ekor kelinci mutant terlempar seketika jauh ke belakang. Begitu mendarat di tanah, tubuh keduanya tidak bangun lagi. Kemudian, dari dalam tubuh keduanya terlihat asap hijau tebal. Semakin lama semakin tebal, membungkus tubuh kedua kelinci mutant tersebut. Dan saat asap itu menghilang, kedua sosok tubuh kelinci raksasa itu menghilang, digantikan oleh jasad kelinci biasa. Kelinci dengan ukuran normalnya.

Hmmmm.... Nampaknya, pengaruh kabut hijau ini akan menghilang jika hewan yang terpengaruh olehnya telah mati.

Secepat kilat pula, aku memutar tubuhku dan memulai seranganku yang berikutnya. Kali ini, aku mengincar dua ekor kelinci mutant yang lain. Yang nampaknya masih terkejut dengan kematian dua ekor rekannya. Eeeeh iya, monster kenal istilah rekan juga ya? Ah, sudah lah...

Keterkejutan kedua kelinci mutant itu memberikan aku keuntungan sangat besar. Dan tidak kusia-siakan kesempatan itu. Aku berkelebat. Dan....

DESSSS.... DESSSS....

Kembali dua pasang jemariku yang sedang memainkan jurus keris Nirwana, memakan korban. Satu ekor kelinci mutant terdiam mematung. Di dahinya nampak dua buah lubang kecil. Dimana dari kedua buah lubang kecil itu memancar deras darah merwarna hijau. Dan, tak lama kemudian tubuhnya ambruk. Bersamaan dengan itu pula, roh si kelinci pun terbang lepas ke mayapada. Terlepas dari kungkungan tubuh gendutnya itu.

Sementara, kelinci mutant yang satunya lagi, terlempar ke belakang dengan dua buah lubang kecil di dada kirinya. Darah hijau menyembur. Rupanya, pukulanku tadi menembus jantung si kelinci.

Dan, sebagaimana dengan kedua rekan pendahulunya. Tak lama setelah kedua kelinci mutant itu terkapar, asap hijau segera membungkus tubuh keduanya. Semakin tebal, dan semakin tebal. Kemudian, sekonyong-konyong menipis dan menghilang. Bersamaan itu pula, kedua sosok besar kelinci mutant pun menghilang. Digantikan dua sosok bangkai kelinci mungil yang terkapar.

Tiba-tiba....

WUSSSS... WUSSSS...

Sambaran angin panas dengan cepat menghantamku dari arah belakangku. Disusul sesosok bayangan menukik dari sisi kiri atas kepalaku. Namun, dengan cepat tubuhku meloncat ke arah kanan dan disusul lompatan salto ke arah depan.

Setelah mendarat dan mengambil posisi kuda-kuda, nampaklah di depanku kedua ekor ayam mutant sedang mengamatiku. Sekarang, aku dapat melihat lebih jelas kedua musuh baruku ini. Sepasang mata kedua ayam mutant ini seakan memancarkan cahaya merah. Entah, masih kurang jelas bagiku. Emang lagi marah kepadaku, ataukah merahnya karena kebanyakan begadang ya?

Upssss.... Kok, malah ghibah ya...?

Konsent, Joko.... Konsent...

Dan ya.... Nampaknya, kedua ayam mutant ini jauh lebih berbahaya dibandingkan kelinci mutant. Sebab, serangan keduanya telah terkoordinir dengan baik. Saat yang satu sedang menyerang, yang satunya lagi bersiaga. Atau jika ikut menyerang juga, ia akan melakukan serangan ke arah yang berbeda dan mengincar posisi lemah dari tubuhku. Hmmmm.... Cerdik juga ya....

Dan satu lagi. Nampaknya keduanya pun ahli melakukan serangan jarak jauh. Berupa serangan angin panas yang dihasilkan dari kepakan sayapnya. Dan ini dilakukan keduanya saat tadi menyerangku. Saat salah satu ayam mutant melakukan serangan jarak jauhnya, ayam mutant yang lain, melakukan serangan jarak dekat.

GAAAARRRKKKKK.... GAAAARRRKKKKK......

Keduanya, meraung keras.

Hmmmm.... Kok bukan, kukuruyuuuk atau petok-petok ya....

Itu, ayam jantan, Joko!!!!

Yang petok-petok itu, ayam betina.

Bener juga ya.... Widiih, abang yang nulis pinter deh...

Tiba-tiba. Salah seekor ayam mutant melompat ke depan menyerangku. Sementara itu, ayam mutant yang lain mengibaskan sayapnya sehingga menimbulkan sambaran angin panas ke arahku. Mereka mengulangi kombinasi serangan tadi. Tak ayal, aku harus jumpalitan kesana kemari untuk menghindari serangan keduanya.

Hebatnya dari serangan ini adalah, kedua ayam mutant ini melakukan serangan jarak jauh dan jarak dekat secara bergantian. Betul-betul koordinasi yang baik. Pokoknya, kalah deh paslon-paslon di pilkada. Eh, kok jadi melenceng sih....

Betul-betul lawan yang seimbang, kedua ayam mutant ini. Sedari tadi, aku hanya mampu menangkis maupun menghindar dari cepatnya serangan jarak jauh dan jarak dekat dari kedua ayam mutant ini.

Sebetulnya, bukannya aku tidak sanggup membalas. Tapi aku menunggu saat yang tepat untuk melancarkan kombinasi serangan jarak dekat dan jarak jauhku. Serangan jarak jauhku ini kan membutuhkan sejumlah manna. Jadi, harus digunakan dengan bijak. Kalo sampe kehabisan manna, kan repot.

Lama kelamaan, pola serangan keduanya mulai dapat kubaca. Dan, saat itu tiba, sambil tubuhku melayang di uudara menghindari serangan jarak dekat si ayam mutant. Kusentakkan tanganku dengan kelima jari yang terbuka ke arah depan. Ke arah salah satu ayam mutant yang berada di belakang dan baru saja telah melancarkan serangan jarak jauhnya.

"CAHAYA PELANGI....." bisikku.

Lima larik berkas sinar berbeda warna muncul seketika dari kelima jari tanganku. Dengan kecepatan yang jauh melebihi sekejapan mata, kelima larik berkas cahaya ini menghantam dan menembus tubuh si ayam mutant. Dan seketika itu pula, tubuhnya bergetar hebat. Kemudian, ambruk ke tanah.

Tak lama kemudian, asap hijau tebal membungkus tubuhnya. Dan, sebagaimana halnya yang terjadi dengan keempat ekor kelinci mutant. Begitu asap hijau itu menghilang, tubuh raksasa si ayam mutant pun menghilang. Berganti rupa menjadi sesosok bangkai ayam hutan biasa.

GAAAARRRKKKKK.....

Si ayam mutant yang masih tersisa pun meraung keras saat melihat kematian sang rekan.

Tak ayal, serangan-serangannya menjadi semakin liar, nakal, brutal. Membuat semua orang menjadi gempar.

Dan seperti biasa. Semakin membabi buta serangan seseorang, dan untuk kasus ini, seekor monster mutant. Maka, akan semakin banyak terbuka celah-celah pertahanannya. Dan ini harus dimanfaatkan dong. Iya dong... Masak, aku harus bertarung dengannya sepanjang siang dan malam, seperti cerita-cerita kungfu sih?

Capek dong...

JLEBBBBB.....

Dan, kesempatan itu datang. Jari jemariku yang sedang memainkan jurus Keris Nirwana, tepat bersarang di ubun-ubun kepalanya. Saat tubuhku masih melayang melompati tubuhnya, untuk menghindari serangannya. Dan, saat melayang itu, kulihat bagian kepala si ayam terbuka dari atas, tanpa pertahanan yang berarti. Dan memungkinkan buatku melakukan serangan mematikan.

Tak ayal, si ayam mutant langsung ambruk. Asap hijau pun menutupi tubuhnya.

Ah.... Akhirnya. Selesai lah pertarunganku. Monster-monster yang dulu membuatku harus lari tunggang langgang, berhasil kutaklukkan.

Ternyata, ilmu yang diwariskan oleh Keris Naga Langit ini memang top markotop. Bukan kaleng-kaleng... Pantas aja, kalo dulunya diperebutkan oleh banyak orang. Ini baru belajar lho. Masih level 1. Entah gimana nanti jika sudah kukuasai hingga tingkat terakhir.

Seketika, aku tersadar.

Kalau hewan-hewan yang menjadi mutant di hutan ini aja sudah sebanyak ini, jangan-jangan mereka juga ada di banyak tempat di Negara Toatoa ini. Termasuk, Regendi Town.

Celaka.... Celaka..... Celaka....

Tanpa berpikir panjang, aku segera melompat, dan melesat ke arah utara. Menuju kota kecilku, Regendi Town.

Dan benar saja, dari kejauhan, kulihat banyak asap hitam mengepul.

Tidaaaaak.....!!!!

Bu Darti....

Pak Yanto....

Bertahanlah.... Please....

Bertahanlah.....

Aku akan datang.....

Tak terasa, air mata meleleh di pipiku.

--- end of Bab VI ---